Darah Daging II (Part 14)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
11 September 2020 20:03 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
“Nenek, dan kamu neng tunggu di sini, aku bawa dulu sesuatu di saku baju koko aku di sofa, pegang tangan Kevin jangan sampai dilepas, kasian pasti melukai wajahnya sendiri,” ucap mang Deni yang sudah tidak tenang.
ADVERTISEMENT
Segera nenek dan bi Isoh yang gantian memegangi tanganku, aku masih berteriak-teriak hanya kalimat sakit yang bisa keluar dari mulutku, semakin aku lawan rasa sakit itu semakin menjadi sakitnya.
“Ini kamu minum ini, baca bismillah kalau ngantuk bawa tidur aja pelan-pelan pejamkan mata kamu vin,” ucap mang Deni, sambil mendekatkan gelas berisi air putih, pundaku diangkat oleh bi Isoh pelan-pelan.
Terlihat dari raut wajah mang Deni berucucran keringat sangat banyak, entah apa yang terjadi dengan mang Deni, tapi aku masih saja bergelut dengan rasa sakit yang belum juga hilang.
Benar saja, tiba-tiba mataku terasa ingin memejam, tidak aku lawan, walau sakit itu tetap ada, aku pejamkan mata. Hanya hitam yang aku rasakan sekarang, aku masih bisa mendengar dengan jelas.
ADVERTISEMENT
“Nek, nenek tidur lagi saja sekarang sudah sangat larut, temenin Neng sama kamu tidurnya kalau ada apa-apa akang di sini sama kevin yah, banyakin berdoa yah,” ucap mang Deni.
Segera mang Deni tidak henti-hentinya membaca bacaan surah yang berbeda dari sebelumnya sambil memijat pundaku. Terasa sangat berasa dan rasa sakit itu sedikit demi sedikit berkurang, semakin aku bawa mata ini untuk memejam, akhirnya berdamai, perlahan aku terlelap.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
“Bawa tidur saja, besok pak kiai ke sini jangan takut ada amang di sini, amang juga tau apa yang kamu rasakan, kamu kuat Vin, baca bismillah jangan berhenti dalam hati kamu,” ucap mang Deni.
Segera aku mengikuti apa yang dikatakan mang Deni, tidak pernah salah menitipkan kepercayaan kepada lelaki yang sekarang ada disamping aku, tanggung jawab dan benar-benar lelaki sejati. Bisa belajar banyak dari sosoknya adalah salah satu keberuntungan yang mungkin tuhan rencanakan untuku, dari buruknya keadaan dan kondisi selalu ada sesuatu yang berharga, yaitu mang Deni.
ADVERTISEMENT
“Nak, gimana udah enakan?,”
“Hah udah nek,” ucapku pelan masih terasa lemas.
“Alhamdulillah, di ruang tengah sudah ada pak Kiai dan anaknya seperti kemarin pas ke sini, kalau belum bisa bangun jangan maksain biar pak Kiai ke kamar aja,” ucap Nenek perlahan sambil mengelus kepalaku.
Tidak terasa pagi yang aku tunggu dan berakhirnya malam kemarin sangat cepat, walau bekas dan setiap kejadian masih aku ingat dengan baik. Cahaya matahari yang sudah masuk ke kamarku sangat cerah pagi ini, dengan segala harapan semuanya cepat membaik.
Ilustrasi matahari pagi, dok: pixbay
“Bisa bangun nak, ini ganti dulu baju kamu, kata Deni semalam kamu berkeringat banyak sekali, padahal malam itu sangat dingin nak,” ucap Nenek, sambil membangunkan aku duduk dan bersandar pelan.
ADVERTISEMENT
“Iyah nek semalam benar-benar sakit,” jawabku perlahan.
“Yaudah tunggu, Nenek ajak pak Kiai ke sini saja badan kamu lagian masih lemas,” ucap Nenek sambil berjalan keluar kamarku.
Aku pikir semuanya sudah berakhir dengan memberikan apa yang mereka butuhkan, kenyataanya gangguan itu semakin menjadi. “aku saja merasakan seperti ini bagiamana dengan Ayah, Ibu dan Bayu” ucapku dalam hati.
“Asalamualaikum Kevin,” ucap pak Kiai sambil masuk ke kamarku, sendirian.
“Walaikumsalam pak,” jawabku sambil berusaha bangun memaksakan untuk bersalaman dengan pak Kiai.
“Sudah, jangan dipaksakan, saya sengaja menyuruh nenek, Deni dan istrinya tidak ikut masuk nanti saja hehe. gimana sudah terlihat semuanya Vin?,” ucap pak Kiai dengan tenang dan duduk di sampingku.
