news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Darah Daging (Part 2)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
6 Agustus 2020 19:50 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Karna yang aku tau ayah seseorang yang sangat logis berpikir, segala diperhitungkan dan tidak pernah asal-asalan untuk apapun, itu didikan yang aku rasakan.
ADVERTISEMENT
“Semuanya aneh Vin, seperti ada hal lain, karna analisis Ayah sudah benar-benar tapi kenyataanya seperti ini, ini sudah hampir 1 tahun kondisinya seperti ini,” jawab Ayah menjelaskan pelan.
Akhirnya obrolan itu aku bisa menerimanya, menerima sekali karena penjelasan dari ayah, walau ada kalimat “aneh dan tidak masuk di akal” yang membuat pertanyaan ayah menjadi petanyaanku juga, masuk dalam sistem otak dan perasaanku.
Bukan soal tidak menerima kondisi seperti ini, tapi ayah bahkan tidak bisa menjelaskan secara logis untuk anak seusiaku.
Tiga hari tersisa, untuk meninggalkan kota, dimana industri berkembang pesat di kota ini. Harus aku relakan dengan lapang dada, karena keadaan bangkrutnya usaha ayah, awalnya tidak ada pertanyaan, sekarang pertanyaan kenapa tentang ini terjadi ada dalam pikiranku.
ADVERTISEMENT
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
Setelah aku merapihkan berkas-berkas untuk kuliah, segala alat-alatku dari mulai laptop, hp dan lainnya untuk kepindahanku ke rumah nenek di kampung, aku sudah siap. Dalam hatiku, biarkan saja mengalir hidup ini, walau harus mengorbankan ego dan segala yang aku inginkan.
“Kak kata ibu kaka engga ikut ke rumah eyang dan aku akan sekolah disana,” ucap Bayu sangat sedih.
“Gapapa, bayu harus kuat yah!. Mau janji sama kakak?,” jawabku pelan.
“Apa itu kak?,” tanya Bayu.
“Janji yah jagain Ibu, Bayu kuat, Bayu laki-laki kalau ada yang berani jahatin Ibu, Bayu harus berani jangan takut, jangan nyerah,” ucapku sambil meneteskan air mata.
Hari semakin berganti, ini seperti sebuah perpisahan yang berat dengan Bayu dan keluarga , tapi aku percaya perpisahan terbaik untuk sebuah pertemuan terbaik juga, nantinya.
ADVERTISEMENT
Mang Darma datang lebih cepat satu hari sebelum Ayah, Ibu dan Bayu pergi menuju kota J, ke rumah eyang. Dan aku sudah siap menuju perjalanan baru, kehidupan baru bersama Nenek. Walau masih dengan pertayaan “keanehan” yang pernah ayah ucapkan.
Ilustrasi berkemas, dok: pixabay
Kedatangan mang Darma (adik kedua) Ayah ke rumah merupakan hari di mana aku harus benar-benar berpisah dengan Ayah, Ibu dan Bayu, juga segala kenangan dengan rumah ini, yang sudah hampir lebih 15 tahun aku sudah tinggal di sini.
Sambil menyiapkan semuanya yang akan aku bawa ke rumah nenek di kampung, aku melihat percakapan ayah dan mang Darma sangat tegang, dari raut muka mereka terlihat membahas sesuatu, yang mungkin aku juga tidak akan paham.
ADVERTISEMENT
“Tapi Darma, semua ini diluar nalar saya,” ucap Ayah sangat keras.
Yang membuat akupun mendengar jelas apa yang dikatakan Ayah, tidak lama obrolan mereka berdua ayah dan mang Darma, tiba-tiba Ibu masuk ke kamarku.
“Vin, ingat yah hati-hati nanti di sana kondisinya lagi seperti ini, jagain nenek, mau bagaimanapun kamu adalah darah daging ayahmu, Ibu engga mau kamu kenapa-kenapa ketika jauh dengan Ibu dan Ayah,” ucap Ibu, dengan serius menatap mataku.
“Kevin sebenernya belum paham sekali apa yang terjadi Bu, tapi kalau Ibu pesan seperti itu pada aku, aku akan lakukan, Ibu juga harus janji akan baik-baik aja di sana, di rumah Eyang,” ucapku tegas.
Tiba-tiba jendela kamarku, tertutup dengan keras “Gubrak!,” otomatis aku dan Ibu sangat kaget, padahal tidak ada angin sekencang itu, Aku hanya melihat raut wajah Ibu yang sama denganku heran, Ibu hanya menggelengkan kepalanya.
ADVERTISEMENT
“Bu, Kevin, ayo mang Darma nunggu engga bisa lama katanya masih ada urusan dia,” teriak Ayah.
Ibu mengecup keningku, sambil meneteskan air mata.
“Kevin janji akan baik-baik aja Bu”, ucapku sambil memeluk Ibu.
Hari ini adalah hari perpisahan yang tidak pernah terbesit di pikiranku sebelumnya, hari di mana aku menerima hanya dengan tuntutan keadaan, tidak bisa berbuat apapun.
“Ayo vin, perjalanan lumayan ke rumah Nenek sekitar 4 jam kalau lancar dan engga macet,” ucap Mang Darma.
“Baik mang ayo, aku masukan bawaanku dulu yah mang,” jawabku, kemudian memasukan semua bawaaku ke dalam mobil.
Aku tidak tega melihat Bayu, hanya melihatku saja. mungkin di usia dia belum mengerti sebenarnya yang terjadi apa. Untuk akupun sama, belum benar-benar mengerti. Apalagi ibu bilang “Darah Daging” dan segala kehati-hatian soal pesan dari Ibu.
ADVERTISEMENT
Setelah salam mencium tangan Ibu dan berpelukan dengan Bayu, kemudian mendekat pada Ayah. Ayah, hanya menepuk-nepuk pundakku berkali-kali tanpa ucapan apapun. Aku bisa mengerti, Ayah juga pasti berusaha kuat.
Untuk terakhir kalinya, aku melihat rumah. Mobil perlahan mundur keluar dari gerbang. Aku melihat sosok nenek tua di samping Ayah dengan jelas sangat jelas!, nenek-nenek tua bungkuk! menggunakan kebaya hijau, dengan rambut hampir menutup mukanya!.
Aku melihatnya di spion mobil, karena kaget aku buang tatapan langsung ke depan. Setelah mobil berbelok keluar gerbang, otomatis aku melihatnya dari samping dan itu sudah tidak ada!.
Bersambung...