Kerja Malam II: Penyambutan (Part 7)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
21 Mei 2021 17:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bekerja malam, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bekerja malam, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Sepanjang jalan saya hanya melihat ke kaca mobil di sebelah kiri untuk menghilangkan kebosanaan.
ADVERTISEMENT
"Gimana mas kerja di jalan ini kemaren," pak Rian kembali membuka percakapan dengan perasaan yang nampak lebih tenang dan lebih baik.
"Ya begitu pak, berat, cape,was was juga," ucapku.
"Diliatin sosok penunggu jalan ini gak mas," pak Rian kembali bertanya.
"Bukan pernah lagi pak tapi sering,"
"Hahahaha," pak Rian hanya tertawa kecil.
"Kalau bapak gimana? Katanya dulu kan pernah kerja di sini juga," saya bertanya balik.
"Sama mas, bukan pernah lagi tapi sering," jawab pak Rian,
"Hahahhaa," sekarang saya yang tertawa.
"Pernah diliatin apa saja pak," saya kembali mengajukan pertanyaan.
Ya banyak mas, dari yang putih putih, hitam tinggi besar sampai para korban kecelakaan yang tubunya hancur.
"Hmmm mampus kau," ucapku dalam hati.
ADVERTISEMENT
"Sreeeeeetttttt," rem diinjak begitu dalam, tubuhku tersentak ke depan dan kebelakng. Saya menolehkan pandangan ke arah pak Rian seakan tau bahwa saya akan bertanya 'kenapa'.
Pak Rian hanya mengode dengan mengangkat dagunya dan mengarahkanya ke depan. Saya pun melihat ke arah depan mobil, saya kembali tersentak melihat apa yang ada di depan.
Terlihat kain putih yang menjuntai begitu panjang melayang beberapa jengkal dari jalan aspal. Setelah ada sebuah mobil yang lewat dari samping kami kain putih tersebut hilang menjadi sebuah kepulan asap tipis ke arah samping jalan.
Nafas ku hembuskan begitu dalam dan panjang merasa lega karena sosoknya telah menghilang, mobil melaju pelan meninggalkan tempat tadi.
Tak ada percakapan sampai menuju rest area terdekat, setelah berbelanja di sebuah minimarket kami pun duduk di teras sebelah kanan meminum bnyak air putih yang kami beli.
ADVERTISEMENT
"Tuh kan mas dia nonggol, mas sih ngomongin mereka," keluh pak Rian seperti menuduhku sebagai penyebab atas kejadian tadi.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/demozyen]
"Apaan pak, bapak yang mulai," saya tentu mengelak tuduhanya.
"Padahal saya sama mas ini udah lama kerja di sini tapi masi aja ditakut-takutin," pak Rian mengalihkan pembicaraan.
"Ah mungkin ini penyambutan pak," jawabku singkat.
Setelah cukup beristirahat kami pun kembali melanjutkan pekerjaan, tak ada yang aneh di malam pertama ini.
Kami pulang pukul 4 pagi, setelah absen di kantor kami segera menuju mes rumah kami tak lupa membeli makan malam di pinggir jalan.
Setelah makan dan ngobrol ngalor ngidul tak karuan kami pun tidur jam 6 pagi. Seharian saya cuma tidur di sebuah kamar yang tak begitu luas beralaskan kasur lantai yang tipis sebagi bantalan pemisah tubuh dan lantai.
ADVERTISEMENT
Kembali terbangun pada jam 17:00 sore hari, setelah mencuci muka saya keluar mencari makanan. Tak terasa hampir maghrib saya baru kembali ke mes ini, lampu depan nampak mati.
"Ini pak Rian lupa ga idupin lampu atau gimana sih," saya pun masuk untuk menghidupkanya.
Berjalan ke arah dapur belakang untuk mengambil minum di dispenser. Terdengar suara gemricik air di kamar mandi. Ah mungkin pak Rian Pikirku.
Keran air, dok: pixabay
Tapi tiba tiba pak Rian baru keluar dari kamarnya,
"Lohhhh kok," saya kaget tentunya lantas siapa yang ada di kamar mandi.
Tentu tak ada orang lain, selain kami berdua di rumah ini. Pak Rian berjalan ke arah dispenser untuk mengambi air di gelas, wajahnya nampak datar dan pucat.
ADVERTISEMENT
"Pak, itu siapa,?"
Saya menanyakan sambil menunjuk ke arah kamar mandi yang masih terdengar suara air seperti orang yang sedang mandi. Pak rian masih tak menjawab dan berlalu kembali menuju kamarnya, sesaat akan membuka pintu kamar pak Rian berbicara dengan nada pelan.
