Darah Daging II (Part 12)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
9 September 2020 20:01 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
“Nek kita juga untuk modal usaha saja lagiankan Asep sudah cukuplah untuk keadaannya sekarang, pinjam kita hanya pinjam benarkan Yud?,” jawab mang Darma.
ADVERTISEMENT
Perkataan yang menjijikan yang aku dengar, dengan dan setelah tau apa yang sudah mereka perbuat.
“Benar nek, aku ngotot ingin tanah hak Asep juga nanti aku kembalikan setelah usahaku berkembang nek,” jawab Yudi.
“Sudah-sudah jangan sampai nenek berubah pikiran, ini ambil,” jawab nenek sambil menaruh berkas-berkas di meja dan kemudian Darma dan Yudi mengambilnya.
Aku kira senyum itu semuanya bisa manis, ada senyum yang menjijikan setelah kelakuan mereka perbuat pada keluargaku dan lebih menjijikannya lagi pada keluarga mereka sendiri, tidak tau diri! ucapku dalam hati dan entah kenapa sakit di kepalaku semakin sakit dan aku hanya menunduk saja tidak berani lagi menatap mereka.
Mang Deni dan bi Isoh apalagi hanya diam sama denganku, mungkin yang mereka pikirkan tidak jauh berbeda denganku juga.
ADVERTISEMENT
“Yasudah kalian pulang, nenek mau istirahat,” ucap Nenek kemudian pergi ke kamarnya.
Aku benar-benar tau dan paham apa yang dirasakan Nenek, berat dan tidak mudah sekali. Benar-benar tidak mudah terbayangkan pun rasanya sakit!. Tidak lama mang Darma dan Yudi pamit padaku dan mang Deni, bi Isoh segera menyusul ke kamar Nenek. Anehnya benar-benar yang membuat aneh, anak perempuan itu dan nenek tua juga mengikuti saja langkah Darma dan Yudi.
Serta kepalaku sangat sakit, dan mungkin puncaknya aku tidak kuat lagi menahannya, langsung terpenjam dengan badan terjatuh di sofa.
“Vin ya allah kenapa kamu ini vin,” aku mendengar suara mang Deni tapi benar-benar aku tidak bisa dan sangat berat membuka mata.
ADVERTISEMENT
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
“Neng, sini cepet,” teriak mang Deni.
nIi kenapa pucet begini Kevin, Vin bangun Vin,” jawab bi Isoh.
Aku masih bisa jelas mendengar suara mereka, mulutku ingin menjawab tapi sakit di bagian urat kepala cukup membuat aku hanya bisa menahan sakit, dan menahan untuk tidak berteriak sudah sangat susah, benar-benar susah.
Aaaaaaa.... sakit!,” teriakku.
“Nak ini nenek nak, sadar nak ya allah kenapa lagi ini nak sadar,” ucap nenek di sebelahku dekat sekali dengan telingaku.
Sakittttt!,” ucapku memenganggi kepala dan menarik-narik rambut bagian belakangku yang sudah panjang.
“Deni ini gimana Den,” ucap Nenek sangat ketakutan
“Vin ini mamang dengarrrr,” ucap mang Deni sudah mulai tidak tenang.
ADVERTISEMENT
Aku mendengar, tapi membuka mata tidak bisa karena kedutan urat belakang kepala yang semakin berkedut sangat kencang. Ini semakin menjadi lebih dari sakit apapun yang pernah aku rasakan.
Adzan magrib berkumandang, “sareupna” ucap mang Deni perlahan.
“Maksudnya Den?,” tanya Nenek.
“Anak ini sudah yang kedua mengalami hal ini, pak Kiai bilang waktu itu memang Kevin yang paling berani bicara, mungkin nek di usia dia wajar, tapi bagi entah Darma dan Yudi tidak bisa mewajarkan hal ini dan lagian nek waktu ini adalah waktu di mana paling berbahaya jika ada yang mengirimkan sesuatu yang gaib, waktu ini juga yang biasanya digunakan,” jawab mang Deni menjelaskan.
Ilustrasi berteriak, dok: pixabay
“Jadi gimana ini kang?,” tanya bi Isoh sama tidak tenangnya.
