Dendam: Penampakan di Cermin (Part 13)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
13 Januari 2021 19:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dendam, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dendam, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Tidak tahu kenapa semakin ujung tangga (akhir) perasaanku ingin sekali berbalik ke arah belakang. Seperti ada yang memperhatikan aku dengan tajam karna memang terasa.
ADVERTISEMENT
Sampai di lantai dua rumah ini, aku melihat benar ada bekas kamar De Sita dengan ukiran pintu yang lucu, dan aku yakin sebelahnya adalah kamar nek Raras. Lantai dua rumah hanya ada 4 kamar yang menurutku sangat mewah terlihat sama dari ukiran pintunya yang indah.
Anehnya, lantai dua benar-benar banyak benda-benda seperti topi-topi untuk perempuan belanda yang pernah aku lihat di beberapa buku sejarah Abah di rumah (kampung), dan tempat bersantai nya benar-benar sangat indah dan banyak ukiran-ukiran dari kayu yang cukup besar.
Tapi entah hanya perasaan aku saja, lantai dua rumah ini kesanya sangat tidak nyaman, padahal ini baru saja pagi sekali, dan beberapa gorden masih tertutup.
“Benar-benar mewah” ucapku di depan pintu kamar nek Raras melihat ke seluruh isi ruangan lantai dua rumah ini.
ADVERTISEMENT
Langsung aku membuka pintu kamar “asalamualaikum,” ucapku sambil masuk, dan melihat isi kamar nek Raras.
Tidak ada jawaban sama sekali, di ranjang tempat tidur terlihat wanita tua yang masih terpejam matanya. Aku menutup kembali pintu dengan perlahan karena tidak mau menganggu nek Raras yang masih tertidur itu.
Cermin besar, lemari tua antik dan beberapa pajangan yang berada dalam satu rak yang sama tuanya dengan lemari itu, mataku sangat cepat memeperhatikan ruangan ini. Baru saja melangkah beberapa kali.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
“Krekeetttt,” suara pintu yang baru saja aku tutup tiba-tiba terbuka sendiri dan membuat aku kaget bukan main!.
Segera mataku melihat ke arah pintu dan berbalik badan “Tidak ada siapa-siapa tidak ada angin juga,” ucapku dalam hati yang kemudian menutup kembali.
ADVERTISEMENT
Segera aku berlajan kembali ke arah nek Raras dan melihat kondisi nek Raras yang sedang terbaring di kasur itu.
“Inalillahi, ya Allah,” ucapku pelan sambil melihat kondisi nek Raras dengan bagian muka yang sudah tidak utuh normal. Ada beberapa luka seperti goresan yang tidak tahu kenapa aku cukup dibuat kasian. Dan baru pertama kali melihat.
Apalagi di bagian pipinya yang sudah tidak kencang lagi kulitnya itu, ada darah dari goresan luka yang keluar, masih sangat segar. "Pasti perih itu,” ucapku sambil duduk di kursi yang memang sebelumnya sudah ada di samping ranjang tempat tidur.
Melihat pakaian yang dipakai nek Raras masih terbilang rapih, belum selsai aku dibuat kaget lagi, ketika melihat bagian lengan kanan nek Raras yang sama dengan bagian muka terdapat luka yang cukup (maaf) menjijikan, lebih parah dengan bagian mukanya itu.
ADVERTISEMENT
“Jika sakitnya hanya urusan luka saja kenapa bisa bertahun-tahun lamanya,” ucapku dalam hati karena merasa kasihan.
Makanan yang masih aku pegang dengan kedua tanganku, aku simpan di ranjang tempat tidur di sebelah nek Raras. “asalamualaikum nek, bangun, makan dulu,” ucapku sambil memengangi tangan nek Raras.
Tidak ada jawaban sama sekali, aku ucapkan lagi untuk kedua kalianya dan nek Raras tiba-tiba melotot ke arahku! dan tersenyum manis! Itu yang membuatku kaget bukan main!.
Tatapanya masih saja melotot ke arahku, benar-benar membuat bulu pundaku berdiri begitu saja dengan cepat, apalagi lampu kamar yang belum aku matikan ini berwarna kuning tua, dan gorden kamar belum aku buka sama sekali.
