Demit Politik (Part 3)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
27 November 2020 20:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Iustrasi hantu, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Iustrasi hantu, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Hampir 5 menit kami mengobrol ngalor-ngidul tak tentu kadang menceritakan soal gaib kadang juga soal karier. Tak terasa aku sudah membakar 2 batang rokok mild, berarti sudah lama kita berada di depan rumah. Tak lama juga setelah itu tamu pak bos pada cabut pamit melewati kami.
ADVERTISEMENT
"Hayu Na kita sambil masuk aja lihat-lihat suasana di dalem," ajak Yaya.
"Yuk, gue juga udah pengin masuk ke dalem dari tadi hahaha," jawabku.
Aku dan Yaya berjalan melewati ruang tamu dan menuju mushola pak bos yang ada di sebelah kanan rumahnya sedikit ke arah belakang. Pak bos tak ada ketika aku lewat ruang tamunya yang biasa menerima tamu politiknya, pikirku mungkin dia sedang masuk ke rumah dulu karena memang posisi penerimaan tamu itu depan rumahnya dekat dengan parkiran mobil.
kira-kira seperti ini kali yah rumahnya cuma pagar depan lebih rapat dan tempat semua kegiatan itu hampir fokus di belakang semua seperti mushola, kantor, karaoke room, taman bermain anak, apalagi yaa lupa gue saking banyaknya.
ADVERTISEMENT
Sampailah aku di kantor yang dekat mushola sebelah kanan rumah dan di sana sudah ramai para timses yang masih beraktifitas menyiapkan kampanye, kegiatan mereka memang biasa sampai larut malam.
Kukira mediasi bisa langsung dimulai, ternyata pak bos tak kunjung menghampiri kami, hanya ada istrinya bu Nina kita panggil saja bu bos, beliau inilah yang menjadi pintu kami masuk ke rumahnya karena biasanya mediasi ini adalah permintaan bu bos.
"Aiih si Asep, bentar yah tunggu,"
"Nana bu, suka lupa aja ibu tuh," jawabku.
Mungkin saking banyaknya orang kali yah pikirku jadi sering lupa ketika ketemu denganku. Memang malam itu sekitaran ada 7-8 orang masih hactic dengan kerjaannya, dan aku hanya duduk saja ditemani sebatang rokok dan segelas kopi.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya spot merokok juga banyak di sekitaran rumah kecuali di dalam rumahnya yah, karena pak bos enggak merokok jadi kita biasanya canggung. Sambil duduk mainin hp scrolling gak jelas karena tak ada kawan bicara, tiba-tiba Yaya menghampiriku yang langsung mengeluarkan rokok.
Ilustrasi handphone, dok" pixabay
"Duh malem banget ini jadi enggak yah mediasinya?," gumam Yaya kepadaku.
"Masih sibuk bang kayaknya, gapapa bang kan pemilu butuh kesiapan yang matang apalagi ini lawan petahana," ucapku menenangkan Yaya yang terlihat sudah gusar entah kenapa.
"Plak plak plak," suara kaki Nala pake sendal jalan menuju kami berdua yang sedang ngobrol.
"Duh cape banget tau ini aku ngitungin data pemilih dari pagi," ucap Nala sambil menyenderkan kepalanya ke bahu Yaya.
ADVERTISEMENT
Nala adalah pacar dari Yaya yang juga dipercayakan menjadi tim sukses dari pak bos.
"Sabar aja sayang, minum teh dulu biar segeran," ucap Yaya menenangkan Nala sambil mengusap usap kepalanya.
"Semangat La, kudu kuat ih pemilu mah yaa gini," ucap salam pembuka ku kepada Nala.
"Loh si Nana ternyata kirain siapa aja, dari belakang mirip a Anda," ucap Nala.
Malam itu terasa ada yang aneh, sensor indrawiku merasakan ada yang janggal di sekitaran rumah pak bos ini. Hawa panas terasa begitu di tubuhku seperti pengap penuh akan kehadiran banyak manusia padahal pada malam itu para timses pak bos sudah pamit satu persatu.
Ternyata bukan hanya aku yang merasakan hawa yang tak enak itu, Nala dan Yaya juga merasakan sesuatu yang salah ada di sekitaran tempat beraktifitas para tim pak bos ini.
ADVERTISEMENT
"Duh yang aku gaenak badan banget ini lemes," ucap Nala sambil terus membenamkan kepalanya ke pangkuan Yaya.
"Tahan yang sabar, istighfar aja inget ke Allah," ucap Yaya yang seolah sudah paham gelagat pacarnya itu.
Pikirku malam itu melihat Nala terkulai lemas mungkin efek seharian kerja ngotak-ngatik data. Namun siapa sangka ternyata ada hal lain yang membuatnya demikian.
