news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kamar 13 (Part 4)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
24 Mei 2020 22:53 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kamar menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kamar menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Ketika sampai di kosan, aku langsung menuju parkiran. Dengan sedikit tergesa - gesa aku berlari ke depan, melihat mobil pria itu apakah masih ikut.
ADVERTISEMENT
Pria itu turun dari dalam mobil, dan membawa sebuah koper. "Maaaa," teriak pria itu seperti memanggil seseorang ke dalam arah rumah.
"Nak Anisa!?," aku dikagetkan oleh bu Cita yang memegang pundakku.
"Bapak baru pulang?," tanya bu Cita pada pria itu.
"Eh bu Cita," sambil tersipu malu aku mulai memutar badan mau masuk ke arah kost.
"Siapa Ma?, ada anak kost baru ya?,"
"Eh kamu?," kata pria itu kaget melihatku.
"Loh kalian sudah kenal toh?," tanya bu Cita kepada kami berdua. "Dia pegawai dikantor kita mah," jawab pria itu.
Aku mulai bingung dari penjelasan Jenny, ibu Cita katanya butuh uang untuk pengobatan Mario, padahal ayah Mario sekarang pemilik perusahaan meskipun tidak terlalu besar. Jadi siapa yang harus kupercaya?, Jeny atau mba Fira?. Masih didalam teka - teki pikiranku belum bisa menjawab.
Ilustrasi kebingungan, dok: pixabay
"Permisi bu, pak saya masuk dulu. Oh iya pak perihal tadi siang saya minta maaf pak," ucapku sedikit malu di depan bu Cita. "Sudahlah, tidak apa apa," jawab pria itu.
ADVERTISEMENT
Aku langsung pergi meninggalkan mereka, masuk kekamar dan mulai berpikir.
1. Jenny bilang bu Cita butuh uang
2. Mba Fira bilang kalau pria itu adalah seorang boss dikantorku
3. Kenapa sosok pria itu datang ke dalam mimpiku dan mau membunuhku?. Semua teka - teki ini sangat sulit untuk kupecahkan. Aku harus dapat jawaban.
[Tok, tok, tok]
"Jenny, Jenny,"
[Sreeekk, ngeekk] pintu Jenny terbuka tidak terkunci. Kulihat tidak ada orang di dalam.
[Tok, tok, tok]
"Olive, Olive!,"
"Bentar lagi pake baju," bisik Olive sambil mengintip sedikit dari balik pintunya.
"Olive kamu udah makan belum?," tanyaku pada Olive yang baru saja mandi.
"Belum," jawab Olive seperti mau bersiap - siap pergi.
ADVERTISEMENT
"Mau makan bareng ga?," tanyaku lagi pada Olive.
"Hayuk, ajakin Jenny sekalian," balasnya sambil bersisir di depan kaca besar.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/deffrysrc]
"Jenny ga ada dikamarnya, ga ada orang di dalam. Kamarnya juga tidak terkunci" jelasku pada Olive.
"Oh, mungkin dia sudah duluan" ucap Olivia yang sebelumnya sudah diajak makan juga oleh Jenny.
"Yasudah ayo kita susul Jenny," ucapku mengajak Olive.
Sembari berjalan aku membuka obrolan kecil "Liv, kamu sudah berapa lama tinggal di kost bu Cita?,"
"Sudah cukup lama sih, sama seperti Jenny hampir 3 tahun" jawabnya dengan cepat.
Kalau begitu Olive juga pasti tahu tentang kasus kamar 13.
"Kamu tau Maria ga?," tanyaku.
"Kamu sudah pernah bertemu Maria?," balasnya balik bertanya.
ADVERTISEMENT
"Ah tidak, saya hanya dapat cerita dari Jenny," jawabku berbohong.
"Jangan sampai kamu bertemu Maria, kalau tidak kamu akan diganngu terus olehnya. Karena dibunuh, arwahnya masih gentayangan," jelas Olivia.
Entah kenapa setiap ada yang bilang kalau Maria meninggal karena dibunuh membuatku membayangkan sosok pria yang mengancamku dalam mimpi.
Ilustrasi pria misterius, dok: pixabay
Masa iya, seorang Ayah tega membunuh anaknya. Lagian sikap bosku itu rendah hati dan tidak sombong.
"Aduh," kakiku tersandung batu.
"Aduh, itu jari kelingking kakimu terluka," ucap Olivia sambil menunjuk ke arah darah yang sudah mengalir dari jariku.
"Mending kita ke kosan dulu, kita obati dulu kakimu," tambah Olivia.
Karena begitu perih kurasakan, aku memutuskan menerima saran dari Olive.
"Aw, Aw, Aw" melihat darah yang masih mengalir membuatku teringat dengan tanganku saat tergores. Aku ingat di atas mejaku masih ada sepucuk surat. Bisa saja itu adalah salah satu sebagai petunjuk.
ADVERTISEMENT
"Terima kasih Liv," ucapku pada Olive yang sudah selesai mengobati kakiku.
"Kamu tunggu disini saja ya, biar aku saja yang membeli makanan" ucap Olive sambil meninggalkanku.
Karena Olive pergi, waktunya aku untuk membaca sepucuk surat itu. Kudekatkan kursiku kearah meja, dan mengambil surat itu. Untuk Ibuku dan Ayahku, orang yang paling aku cintai.
Pak, bu, kalau kalian baca surat ini berarti kalian sudah tau jikalau aku sudah meninggal. Maafkan aku pak, bu, aku tidak tahu ini akan terjadi. Karena perhatiannya yang lebih, membuatku jatuh dalam dosa yang besar.
Sudah lama aku diancam untuk dihabisi, karena akan merusak rumah tangganya. Tapi aku ga bisa menjauh begitu saja bu, pak, aku sudah terlanjur sayang dengannya sampai aku rela disetubuhi olehnya.
ADVERTISEMENT
Bersambung...