Darah Daging II (Tamat)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
19 September 2020 19:31 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Iyah juga pikirku, bisa jadi kebetulan, atau bisa jadi pertanda entah kenapa pikiranku lebih kepada pertanda, walau tidak tau pertanda apa.
ADVERTISEMENT
Selesai mengurusi segala hal jam 22:00 malam ini aku, Ayah, mang Deni dan teman Ayah segera menuju rumah. Di jalan, ayah menjelaskan tabrakan mang Darma murni kesalahan mang Darma karena keluar jalur dengan kecepatan tinggi dan menghantam pengendara mobil lainnya dari arah lain.
Cukup logis karena aku melihat sendiri kondisi mobilnya sendiri dan mirip dengan mimpi juga yang pernah aku lihat. Tidak lama perjalanan pulang seperti biasanya, lebih cepat dari pada perjalanan berangkat. Tidak terasa dengan kondisi yang lumayan cukup mengantuk sudah sampai di rumah.
Benar saja, kata mang Deni sebelumnya di mobil bilang orang di rumah belum bisa tidur menunggu kepulangan aku, ayah dan mang Deni.
Sampai di rumah, sambil minum ayah menjelaskan kepada nenek, ibu dan bi Isoh kondisi Darma dengan rinci dan jelas. Rencananya besok pagi bagian Ibu, nenek dan bi Isoh yang ke Rumah Sakit untuk menjenguk.
ADVERTISEMENT
Mang Deni baru saja dari dapur, menyimpan hp nya di tempat biasa, agar dapat sinyal. Baru saja mang Deni duduk, Hp mang Deni berdering kembali.
“Angkat dulu Den, siapa tau penting apalagi kan saudara kita ada yang sedang di Rs,” ucap Ayah.
“Kang, apa Darma bisa sembuh cepat, mau gimana pun kelakuan dia, tetap anak Nenek kang. Nenek dari tadi kepikiran terus menerus,” sahut nenek sambil terlihat sangat sedih.
“Mudah-mudahan malam ini bisa melewati masa kritisnya yah mah,” jawab ayah menenangkan.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
Tiba-tiba mang Deni datang dengan mata yang sudah merah, terlihat seperti sudah menangis, perasaanku sudah tidak enak. Karena baru pertama kali melihat wajah mang Deni seperti ini.
ADVERTISEMENT
“Kang,” ucap Deni sambil meneteskan air mata.
“Kenapa Den!, ada apa?, jangan bikin kakang kaget kenapa kamu menangis,” ucap Ayah membentak keras.
Dan cukup membuat aku, Ibu dan Bi Isoh juga nenek kaget.
“Darma meninggal barusan Yudi telepon barusan sekitar 10 menit yang lalu,” jawab mang Deni dengan terlihat air matanya terus mengalir.
“Innalillahi,” ucap nenek yang kemudian menangis.
“Innalillahi, yasudah tenang dulu, kakang telepon temen barusan suruh membawa dua mobil nyari lagi tenang semuanya, Ibu tenangin Nenek dan bi Isoh siap-siap bawa perlengkapan kita semuaya,” ucap ayah dengan mata memerah dan kaget.
Ilustrasi meninggal dunia, dok: pixabay
Aku hanya terdiam mematung, tanpa kata apa pun mendengar kabar itu seolah tidak percaya.
Mang minum, amang tenang," ucapku pada mang Deni.
ADVERTISEMENT
Nenek tidak hentinya menangis, kehilangan memang bukan sekadar tangisan ada rasa ikhlas memaksakan yang benar-benar tidak mudah.
Tidak lama teman-teman ayah tiba, semua berangkat ke rumah sakit, dengan keadaan yang kaget, atas kabar dari mang Yudi. Sampai di Rumah sakit dini hari, di mana waktu berganti, ternyata semuanya sudah siap dan Jenazah almarhum mang Darma sudah siap dibawa ke rumah duka.
Setelah membereskan administrasi semuanya, ayah hanya berkata “Mang Darma semakin kritis, tidak bisa melewati masa itu, dan dokter sudah melakukan segala hal. Tapi takdir tuhan tidak bisa ditawar, doakan dan ikhlaskan,” ucap ayah dengan pelan kepada keluarga.