ADVERTISEMENT
“Tunggu saja waktu sareupna ini berakhir, kalau masih seperti ini, malam ini juga harus ke rumah pak Kiai, apalagi kemarin pak Kiai bilang suruh Kevin main ke rumahnya,” jawab mang Deni.
“Yaudah kasian ini kevin Den,” ucap Nenek terdengar sambil menangis.
Sakit di kepalaku, perlahan membaik begitu dan tiba-tiba juga sama dengan awalnya sakit itu datang. Hanya beberapa menit setelah adzan magrib berkumandang. Perlahan aku membuka mata, terlihat Nenek dan bi Isoh di samping aku, mang Deni di dekat kepala aku.
Badanku benar-benar lemas, sangat lemas sekali seperti sudah banyak terbuang tenagaku, walau aku juga tidak benar-benar paham yang terjadi hanya aku masih mengingat dengan utuh setiap kejadian barusan.
“Siapa orang yang benar-benar membutuhkan itu?,” seperti malam di mana ayah belum pergi, sekarang sudah aku ketahui, tapi janji kepada yah untuk memaafkan mereka tidak benar-benar aku tepati, mau bagaimanapun maaf yang aku pahami bukan tentang ucapan melainkan tentang ketulusan.
ADVERTISEMENT
“Nak, kamu kenapa?,” tanya Nenek.
“Tidak tau nek aku hanya sakit kepala sakit sekali,” jawabku singkat belum bisa bicara banyak karna lemas.
“Ayo amang gendong kamu ke kamar, kasian Kevin masih lemes nek, biarkan saja dia istirahat dulu,” jawab mang Deni.
“Buatkan dia sop Isoh belum makan lagi juga dia,” ucap Nenek sangat perhatian.
Segera bi Isoh pergi ke dapur dan aku digendong mang Deni ke kamar, tiba di kamar aku langsung terbaring, untuk dudukpun sangat lemas sekali.
Mamang paham Vin yang kamu ucapkan barusan di luar sebelum obrolan di dalam, sepertinya pak Kiai punya rencana lain, kamu tahan jangan dulu cerita sama mamang, setelah makan sop kamu istirahat tidur,” Segera mang Deni meninggalkan aku.
ADVERTISEMENT
Aku paksakan bangun dengan sekuat tenaga, berjalan ke kamar mandi sangat pelan, setelah solat Magrib benar-benar aku tergeletak sangat lemas. Bi Isoh masuk kamar dengan menyuapi aku makan.
“Vin, kamu hebat, bisa menahan amarah, pas kang Deni bicara langsung dipotong pembicaraannya sama Yudi” ucap bi Isoh.
“Aku punya janji sama ayah bi, agar ibu cepat datang kesini. Tadinya aku mau cerita banyak sama mang Deni dengan apa yang aku alami, tapi katanya tahan dulu biar besok saja gitu bi,” jawabku dengan perlahan.
“Sudah kondisi kamu lagi begini, mang Deni juga barusan sedang telepon pak kiai kayanya,” jawab bi Isoh.
Tiba-tiba mang Deni masuk kamarku dengan terburu-buru
“Alhamdulilah Vin, besok pak Kiai yang datang lagi kesini setelah amang cerita kejadian kamu sakit dan semuanya, beliau begitu senang mendengarnya, kata pak kiai tidur dan baca surat ini, sudah amang tuliskan Vin,” ucap mang Deni sangat senang.
ADVERTISEMENT
Selesai makan, bi Isoh dan mang Deni keluar dari kamarku, setelah bacaan yang dikasih mang Deni padaku aku baca, segera aku memejamkan mata. Ada satu hal yang masih menjadi keanehan yang tidak mudah aku terima.
Mobil Darma yang barusan aku lihat rusak bagian depannya, hancur. Mirip sekali dalam mimpiku ketika di perjalanan waktu pertama kali akan datang ke rumah ini, apalagi dalam mimpi itu ada sosok Nenek tua juga sama, dan kejadian nenek tua sudah bukan yang pertama.
Pertanda apa ini?, besok akan aku tanyakan semuanya, segala pertanyaan yang tidak pernah sejalan dengan pikiran aku ini. Terbilang gila mungkin iyah, karena mencocokan mimpi dengan kejadian aneh, dan ini benar-benar tidak masuk akal.
ADVERTISEMENT
Bersambung...