Kerja Malam: Hilangnya Able (Part 4)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
22 April 2021 20:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kerja malam, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kerja malam, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Setelah mencuci muka dan mengganti seragam saya langsung merebahkan tubuh ini yang sudah sangat merindukan tertidur dengan indahnya impian.
ADVERTISEMENT
Saya terbangun di kala matahari sedang berada di puncaknya, hawa panasnya membuat keringat di kening ini menetes Yah memang di sini tak ada kipas angin apalagi AC, ventilasi udara hanya melalui jendela dan pintu yang sengaja dibuka.
Selain karena hawa yang yang membuat gerah saya terbangun karena terganggu akan suara obrolan telepon di samping saya. Rupanya, itu adalah Able. Saya bersyukur sekaligus kesal dibuatnya, bagaimana tidak, ia menelpon dengan nada yang keras mengganggu siapapun yang mendengarnya.
Able hanya mengenakan sarung dan celana boxer pendek dengan asap mengepul dari sebatang rokok yang ia bakar. Walaupun berada di daerah kota, namun nampaknya Able masih setia dengan sarung dan celana pendeknya, pakaian yang Sama seperti ia kenakan di kampungnya.
ADVERTISEMENT
Terucap godaan dan rayuan manja dari mulutnya menggaet janda kampung pujaan hatinya.
"Ble waras?," tanyaku padanya.
"Ya waras masa gila," jawabnya setengah ngotot.
Saya hanya tersenyum mendengar jawabanya, terlihat Able menggunakan sebuah tongkat kayu untuk membantunya berjalan karena memang kakinya masih bengkak dan lebam buah dari kejadian kemarin.
"Huh, anak keadaan begitu masih ajah ngeselin," umpatku dalam hati.
Rupanya untuk sembuh total Able masih membutuhkan beberapa hari lagi. Namun, karena memang dasar wataknya keras kepala dan banyak tingkah dia memaksakan untuk bekerja di hari ke dua setelah kepulangannya dari rumah sakit.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/demozyen]
Saya pun membujuk untuk mengurungkan niatnya namun semua sia sia. Kami berangkat kembali ke tol bekasi jakarta via C*k*r*n namun dengan pekerjaan berbeda.
ADVERTISEMENT
Tugas kami sekarang adalah mengecat pembatas di tengah jalan tol yang memisahkan kedua arusnya. Yah memang pekerjaan ini sedikit lebih mudah namun dengan jarak yang lebih panjang kurang lebih 10 km yang harus kami kerjakan.
Di hari pertama sampai ketiga semua nampak normal tak ada kendala, namun di hari ke empat sesuatu yang ganjil mulai terasa. Dari bau amis darah sampai penampakan yang begitu nyata bahkan semua orang yang bekerja melihat jelas wujudnya.
Sosok kuntilanak merah tengah duduk di sebatang dahan pohon di pinggir jalan. Kami segera berlari menjauh karena konon kuntilanak merah lebih galak dari pada yang putih.
Setelah kejadian tersebut banyak dari tim kami yang meminta bekerja pada siang hari saja karena memang takutkalau kembali diganggu oleh wujud lainya.
ADVERTISEMENT
Namun rupanya mandor membuat keputusan yang berbeda yaitu menyatukan antara kedua shift menjadi shift malam saja. Karena memang ketika siang hari banyak dikomplain oleh pihak lainya sebab mengganggu arus lalu lintas yang padat.
Semua diistirahatkan selama seharian, menunggu hari esok untuk kembali menggarap proyek pekerjaan. Tak terasa saya sudah menjalani pekerjaan ini selama berminggu minggu lamanya, tepatnya 1 bulan 20 hari.
Tinggal beberapa kilo meter yang harus kami selesaikan sebelum berpindah ke luar kota. Kembali dipecah menjadi 2 kelompok, saya bersama Roni, Able dan 3 orang lainya.
