Darah Daging II (Part 11)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
8 September 2020 20:22 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Seketika bulu pundaku berdiri dengan tiba-tiba, kepalaku seperti ada yang memukul keras dari belakang sangat kencang!, Aku masih duduk dan menatap ke arah mobil mang Yudi lagi.
ADVERTISEMENT
Aku perhatikan pelan-pelan, ada lebih dari 5 anak perempuan di dalam mobil mang Yudi dan terdengar hanya suara ketawa-ketawa saja yang sangat keras selayaknya anak-anak sedang bermain suaranya sangat jelas.
Aku diam, mempertanyakan keanehan ini dalam pikiranku sendiri saja masih bertanya, apakah yang aku lihat dan rasakan ini benar adanya.
“Heh malah melamun, Yudi sudah ada di dalam?,” tanya mang Deni yang datang dari arah samping.
“Sudah mang, mang aku...” jawabku
Baru saja mau berbicara mang Deni hanya memberi isyarat dengan jarinya yang didekatkan ke mulutnya, aku mengerti mungkin jangan bicara sekarang.
Ilustrasi anak kecil di dalam mobil, dok: pixabay
Herannya, suara ketawa-ketawa yang berasal dari dalam mobil mang Yudi, mang Deni tidak mendengarnya padahal suaranya sangat kencang, baru saja aku berdiri mau masuk ke dalam rumah karena tidak kuat dengan suara ketawa anak kecil itu.
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba sorot mobil yang lain datang “mang Darma, pasti” aku mengenal mobilnya itu. Benar saja sama dengan mang Yudi, mang Darma datang sendiri sudah aku lihat jelas. Walau sakit di kepala bagian belakang masih terasa berkedut-kedut.
Hah, siapa nenek itu?, mang Darma turun dengan sosok Nenek yang sudah beberapa kali aku lihat. Langkah Nenek itu perlahan semakin mendekat semakin menyeramkan, rambutnya memutih menutupi setengah muka dan matanya.
Semakin mendekat, semakin lemas badanku kedutan urat di kepala sangat sakit andai tidak ada siapa-siapa sudah ingin aku berteriak sangkat kencang, karena menahan sakit kedutan di kepala ini. Padahal posisiku sambil duduk.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
“Vin, Yudi sudah datang?,” tanya mang Darma.
ADVERTISEMENT
“Sudah didalam mang,” jawabku singkat, hanya sekali menatap wajah mang Darma.
Posisi nenek tua itu di samping kiri mang Darma dan aku di samping kanannya, sialanya nenek tua yang menyeramkan dengan jalan bergongkok itu hanya tertawa pelan seperti di tahan “hihihi... hihihi... hihi,” dengan sangat serak.
Mang Darma masuk ke dalam rumah, Nenek tua itu mengikuti langkahnya, karena tidak kuat lagi menahan sakit, aku tidak lagi melawanya, dan memejamkan mata, badan bersender ke belakang kursi dengan cepat.
“Kenapa sesakit ini, seperti kejadian sebelumnya ketika Darma datang,” ucapku sambil mata terpenjam menahan kedutan sakit di kepala.
“Vin, kata Nenek itu ditunggu di dalam kenapa malah tidur di sini,”
“Oh iyah bi, sekarang mau ke dalam, ketiduran enak anginnya bi hehe,” jawabku dengan tersenyum berbohong.
ADVERTISEMENT
Bi Isoh kembali kedalam dengan cepat, aku yang masih saja menahan sakit yang mulai berkurang, dibuat kaget, untuk dan entah keberapa kalinya lagi. Mobil mang Darma yang sebelumnya datang dengan keadaan baik-baik saja, kenapa sekarang menjadi sangat ancur bagian depanya seperti sudah mengalami kecelakaan.
Aku menarik nafas dalam-dalam, tiba-tiba teringat kejadian mimpi pertama ketika diperjalanan dengan mang Darma mengantar aku ke rumah ini ke nenek.
Mobil hancurnya sama seperti di mimpi waktu itu, aku mengalami kejadian mimpi kecalakaan, sama percis sekali! benar-benar aku masih ingat. Karena kedutan di kepalaku masih terasa sakit, cepat-cepat aku bejalan ke dalam ruang tengah. Aku langsung duduk di samping mang Deni.
Ilustrasi mobil hancur, dok: pixabay
“Jadi begini kang Darma, kang Yudi, aku mewakili nenek,” ucap mang Deni.
ADVERTISEMENT
Baru saja mang Deni bicara seperti itu, tiba-tiba mang Yudi memotong omongan mang Deni.
“Sudah tidak usah di wakil-wakilkan biarkan Ibu saya yang bicara Den,” ucap mang Yudi membentak.
Seketika aku bertatapan lurus ke arah mang Yudi yang duduk berseberangan dengaku, “hah anak itu,” ucapku dalam hati, masih tidak percaya. Kaget, aku melihat ke arah mang Darma juga sama nenek tua itu juga berdiri di samping Darma.
Yang harusnya hanya berenam saja, aku, Nenek, bi Isoh, mang Deni, Darma dan Yudi. Sekarang di ruangan ini bertambah sosok anak kecil dengan rambut yang terurai panjang menutupi wajahnya, dan sosok nenek tua menyeramkan itu.
Aku melihatnya seperti itu dengan dibarengi sakit kepala yang sama sakitnya seperti di luar barusan. Percaya dan tidak percaya sekarang aku alami, untuk berpikir tenang saja sudah sulit, karena sakit ini datang lagi.
ADVERTISEMENT
“Heh Yud!, sudah jangan begitu kamu biarkan saja, suruh Deni bicara dulu,” jawab mang Darma.
“Sudah-sudah, biar Nenek saja yang bicara, begini ini ada dua berkas lengkap, tanah hak warisan untuk Asep ayah Kevin, kalian inginkan ini?. Gunakan dengan baik lihat bagaimana Asep selalu mementingkan keinginan kalian padahal kalian juga sama sudah nenek bagi rata semua, jangan karena Asep terlihat sukses sekarang kalian tau usahanya bangkrut dan usaha Nenek juga sama gagal panen kemarin. Bawa ini urus masing-masing, selanjutnya nenek tidak mau lagi ada bahasan soal warisan, paham kalian?,” ucap nenek sambil benar-benar meneteskan air mata.
Bersambung...