Aku menjelaskan dengan rinci kejadian sore kemaren bagaimana segala keanehan yang aku lihat pada pak Kiai, dari mulai kedatangan Yudi dengan sosok anak kecil dan Darma dengan sosok nenek tua. Sampai sakit di bagian kepala yang tiba-tiba dan puncaknya malam sakit pundak.
ADVERTISEMENT
Setelah sosok nenek tua itu menampakan diri jelas di pintu kamarku. Tidak ketinggalan juga di bagian akhir aku menjelaskan aku melihat mobil mang Darma bagian depanya seperti bekas kecelakaan sama seperti dalam mimpiku waktu pertama kali di perjalanan menuju rumah ini.
Pak Kiai memperhatikan aku sangat fokus, tangan pak Kiai yang memengang tasbih tidak berhenti bergerak dan bergetar sesekali aku melihatnya. Pak Kiai hanya tersenyum ketika aku selesai menjelsakan kejadian itu.
“Alhamdulillah, kamu kuat dan hanya mengalami sakit yang seperti ini, yang saya takutkan lebih malah, ingat bisikan saya kemarin sebelum pulang pada kamu dan Deni saya bilang, kapan-kapan ajak Kevin main ke rumah saya,” ucap pak Kiai dengan hangat dan pelan.
ADVERTISEMENT
“Ingat pak, pas di depan rumah itu,” jawabku.
“Benar, saya kira tidak akan secepat ini waktunya, dan benar saja bukanya kamu dan Deni yang main ke rumah saya, malah belum selang satu minggu saya yang datang ke sini lagi hehe,” jawab pak Kiai sambil tersenyum.
Ilustrasi tangan bertasbih, dok: pixabay
Aku hanya tersenyum, sebenarnya benar-benar malu berdua mengobrol dengan pak Kiai bukan karena apa-apa, lebih kepada sebegitu baiknya pak Kiai ini kepadaku, sejak pertama bertemupun.
“Jadi begini Vin, kenapa anak saya waktu saya berkunjung ke sini pertama kali lagi itu tidak saya suruh masuk, sengaja untuk menyimpan sesuatu penjaga di sini karena rumah bagian depan jarang dilewati orang dan kedua adik-adik ayah kamu itu selalu membawa sosok-sosok yang sudah bersekutu dengan mereka, anak saya menabur sesuatu dan menyiram air yang sudah saya bawa sebelumnya dari rumah, tanpa sepengatuan kalian semua. Alhasil kamulah yang bisa melihat semuanya, karena tanpa sadar ketika kamu duduk di samping saya ketika obrolan itu, saya sudah merasakan dan yakin bahwa memang kamu yang menjadi target mereka,” ucap pak Kiai menjelaskan.
ADVERTISEMENT
“Karena itulah pak Kiai yakin aku akan mengalami hal-hal aneh, makanya pak Kiai suruh aku kapan-kapan berkunjung ke rumah pak Kiai?,” tanyaku dengan pelan.
“Benar, saya kira tidak secepat ini, sakit kepala dan pundak yang sebelumnya saya yakin kamu belum pernah merasakan itu, sampai nenek dan Deni bercerita di telepon saya hanya tersenyum dan bangga kamu bisa sekuat ini. Karena itu sudah menjadi tugas sosok itu Vin. Bayangkan mereka dikontrak dengan dikasih tumbal, mau tidak mau mereka harus menjalankan tugasnya, makanya saya menyebutnya bersekutu, karena ada perjanjian yang harus ditebus, sayangnya itu adalah janji dengan setan bukan berjanji dengan tuhan (gusti Allah),” ucap pak Kiai.
“Mereka itu adalah sosok yang selalu mengganggu aku pak Kiai?,” tanyaku penasaran.
ADVERTISEMENT
“Iyah benar, dan mereka hanya menjalankan tugas dari manusia yang khilaf itu, manusia yang menghalakan segala cara dengan alasan yang tidak masuk akal, membutuhkan. Tapi Vin, insyaallah malam tadi malam terakhir kamu mengalami hal seperti itu, bahasa kasarnya itu serangan dari mereka, saya hanya ingin kamu ikhlas menerima semua ini dengan waktu yang bisa dikatakan lama. Sejatinya tuhan (gusti Allah) hanya kepadanyalah kita meminta dan memohon perlindungan, maafkan mereka yah Vin,” ucap pak Kiai dengan sangat hangat.
Bersambung...