“Nek aku purnama, sodaranya mang Karta dari kampung, bi Inah tidak bisa mengantarkan makan pagi ini jadinya aku yang mengantar kesini, ayo nenek makan dulu,” ucapku dengan gemetaran, karena senyuman dan mata yang melotot itu masih saja menatapku tanpa jawaban sama sekali.
ADVERTISEMENT
Aku dibuat bingung dengan sikap nenek yang tiba-tiba terbangun dan tersenyum menakutkan ini. Dalam hatiku berdoa tidak henti-hentinya membacakan (wirid) yang sebelumnya Abah berikan kepadaku itu.
“Hahahaha... hahaha... hahaha,” tiba-tiba nek Raras tertawa dengan sangat keras sambil mulut yang terbuka sangat lebar dari awalnya yang tersenyum itu, aku hanya memperhatikan dengan sangat takut!.
Karna tawanya itu membuat bagian luka dekat mulutnya yang sudah hampir kering itu kembali mengularkan darah. Tidak hentinya-hentinya meminta pertolongan dari yang kuasa, sambil melihat tidak lepas dari suara ketawa nek Raras yang semakin mereda dan tiba-tiba juga, matanya kembali terpejam.
“Alhamdulilah,” ucapku dengan nafas yang sudah tidak tenang.
Bahkan beberapa menit yang sudah aku lewati di kamar nek Raras ini sama sekali tidak membuatku paham dengan apa yang sudah terjadi.
Ilustrasi nenek horor, dok: pixabay
Segera aku kembali membangunkan nek Raras “asalamualikum nek, ini Purnama, bangun makan dulu,” ucapku sambil menggerakan bagian tangan nek Raras dengan perlahan.
ADVERTISEMENT
Tidak lama setelah ucapnku itu, nek Raras membukan mata dengan perlahan. Dan melihat ke arahku. Juga sama dengan kejadian barusan, langsung tersenyum namun senyum nek Raras sekarang berbeda dengan barusan, senyumannya biasa saja, hanya sedikit. Kemudian aku balas juga dengan senyuman.
“Aku Purnama nek, disuruh bi Inah yang sedang tidak enak badan, aku sodara mang Karta yang sebelumnya kerja di sini,” ucapku sambil salam ke arah nek Raras dan menudukan badan.
“Iya bi inah sudah cerita lama, makasih sudah mau mengantarkan makan kesini Purnama,” ucap nenek sangat pelan dengan suara yang sesuai dengan umurnya.
Bagaimana barusan nek Raras bisa tertawa begitu keras dan sebelumnya aku mendengarkan suara teriakan yang begitu kencang, dengan suara yang aku dengan di depan aku ini sangat pelan bahkan sangat lemah.
ADVERTISEMENT
“iya nek sama-sama, ayo makan dulu, takut keburu dingin,” ucapku sambil menyodorkan air putih dan langsung menyuapi makanan yang sudah aku buat secara perlahan.
“Nenek sudah tidak bisa bangun, badan nenek lemas sekali, dan luka-luka ini sangat perih sekali Purnama,” ucap Nek Raras sambil meneteskan air matanya.
“iya nek, nanti selesai makan, aku bersihkan kemudian nenek minum obatnya yah,” sahutku pelan mengimbangi suara dari nek Raras.
Hampir selesai makanan yang aku suapi kepada nek Raras, tidak tahu kenapa sesekali nenek menatap ke arah cermin yang sangat besar itu dan memalingkan tatapanya dengan cepat, bahkan berkali-kali aku melihat matanya mencoba lagi melihat ke arah yang sama dan kembali memalingkan tatapanya kembali.
ADVERTISEMENT
Tangan yang sudah tua dan hanya tersisa daging sedikit karena bagian tulang-tulang yang hampir kelihatan itu tiba-tiba terangkat dengan pelan, bahkan aku memperhatikanya dengan pelan sekali, sangat pelan.
Menunjuk ke arah bagian cermin dengan mata yang melihat ke arahku.
“Itu purnama, itu,” ucap nek Raras dengan perlahan
“Bagaimana nek,” jawabku sambil mendekatkan sedikit kepala ke arah nek Raras, karena suaranya sangat pelan dan tidak terdengar dengan jelas.
“Itu... lihat di cermin,” ucap nek Raras sangat pelan.
