Dusun Angker: Darah Penghabisan (Tamat)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
3 Februari 2022 20:40 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi wanita misterius. Foto: Dok: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wanita misterius. Foto: Dok: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sementara Pak Tohar masih mengalami kejang-kejang hingga hampir sejam kemudian tubuh laki-laki tersebut terkulai lemah hingga hampir jatuh ke lantai.
ADVERTISEMENT
"Pak Tohar? Pak Tohar?" Dani memeriksa denyut nadi Pak Tohar juga memeriksa denyut jantungnya.
Dani tertegun saat menyadari kalau jantung laki-laki tersebut sudah tidak lagi berdetak. Dani hanya bisa berucap seraya menggelengkan kepalanya dengan perasaan pilu. Ia tidak menyangka akan ditinggalkan Pak Tohar untuk selamanya di tempat yang sama sekali asing itu.
Ia kemudian mengusap wajah jasad Pak Tohar seraya berdoa dalam hati. Setelah itu ia keluar untuk mencari bantuan. Yang pertama kali ia lakukan adalah pergi ke bangunan yang merupakan tempat tinggal atau mungkin semacam kantor bagi pemilik penginapan.
"Permisi, mbak Imas. Mbak, mbak. Apakah mbak Imas ada di dalam?" ucap Dani seraya mengetuk pintu dengan perasaan waswas.
Tidak ada jawaban. Sunyi, senyap, dan juga gelap di bangunan tersebut. Tidak terlihat cahaya sedikitpun di dalamnya. Dani telah menyoroti setiap jengkal bangunan itu, termasuk menyoroti jendela yang kebetulan beberapa di antaranya gordennya dalam kondisi terbuka.
ADVERTISEMENT
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/@acep_saep88]
Meski ia merasa tidak enak, ia sorotkan senter ke dalam ruangan melalui kaca jendela tersebut, dan sesosok pocong menampakkan diri tepat di balik jendela.
Dani terlonjak kaget. Ia kemudian mundur sembari tetap menyorotkan senternya.
"Kenapa bisa ada pocong di dalam kantor mbak Imas? Lalu ke mana gerangan ia?" ucapnya kemudian meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa.
Ia pergi menuju pintu gerbang dengan harapan menemukan orang yang dapat dimintai bantuan. Saat mencapai pintu gerbang, ia mengernyitkan keningnya saat melihat di depan pintu gerbang itu tidak ada jalan sama sekali. Padahal seingatnya, saat baru tiba di penginapan tersebut pada beberapa jam yang lalu, terdapat jalan aspal yang ramai dilewati kendaraan maupun para pejalan kaki.
ADVERTISEMENT
Tapi kini di depan pintu gerbang hanya semak belukar yang terlihat serta beberapa batang pohon tinggi.
"Aneh sekali. Kenapa di sini jadi seperti ini? Apa aku sedang bermimpi? Tidak, aku masih bisa merasakan hembusan angin yang semilir di sini," gumamnya dengan bingung.
Ia kemudian menyorotkan senternya ke arah batang pepohonan itu, dan ia terkejut saat melihat barisan rumah-rumah sederhana beratapkan daun ilalang ataupun daun rumbia atau nipah.
Rumah-rumah itu pun mengingatkannya pada rumah-rumah di dusun angker di mana sebelumnya ia hampir menemui ajal di tangan para penduduknya.
Saat melihat pemandangan ganjil tersebut, Dani segera berbalik, hendak kembali ke penginapan tersebut. Namun ia terperanjat saat melihat pintu gerbang penginapan telah berubah menjadi gapura yang terbuat dari tumpukan batu kali yang bahkan di antaranya terdapat tengkorak manusia dengan muka menghadap ke arahnya.
ADVERTISEMENT
Dani terkejut bukan main dengan apa yang dilihatnya itu. Ia merasa seperti sedang bermimpi, namun ia menyangkalnya kalau yang ia alami saat ini adalah mimpi. Sebab, ia dapat merasakan sakit ketika sesuatu menancap di punggungnya. Itu adalah sebatang anak panah.
