Darah Daging II (Part 15)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
13 September 2020 19:36 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Pantas saja rasa sakit semalam itu paling dan benar-benar tidak pernah aku bayangkan, setelah penjelasan itu sekarang aku benar-benar paham karna ucapan dan nasihat itu juga keluar dari seseorang yang jauh lebih paham dariku, tidak membenarkan siapa pun dan tidak menyalahkan siapa pun, malah menyuruhku untuk memaafkan.
ADVERTISEMENT
“Soal mimpi dan sosok nenek tua itu saya sarankan jangan kamu ikuti rasa itu, mobil dengan kondisi tabrakan itu hanya mimpi segala kuasa bukan milik kita, semoga semuanya kembali baik-baik saja, tapi sekarang mungkin kamu paham siapa yang benar-benar membutuhkan itu dan kenapa saya suruh kasih saja apa yang mereka minta, karena harta tidak akan bisa membeli keselamatan bahkan harta bisa mendatangkan kecelakaan, andai orang tidak bisa benar-benar menggunakannya,” ucap pak Kiai sambil mengelus kepalaku.
“Iyah pak saya paham sekarang, Darma dan Yudi yang membutuhkan itu, aku kira sebelumnya di antara mereka hanya salah satu, tapi kenyataanya mereka sama saja pak Kiai,” jawabku sambil melihat ke arah wajah pak Kiai.
ADVERTISEMENT
“Tidak apa-apa, dendam memang tidak pernah mengenal maaf dengan baik Vin, maaf itu dari hati, tidak perlu kamu berucap memaafkan tapi biarkan hati yang melakukannya, itu jauh lebih tenang, saya kasih tau sedikit, sini,” ucap pak Kiai.
“Apa itu pak?,” jawabku penasaran.
“Pada akhirnya yang dicari manusia adalah ketenangan, berusahalah untuk menemukan itu,” ucap pak Kiai berbisik.
Iyah aku paham jika aku tetap mengikuti dendam dan segala emosi atau melawan keadaan dengan egoku dari beberapa bulan kebelakang mungkin gangguan itu bisa menjadi lebih parah, nyawa dan kematian bukan tidak mungkin.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
Obrolan singkat pagi ini dengan pak Kiai di kamar, sangat hangat, diakhiri dengan pak Kiai memijat pundaku dengan pelan, tiba-tiba rasa sakit itu datang kembali benar-benar sakit.
ADVERTISEMENT
“Tahan jangan teriak Vin,” ucap pak Kiai berbisik.
Aaaaa....” ucapku sambil menutup mulut.
Seketika hilang sakit itu, dan pak Kiai langsung mengusap wajahku dari mulai kening sampai dagu dengan perlahan.
“Alhamdulillah, sudah beres, kalau engga saya benarkan, takutnya kamu terus-terusan melihat sosok dari alam lain kasian hehe. Itulah kenapa malam itu kamu sakit bagian wajah Vin, susah kalau saya jelaskan,” ucap pak Kiai sambil tersenyum.
“Sekarang aku harus mengabaikan segala apa pun yang ada dalam pikiranku pak Kiai dan memaafkan mereka Darma dan Yudi,” tanyaku.
Iya lakukan itu, biarkan maha segalanya di dalam hidup kita atas kuasanya bukan sesuatu yang sulit bagi gusti Allah vin,” ucap Kiai sambil tersenyum.
Ilustrasi berdoa, dok: pixabay
Pak kiai membangunkan badan aku agar berdiri, walau masih lemas tapi heranya sekarang lebih ringan dan pikiranku lebih segar setelah apa yang dilakukan pak Kiai terhadap badanku. Dan aku tidak menanyakan banyak hal lagi, karena aku yakin pak Kiai pasti tau semuanya dari cerita mang Deni ataupun Nenek.
ADVERTISEMENT
Segera aku dan pak Kiai berjalan ke ruang tengah, di mana sudah ada Nenek, mang Deni, bi Isoh dan anak pak Kiai.