Segera aku melihat ke arah cermin yang memang membelakangi aku karena searah dengan posisi nek Raras tertidur. Tidak ada apa-apa hanya ada pantulan aku yang sedang duduk di kursi dan nek Raras yang sedang terbaring.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada apa-apa nek, ada apa emangnya,” ucapku yang sudah mulai merasakan suasana yang sebelumnya pernah dan sering aku rasakan.
“Ituuu... lihat lagi,” ucap nek Raras dengan suara yang sama seperti barusan.
Segera aku berbalik sedikit dan melihat ke arah cermin!, ada sosok wanita yang sebelumnya aku pernah aku lihat dengan bagian muka yang tertutup oleh rambut, masih dengan pakaian putih yang sudah kotor itu!.
Deg!, aku melihat di arah cermin ada di sebelahku, dekat dengan bagian wajah nek Raras!. Segera aku balikan badan kembali ke arah belakangku dimana dari arah cermin terlihat sosok wanita itu, ketika berbalik melihat di sampingku tidak ada siapa-siapa!.
“Sudah habis makanya nek aku bersihkan luka nya yah,” ucapku untuk menenangkan suasa, karena nek Raras hanya menunduk saja dan hanya ada anggukan kepala sekali.
ADVERTISEMENT
Aku berdiri dan berjalan ke arah meja yang sudah banyak tersimpan obat-obatan juga tulisan tanggal dokter, yang tidak aku tahu itu apa karena tidak aku baca dengan detail. Sesekali melihat ke arah cermin yang besar itu sama sekali tidak ada lagi sosok wanita itu.
“Sepagi ini kejadian semakin aneh telah aku lihat,” ucapku dalam hati sambil mengambil satu persatu obat yang akan diminumkan kepada nek Raras, ada 6 butir obat yang sama sekali tidak aku mengerti obat ini kegunaanya untuk apa, aku hanya menuruti perintah dari bi Inah saja.
Ilustrasi minum obat, dok: pixabay
Segera aku bersihkan darah dari luka nek Raras, lukanya seperti orang yang baru saja terekena musibah kecelakan walaupun ada satu goresan luka di bagian pipinya seperti bekas goresan benda tajam, yang sama sekali tidak aku mnegerti.
ADVERTISEMENT
Darah yang berada di luka bagian muka perlahan sudah bersih, sesekali nafas dari nek Raras terdengar seperti menahan perih, dan aku yakin itu pasti sangat sakit, dengan luka seperti ini.
Lanjut ke bagian tangan kanan nek Raras, sama sekali tidak bisa membuat daya pikirku berjalan normal untuk memikirkan luka dan darah seperti ini bisa terjadi.
Cukup lumayan lama aku membersihkan darah dari luka-luka yang ada di wajah dan tangan nek Raras, segera aku minumkan satu persatu obat.
“Semua saja Purnama minumnya nenek,” ucap nenek dengan sedikit jelas ucapanya kali ini.
Segera obat yang tersisa 4 butir itu saku arahkan ke mulut nek Raras dan kemudian memberikan air minum, baru saja aku merasa lega dengan tugasku. Aku melihat lagi darah-darah dari wajah dan tangan kanan nek Raras kembali seperti semula.
ADVERTISEMENT
“Baru saja... barusan bersih,” ucapku dalam hati.
Kemudian aku bersihkan kembali dengan perlahan dan nek Raras kembali meneteskan air matanya lebih banyak dari sebelumnya. Mungkin menahan rasa perih, pikirku.
Baru saja pindah ke bagian tangan, bagian wajah sudah kembali lagi darah itu perlahan muncul dari luka-luka itu. Kembali aku bersihkan hampir sudah empat kali aku bolak-balik membersihkan darah. Baru semuanya benar-benar berhenti seketika.
“Eh Purnama, bapak kira bi Inah, tumben pintu nya terbuka,” ucap pak Joni berdiri di depan pintu kamar nek Raras.
“Iya pak, bi Inah lagi enggak enak badan jadinya aku yang memberi makan dan juga obat buat nek Raras,” ucapku, masih kaget kapan pintu itu kembali terbuka! padahal jelas-jelas sebelumnya sudah aku tutup rapat sekali.
ADVERTISEMENT
Bersambung...