Segera setelah terkena anak panah tersebut, Dani merasakan kesadarannya mulai memudar. Namun ia berusaha untuk tidak kehilangan kesadarannya. Oleh karenanya ia dapat melihat lusinan manusia berpenampilan semi telanjang mendatanginya kemudian menangkapnya dan menyeretnya menuju sebuah tempat yang mirip dengan altar pemujaan.
Ilustrasi Foto: Dok: Shutterstock
Tempat yang mirip dengan altar pemujaan tersebut berukuran dua kali lipat besarnya dari altar biasa.
Di depan altar tersebut terlihat beberapa orang yang tampaknya adalah pendetanya. Di hadapan mereka terlihat beberapa orang laki-laki dan perempuan yang terikat ke tiang pancang, dan Dani mengenal beberapa di antaranya. Itu adalah Arkim, dan Cayut. Keduanya tampak dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan tubuh berlumuran darah.
ADVERTISEMENT
Dani pun diikat bersama dengan Arkim dan Cayut di tiang pancang yang berdampingan.
Tak lama salah seorang yang membawa Dani ke tempat itu, berbicara dalam bahasa yang sangat asing bagi Dani.
Saat itu Dani dalam keadaan setengah sadar. Meski begitu, ia berpura-pura tidak sadarkan diri dengan cara terkulai di depan tiang pancang. Sesekali ia memicingkan sebelah matanya. Ia melihat orang yang tadi berbicara tersebut dusun angker. Apalagi ia melihat orang tersebut mengangkat parangnya kemudian menebaskannya ke lehernya dengan cepat.
"Dani!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak dari arah pintu masuk menuju altar besar itu. Teriakan itu rupanya membuat sang eksekutor menghentikan tebasannya tepat saat mata parang hampir mencapai tengkuk Dani.
Dani dapat melihat siapa yang berteriak.
ADVERTISEMENT
"Sulman?" ucapnya pelan.
Ia menyaksikan laki-laki berbadan gempal itu tengah digiring dengan kedua tangan terikat ke belakang. Para penduduk dusun angker yang membawa Sulman, mengikat laki-laki itu saat tiba di hadapan Dani dan yang lain. Sulman diikat tanpa tiang pancang seperti pada Dani dan yang lain.
"Dan, Dani. Aku tidak menyangka kamu berada di sini juga. Apa kau tidak sadar kalau datang kemari sama saja dengan bunuh diri?" Sulman berkata setengah berbisik seraya menatap setengah merunduk ke arah Dani.
Dani tidak menyahut. Ia saat ini sedang berpura-pura tidak sadarkan diri ditambah efek rasa nyeri yang timbul dari anak panah yang menancap di punggungnya itu.
Dani melihat beberapa orang penduduk dusun menghunus parangnya masing-masing. Sepertinya mereka akan segera melakukan eksekusi massal terhadap Dani dan yang lain, termasuk Sulman tentunya.
ADVERTISEMENT
Salah seorang dari mereka menghampiri Sulman kemudian mengangkat parangnya tinggi-tinggi di atas tengkuk laki-laki bertubuh gempal itu seraya melihat ke arah seorang kakek yang merupakan bagian dari mereka, yang sedang berdiri di depan altar batu. Kakek tersebut bisa dikatakan sebagai pendeta para penduduk dusun angker itu.
Kakek tersebut menganggukkan kepalanya pertanda ia menyetujui apa yang akan dilakukan eksekutor Sulman itu. Tidak lama setelah isyarat persetujuan itu, si eksekutor Sulman segera menebaskan parangnya ke leher korbannya.
Namun, suatu hal tidak terduga terjadi. Sesosok besar berkaki empat serta bermotif belang, menerkam ke arah sang eksekutor kemudian mencabik-cabiknya hingga hancur.
Belum hilang kekagetan semua orang di tempat itu, sesosok lagi harimau muncul menerjang ke arah si kakek hingga membuatnya terlempar kemudian menabrak altar batu hingga kepalanya pecah.