“Alhamdulilah nak sudah enakan sekarang?,” tanya nenek dengan masih cemas.
“Sudah nek, baik-baik aja cucu nenek, jagoan gini Kevin tuh,” jawab pak Kiai sambil becanda.
Sebelum pulang, pak Kiai memberikan amalan kepada kita semua, “Tambah sedekahnya, niatkan memberi dan meminta perlindungan hanya dan kepada pencipta kita dan jangan lupa maafkan,” kemudian pak Kiai pamit, tidak lupa aku dan mang Deni mengantar pak Kiai ke depan.
“Den, ajak kevin berkebun lagi, dasar doa dari bapak dan ibunya yang tiada henti pantas saja dia bisa seperti ini,” ucap pak Kiai, yang kemudian pergi.
ADVERTISEMENT
Selepas kepergian pak Kiai, benar saja badanku benar-benar kembali normal.
Mang maksud pak Kiai doa apa dari ayah dan Ibu?,” tanyaku.
“Iyah sesuatu yang bisa menembus ruang dan waktu kan itu Vin, insyaallah kedepannya baik-baik saja dan kita rangkai mimpi-mimpi kamu untuk kuliah dan Bayu di sini amang sudah dapat info nanti Bayu sekolah di mana,” jawab mang Deni.
Entah kenapa sangat bahagia sekali ucapan yang keluar dari mulut mang Deni pagi ini, mungkin pelangi setelah badai berlalu maksudnya seperti ini, segera aku, mang Deni, bi Isoh dan Nenek sarapan pagi bersama-sama.
Kabar baiknya hari ini, dari mang Deni setelah telepon ayah ternyata malam ini juga ayah akan segera tiba ke sini, aku benar-benar sangat senang dengan kabar itu, apalagi rindu pada Ibu dan Bayu harus segera aku balaskan dengan bertemu.
ADVERTISEMENT
Di hari ini juga mang Deni mulai ke kebun, mulai menata kembali dengan para petani lainnya juga, karena setangahnya para petani bergantung kepada kebun nenek. Karena ada modal dari kebun pisang yang sebelumnya sudah dibayar duluan.
“Nak, maafkan nenek, nanti setelah ayah datang, nenek mau berhenti mengurus kebun, warisan untuk ayah kamu sudah ada di tangan Darma dan Yudi, maafkan nenek, selanjutnya biar Kakang, Deni dan kamu saja yang mengurus semua kebun, nenek sudah lelah sudah pengin istirahat,” ucap nenek.
“Nek segala minta maaf bukanya itu juga ayah sudah ikhlaskan, sudah nenek jangan banyak pikiran kan ada Kevin di sini yang akan mengurus nenek juga,” jawabku dengan tenang.
Hari ini berakhir dengan cepat, setelah mang Deni memberi kabar para petani lainnya juga sangat semangat memulai kembali untuk berkebun. Dan tidak terlalu malam benar saja ada suara mobil yang berhenti di depan rumah.
ADVERTISEMENT
“Vin, sini itu ayah kamu datang,” teriak mang Deni.
Segera aku berlari ke depan, melihat senyum dari Ibu benar-benar di luar sangkaanku bisa secepat ini, bahkan Bayu langsung berlari menghampirku dan memeluku.
“Kakak kata ayah suka berkebun yah, aku juga mau kak yah nanti ikut,” ucap Bayu.
“Jelas dong!, kamu harus ikut, nanti kita main di sana yah,” jawabku hampir meneteskan air mata, dengan apa yang sudah aku lewati.
“Bu, Bayu mau sama kakak berkebun yah,” ucap Bayu sangat lucu.
Setelah membantu sebagian barang-barang yang ayah bawa ke dalam, makan malam kali ini sangat seru dan lengkap bagaimana Bayu sangat dekat sekali dengan Nenek dan suasana harmonis ini kembali dengan cepat, “ini rencana tuhan yang benar-benar bekerja untuk keluargaku, untuk orang yang aku cintai” ucapku dalam hati.
ADVERTISEMENT
Bersambung...