"Hati hati setan mas," hiiiii saya bergidik dan merinding seketika dan suara dari dalam kamar mandi tak terdengar.
Saya segera mengambil air yang sudah terisi di dalam gelas, namun ketika akan pergi dari dapur tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka rupanya pak Rian yang sedari tadi mandi, terlihat dia masih memakai handuk ketika keluar dari kamar mandi.
"Lohhhh," saya kembali kaget, ini yang bener yang mana.?
"Ngobrol sama siapa mas?" tanya pak Rian sambil menginjak kaset di kakinya.
ADVERTISEMENT
"Anu pak anuu," saya bingung, shock, tidak tau harus menjawab apa.
"Ga ppa mas, saya mau makan di luar rumah aja," ucapku berlalu menuju depan rumah.
"Ahh bodo amat yang penting sekarang makan dulu," pikirku.
Waktu sudah berganti, menunjukan pukul 8 malam, saya bersiap untuk berangkat bekerja, perihal yang ganjil tadi saya simpan sendiri tak ingin membuat cemas pak Rian dan diri saya sendiri.
Setelah absen kami berangkat patroli seperti biasa, suasana nampak tenang, tak ada obrolan dari kami berdua. Entahlah malam ini jalanan begitu sepi, mobil yang lewat seperti bisa di hitung dengan jari.
"Sepi banget ya pak," aku mulai membuka pembicaraan.
"Ia mas gak tau kenapa kalo malem jumat gini ya sepi," ujar pak Rian sambil memegang setir kemudi.
ADVERTISEMENT
"Lahh saya baru inget kalo ini malem jumat pak,"
"Lah kemana ajq mas?" jawab pak Rian sedikit bergurau.
Lampu menyoroti KM 93 saat pak Rian menepikan kendaraanya, rupanya beliau kebelet buang air kecil. Saya hanya menunggu sembari memainkan gawai untuk memberi kabar kepada teman maupun pasangan.
"Gebraagg," pintu ditutup dengan keras
Pak Rian masuk dengan ekspresi wajah yang datar, hanya diam tak berkata apapun. Tercium bau kentut yang teramat busuk ketika beliau masuk. Bau busuk kentut yang memenuhi isi dalam mobil ini, belum bau busuk menghilang sekarang bau sangit menyeruak.
"Nih orang tua kurang ajar, kentut ga permisi, habis makan apa sih ampe busuk banget gini," saya meracau dalam hati.
ADVERTISEMENT
Saya membuka kaca samping mobil untuk menghirup udara segar karena bau yang amat sangat memenuhi ruangan kemudi ini.
Haaaaaa, udara di luar begitu sejuk, saya menghisap dalam udara malam ini.
"Braaaaggghh," pintu mobil sebelah kanan kembali dibanting.
Ilustrasi bau, dok: pixabay
"Mas bau banget kentutnya, habis makan apa sih," tanya pak Rian memprotes.
"Lahh bukanya bapak yang kentut pas dari tadi masuk," saya menyangkal tuduhanya.
"Apaan, orang saya baru aja masuk mas,"
DEG, saya terdiam, bingung, tanda tanya memenuhi isi kepala.
"Bentar-bentar, bukanya bapak udah masuk dari tadi?" tanyaku penasaran.
"Apaan, orang saya baru masuk ini, tadi lama soalnya sambil baca pesan masuk mas,"
Mulut saya ternganga dengan jawaban beliau, lantas tadi siapa?
"Beneran pak tadi bapak masuk terus gak lama kecium bau busuk banget, saya pikir bapak kentut tadi,"
ADVERTISEMENT
"Udah mas ga usah dibahas, saya paham, kita pergi saja dari sini," pak Rian segera menginjak pedal gas, kami melaju menjauhi tempat ini.
Sepanjang jalan kami berdua cuma terdiam, tak ada hal yang di bicarakan. Kami kembali membuka percakapan setelah beristirahat di rest area dan makan malam di restoran nasi padang.
"Sebenernya mas sejak tadi sore saya mendapat hal ganjil ketika masih di rumah mes kita. Saya bangun setengah 6 sore tadi, saya liat mas sedang duduk di dapur sambil mengiris-iris bunga kamboja. Lah mas dapet bunga dari mana coba, sesaat saya akan masuk kamar mandi saya lihat mas malah ngiris jarinya sendiri dan memakanya, saya kan jadi takut dan langsung masuk kamar mandi untuk mandi, mungkin itu halusinasi saya saja, makanya saya dari sore diem ajah mas," panjang lebar pak Rian menjelaskan.
ADVERTISEMENT
Saya cuma terdiam, sambil meneguk es teh manis yang sudah dipesan.
Bersambung...