ADVERTISEMENT
Kedua harimau itu pun mengamuk, mengobrak-abrik semua orang yang ada di tempat itu. Tanpa terkecuali Dani dan yang lain hampir saja turut menjadi korban.
Beruntung Dani berhasil melepaskan ikatannya kemudian membantu yang lain melepaskan ikatan.
"Ayo, sul, kim, yut kita harus pergi. Harimau-harimau ini tidak akan berhenti," ucapnya seraya membantu Arkim berdiri.
Sejenak ia melihat ke arah Cayut yang telah ia lepas ikatannya namun masih dalam kondisi tidak sadarkan diri. Namun ia kemudian ia menyadari jika laki-laki itu telah tiada.
"Yut, Cayut!" Arkim memekik seraya menghampiri rekannya yang telah terbujur kaku.
"Dia telah tiada, kim. Kita harus pergi. Kita tidak punya banyak waktu. Kedua harimau itu akan memangsa kita kalau mereka sudah memangsa orang-orang itu," ucap Dani setelah memeriksa denyut jantung Cayut.
ADVERTISEMENT
"Ayo, kita harus pergi. Harimau-harimau itu sudah hampir selesai membunuh mereka," kata Sulman seraya menarik tangan Dani dan Arkim.
Benar saja, kedua harimau tersebut telah menamatkan riwayat para penculik Dani dan kawan-kawan tanpa perlawanan yang berarti Kedua harimau tersebut tidak memakan seluruh korbannya. Mereka hanya menghabisi kemudian pergi untuk menghabisi yang lain.
Pada akhirnya Dani, Sulman, dan Arkim berhasil keluar dari dusun tersebut. Mereka berlari di tengah kegelapan dengan salah seorang di antara mereka menyorotkan lampu senter.
Setelah hampir sejam berlari ke arah selatan, mereka dihadang sekelompok orang yang ternyata adalah para penduduk dusunnya Pak Ihsan.
Dani dan yang lain pun akhirnya dibawa masuk ke dalam dusun yang lebih aman itu.
ADVERTISEMENT
Secara kebetulan juga, Pak Ihsan telah berada di dusun itu. Ia juga baru tiba di dusun yang ia pimpin itu.
"Saya berhasil menemukan Arhan. Ia sekarang pingsan. Demit itu meninggalkannya di pinggir sungai. Hampir saja ia dibawa menyeberang oleh makhluk itu," tutur Pak Ihsan saat mengobati Dani yang mengalami luka di punggung akibat terkena panah. "Tapi saya tidak menemukan gadis itu. Mungkin ia tidak hilang di sekitar sini tapi di tempat lain," lanjutnya.
"Syukurlah kalau Arhan sudah ditemukan. Tapi Pak Ihsan, sebelum saya kembali ke dusun itu, saya telah mengalami berbagai peristiwa, termasuk menyaksikan bagaimana Pak Tohar meninggal di depan mata kepala saya sendiri," tukas Dani membuat Pak Ihsan terkejut.
ADVERTISEMENT
"Apa? Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun. Bagaimana kronologinya itu, dan?" ucap Pak Ihsan seraya pandangan kedua matanya menyiratkan kepedihan.
Dani kemudian menceritakan beberapa peristiwa yang dialaminya bersama mendiang Pak Tohar, mulai saat dikejar-kejar dua harimau itu hingga menetap di penginapan yang ternyata angker.
Pak Ihsan manggut-manggut saat mendengar penuturan dari Dani.
"Kamu bisa kembali secara tiba-tiba ke dusun itu adalah karena kamu sudah ditarget oleh para penduduk dusun itu. Pak Tohar juga tapi ia gagal dibawa karena keburu terkena ciuman Setan Pencium," ucapnya. "Dan lagi kamu berhasil bertahan dari racun anak panah itu. Sepertinya racun yang dioleskan ke anak panah itu tidak berdosis tinggi."
"Setan Pencium?" Sulman mengernyitkan keningnya.