Ilustrasi pekerjaan jalan, dok: pixabay
Able kembali merasakan sakit di kakinya, pak Anton menyuruhnya untuk beristirahat di jalur depan yang nanti kami lewati sehingga mudah untuk mencarinya.
Pak Anton kembali mengingatkan agar tidak melamun dan harus terus fokus, dan jika lelah jangan dipaksakan ucapnya kepada kami semua.
ADVERTISEMENT
Saya bersama Ipul, sementara Roni berada di belakang dengan Imin. Saya memang tidak terlalu sreg kepada tim Imin dan Roni karena memang mereka berdua sama sama orang yang pendiam, apa yang mau mereka bicarakan nantinya.
Sekitar jam setengah 2 malam, yang dikhawatirkan terjadi, bau amis kembali tercium dan ulu kuduk berdiri dengan sendirinya, Ipul juga merasakanya.
Sembari bekerja mulut kami terus berucap membaca doa-doa. Teriakan Imin memecah fokus doa yang kami ucapkan dari arah belakang ia berteriak meminta tolong.
"Tulung....Tulung!," Imin berlari ke arah kami. Wajahnya panik berekeringat dengan tubuhnya yang berkeringat dan nafasnya yang ngos-ngosan.
"Tolongin Roni!, dia kesurupan dan leher saya dicekik, saya sangat takut,"
"Yasudah ayo segera ditolong, jangan takut nanti celaka anaknya," jawab Ipul bergegas menuju lokasi kesurupan.
ADVERTISEMENT
Sementara Imin diam saja tak mau ikut karena masih ketakutan akan kejadian yang dialaminya. Saya segera berlari menyusul Ipul yang lumayan sudah jauh. Ketika sudah sampai, Roni terlihat sedang duduk membelakangi kami.
Ilustrasi panik, dok: pixabay
Tak ada sepatah katapun dari mulut kami bertiga, saya dan Ipul hanya memandanginya dari belakang. Tiba-tiba Roni tertawa, namun anehnya itu bukan suara Roni, suaranya mirip suara perempuan.
"Ya tuhaaan, apalagi ini," batinku terucap
Tawanya pun seketika berhenti, namun hal tersebut malah membuat kami semakin ketakutan. Roni bangkit dari duduknya dan sekarang ia malah menangis pilu layaknya seorang perempuan sedang tersakiti hatinya.
Saya bingung dibuatnya dan entah harus berbuat apa, yang pasti dalam pikiranku saat itu saya harus menjaganya supaya tidak terjadi sesuatu yang tak diinginkan menimpa tubuh Roni.
ADVERTISEMENT
Tak lama, pak Anton pun datang dan segera membacakan ayat suci dan mendekati Roni seolah menarik sesuatu keluar dari tubuh Roni yang membuat aksi Roni berhenti dan seketika tubuhnya tersungkur jatuh ke tanah.
Sayapun mendekat untuk melihat keadaan,
"Anak ini jangan ditinggal sendirian, jangan sampe melamun. Tempat ini banyak memakan banyak korban kecelakaan, cepat dibopong diobati dulu!," seketika pak Anton menyuruh kami membawa Roni. Saya memijat-mijat kepalanya, sementara Ipul mengolesi minyak angin di sekitaran kening dan hidungnya.
Membutuhkan waktu yang lama untuk menyadarkan Roni, hingga akhirnya setelah sadar pak Anton lalu memberikan segelas air putih yang sudah dibacakan doa-doa. Imin hanya melihat dari kejauhan dan tidak berani mendekat.
Semua pertanyaan tentang kejadian yang menimpa kami malam itu kami pendam saja yang terpenting untuk saat ini adalah kesembuhan Roni adalah yang utama. Pak Anton segera menyudahi pekerjaan kami pada malam itu, karena menganggap jika dilanjutkan sangat beresiko dan membahayakan banyak pihak.
ADVERTISEMENT
Namun, sedari tadi ada yang hilang, yakni Able, ya ampun di mana anak ini?, sepanjang kejadian tadi ia sama sekali tak kelihatan batang idungnya.
Bersambung...