Segera Jenazah almarhum dibawa ke rumah duka, dan rencana pagi ini juga dikebumikan di samping makam kakek. Ayah dan keluarga tidak henti-hentinya mengaji di dekat almarhum, begitu juga aku.
ADVERTISEMENT
Terlihat pak kiai datang sekitar jam 02:00 dengan anaknya dan ikut mendoakan almarhum. Setelah pagi datang dengan cepat, almarhum dikebumikan.
Selesai mengantarkan almarhum mang Darma pagi ini ke tempat peristirahatan terakhir, pak kiai menyapaku.
“Maafkan kasian almarhum hanya itu yang bisa kita lakukan vin,” ucap pak Kiai
“Iyah pak kiai,” jawabku.
Walau memakan dan tidaknya hanya hati yang tau, karena mulut bisa berkata apa saja, kenyataanya seperti itu.
***
Hari-hari selanjutnya, setelah satu minggu kepergian mang Darma, Ayah memutuskan tanggung jawab Lisa dan Dewi anaknya mang Darma jadi tanggung jawab ayah dan Nenek dari mulai sekolah dan segala keperluan mereka.
Sementara aku dan mang Deni fokus berkebun kembali, semakin dekat menuju panen sayuran di bulan ke delapan aku berada di rumah nenek tahun ini setelah semua keadaan yang masuk akal hingga sama sekali tidak masuk akal sudah aku lewati di sini
ADVERTISEMENT
Ada kabar dari istri mang Yudi, mang Yudi banyak melamun dan menghabiskan waktu sendirian di rumahnya, walau kematian mang Darma sudah hampir satu bulan lebih.
Sesekali ayah berkunjung ke rumah adiknya itu, tapi tetap tidak bicara sedikit pun, bahkan sama istrinya pun sama sekali tidak bicara.
Ilustrasi melamun, dok: pixabay
Panen sayuran berjalan lancar, berkas-berkas almarhum yang menjadi milik ayah akhirnya kembali dengan caranya sendiri. Bahkan panen terbilang sangat sukses karena ada campur tangan ayah.
Tahun 2010 aku berhasil masuk salah satu institut ternama di kota kembang, dengan aktivitas tiap bulan pulang untuk mengecek kebun.
Karena itu adalah salah satu tujuanku setelah satu tahun ke belakang tertunda dan masuk pada sebuah masalah yang sebelumnya aku tidak mengerti soal Darah Daging, warisan dan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Setelah 5 tahun mengejar apa yang aku mau, kondisi keluarga dan nenek kembali membaik, walau ayah akhirnya dengan mang Deni mengurusi kebun.
Ada kabar yang tidak baik kondisi mang Yudi tetap seperti itu walau segala cara sudah dicoba dari mulai profesional yang menangani hal kejiwaan sampai ditangani sekalipun oleh pak kiai.
Tetap saja mang Yudi seperti itu, untungnya memiliki istri yang sabar mengurusnya, kadang sesekali mang Yudi hanya bicara sendiri dan bicara soal ketakutan yang tidak jelas.
“Balasan” bukan sesuatu hal yang tepat untuk apa yang telah menimpa almarhum mang Darma dan mang Yudi, “pertanggungjawaban” adalah hal yang paling tepat setelah apa yang mereka perbuat, karena semesta dan pencipta selalu tau apa yang pantas untuk apa pun yang telah diperbuat.
ADVERTISEMENT
“Batur jadi dulur dan dulur jadi batur,” adalah sosok mang Deni selama ini aku rasakan, nothing to lose yang mang Deni lakukan mungkin biasa tapi dalam sebagian perjalan hidupku sampai sekarang luar biasa sekali, isinya adalah pelajaran.
Harta memang bisa membeli segalanya, mungkin. Tapi untuk perjalanan hidupku harta tidak bisa bicara soal ketenangan, bahkan harta apalagi warisan bisa menjadi sesuatu yang kadang tidak pernah masuk di akal sekali pun.
Dan benar-benar bisa menghalakan segala cara, bersekutu dengan mahluk gaib. Sekalipun hanya untuk memuaskan nafsu tanpa nurani.
Dan tuhan selalu punya rencana yang benar-benar bekerja untuk siapa pun yang percaya hanya dan kepadanyalah memohon juga meminta.
-Tamat-