"Aku sudah pernah melihatnya, sul. Tadinya aku pikir itu seorang perempuan yang sedang menyewa kamar penginapan di sana. Pas ketemu lagi, itu pas di sana sedang mati lampu.
ADVERTISEMENT
Wajahnya tidak terlihat karena tertutup rambutnya yang panjang. Pakaiannya sih sepertinya itu piyama. Makanya tadinya saya pikir dia adalah salah satu pelanggan," kata Dani menjelaskan.
"Lalu dia mencium Pak Tohar begitu? Kamu melihatnya mencium Pak Tohar?" tanya Sulman.
"Pak Tohar yang bilang kalau ia merasa seperti habis ada yang mencium, tepat di pipi kanannya. Ia mengatakan itu saat ia sedang terbaring menggigil di dalam kamar penginapan," tukas Dani seraya menoleh ke arah Arkim yang sedang duduk sambil memeluk kedua lutut.
"Ia telah kehilangan orang-orang terdekatnya. Tapi perasaan dendamnya kepada para penduduk dusun itu sudah seharusnya ia lupakan. Sebab, sebagian besar dari mereka telah mati terbunuh oleh serangan dua harimau," kata Pak Ihsan.
ADVERTISEMENT
Esoknya kemudian, Dani beserta Pak Ihsan dan yang lainnya pergi ke kota di mana sebelumnya Dani dan Pak Tohar diselamatkan warga kota tersebut. Mereka ke sana untuk mencari kabar mengenai mendiang Pak Tohar yang secara tidak sengaja ditinggalkan oleh Dani di tempat terakhir ia terbaring kaku.
Sesampainya di sana.
"Kami sudah memulangkan jenazah Pak Tohar. Bahkan Pak Lurah turut serta mengantarkan hingga ke rumah mendiang," kata salah seorang warga yang pernah Dani lihat sebelumnya namun ia tidak tahu namanya.
"Apa Pak Subhan dan Pak Solikhun juga turut mengantar?" tanya Dani dengan penasaran.
"Iya, mereka juga turut serta," jawab warga itu.
Akhirnya Dani dan yang lain pun pulang ke kota asal mereka tinggal. Arkim pun turut ikut serta karena tempat tinggalnya tidak begitu jauh dari kota di mana Dani, Sulman, dan Pak Ihsan tinggal.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak menyangka seorang kepala dusun terpencil suka menyamar menjadi masyarakat biasa di tempat lain," ucap Sulman ketika berada di dalam mobil elf yang mereka tumpangi.
Pak Ihsan hanya terkekeh tanpa menjawab perkataan Sulman.
Sesampainya di kota tujuan, mereka langsung menuju rumah Pak Tohar, dan mendapati tenda besar berwarna biru dengan alas dari papan untuk tempat duduk para pentakziah.
"Saya tidak tahu kalau tempat penginapan milik adik saya itu angker. Pantas saja susah mendapat pelanggan. Lokasi yang di luar kota ternyata bukan satu-satunya penyebab. Saya juga sangat meminta maaf atas kelalaian saya sehingga menyebabkan Pak Tohar meninggal," tutur Pak Lurah saat Dani dan yang lain telah berada di hadapannya.
"Awalnya saya menawarkan menginap di sana dengan gratis kepada kalian untuk menarik pelanggan agar berdatangan ke penginapan milik adik saya. Tapi yang terjadi justru adalah hal mengerikan. Penginapan itu memakan korban," tambahnya seraya menatap ke kejauhan.
ADVERTISEMENT
"Semua sudah terjadi, pak. Teman-teman saya berhasil menemukan Sulman tapi justru malah kehilangan Pak Tohar. Kami juga tidak berhasil menemukan sungai itu, pak. Saat itu si nenek menggunakan kemampuan melihat jarak jauhnya, dan saya pun turut dapat melihat ke sana. Awalnya nenek itu hendak membawa saya menyeberang menuju ke sana, namun keburu ketemu sama bapak," tukas Arhan.
-Tamat-