Telinga kananku mendadak berdengung,
"Ngiiiiiiiiiiiiiiiiiing," mendadak juga kepalaku pengang seperti terhantam benturan benda keras, aku hanya meringis dan ditahan saja.
"Gletak," Nala terjatuh ke lantai.
Aku masih tidak ngeuh kepada Nala entah kenapa sensorku kepadanya tertutup seperti ada yang menghalangi. Selain itu aku juga terganggu dengan kehadiran sosok hitam tinggi yang berada di belakang rumah pak bos entah kenapa mahluk itu tiba-tiba ada di sana seperti memberi sinyal entah apa maksudnya.
ADVERTISEMENT
Sosok tersebut terlihat bukan penghuni asli sosok rumah pak bos karena aku juga sudah sedikitnya mengenal para sosok di sini tapi si hitam besar ini mencurigakan.
"Na tolong jagain Nala dulu gue mau ambil wudu," ucap Yaya sambil berjalan tempat wudu.
Aku dengan polosnya masih saja sambil scroll hp liat story ig gak penting dan membiarkan Nala tergeletak ke lantai. Bukan apa-apa kupikir Nala ini hanya mengantuk dan lelah saja jadi kubiarkan saja tidur kasihan juga diganggu.
Namun ternyata penilaianku salah, bulu kudukku mendadak merinding dan kupingku kembali berdengung lalu entah kenapa berat sekali tubuhku.
"Shit, kenapa ini njrit astagfirullah," aku meracau meski sesekali mengingat Allah.
Yaya kembali setelah selesai berwudu.
ADVERTISEMENT
"Na bantuin yuk netralin si Nala nih," ucap Yaya.
"Loh kenapa bang?, kasian kecapean kali dia bang," ucapku yang masih saja polos.
"Udah bukan Nala ini Na, coba deh scan sama lo," pinta Yaya.
Aku menuruti permintaannya, baru saja aku mulai mendeteksi tubuh Nala tiba-tiba tubuhnya bergerak tanda bereaksi.
"Glotak, glotak, glotak," tangan dan kaki Nala mulai bergerak dan seketika tubuhnya mulai duduk sambil sesekali menendang Yaya yang mulai menenangkannya.
Nala duduk bak dukun sedang berjampi-jampi, mulutnya penuh dengan ludah yang dikeluarkan sengaja oleh sosok yang merasukinya. Nala sudah kerasukan mahluk yang dari gelagatnya bukan mahluk penghuni rumah pak bos.
"Hahahaha, jangan ikut campur urusanku dengan wanita ini," ucap sosok tersebut lewat tubuh Nala.
ADVERTISEMENT
Aku yang merasakan gesekan energi yang luar biasa hanya bisa menutup kedua kupingku karena sangat sakit sekali efeknya kepada kepalaku.
Ilustrasi sakit kepala, dok: pixabay
Mendengar teriakan Nala semua orang menghentikan aktivitasnya dari lembaran-lembaran kertas data itu. Berhamburan merapat menghampiri Nala yang sedang berusaha dinetralkan oleh Yaya.
Aku sedikit bergeser mundur beberapa langkah untuk memperhatikan gerak-gerik mahluk ini. Selain itu aku juga merasa kesal kepada orang-orang di sini, karena mereka yang mendekati Nala seolah olah merasa paling hebat dan membantu menetralkan Nala.
Padahal aku tahu, yang mereka semua lakukan itu hanya akan menghambat kerja Yaya saja meski demikian Yaya memang orangnya akan diam saja melihat orang-orang ini.
Aku ingat betul lelaki yang namanya Anda menggerak-gerakan tangannya mencoba menggertak si mahluk. Namun sosok tersebut malah tertawa menertawakan tingkah laku para orang di sini.
ADVERTISEMENT
"Hahaha sudahlah aku tidak ada urusan dengan kalian," teriak mahluk itu.
"La istighfar la inget Allah La," ucap bu bos yang juga merapat ke lokasi kami.
Terlihat juga dari dalam rumah pak bos berjalan seperti panik menghampiri kami semua.
"Ya kenapa cewekmu?, ayok angkut aja ke Mushola, supaya cepet dikeluarin makhluknya," ucap pak bos.
Kami semua di sana menuruti perintah pak bos, namun ternyata si mahluk yang ada di tubuh Nala mengamuk.
Nala memukuli secara acak kepada orang-orang yang ada di sana. Yaya pun marah dan emosi hingga melemparkan sebuah benda gaib sepenglihatanku seperti tasbih kepunyaannya mungkin untuk menggertak mahluk itu.
Benar saja Nala seketika pingsan namun sosok tersebut masih di dalam tubuhnya bersemayam. Kami semua mengangkut tubuh Nala memasuki mushola supaya mudah dinetralisir.
ADVERTISEMENT
Bersambung...