Kerja Malam: Pulang Kampung (Part 1)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
19 April 2021 19:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bekerja malam, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bekerja malam, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Kisah horor ini berlatar pada pertengah tahun 2017, sebuah kisah pengalan pribadi yang mungkin menurut saya ini horor akan tetapi biasa saja pada sebagian orang.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu setelah beberapa bulan menganggur karena habis kontrak dari perusahaan yang berada di sebuah kecamatan di kabupaten Bekasi pikiran sedang buntu karena mencari kerja begitu susahnya.
Lembar demi lembar amplop surat lamaran terkirim namun tak kunjung jua mendapat balasan dari perusahaan yang diinginkan. Frustasi tentu saja, terlebih biaya hidup di ibukota yang mahal membuat tabungan semakin menipis karena kebutuhan.
Aku yang sebagai anak perantau mengalami keadaan seperti ini tentu menyulitkan, yang di pikirkanku hanya terus berusaha mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan. Sampai akhirnya pulang kampung menjadi pilihan opsi terakhir yang sulit namun hanya itu yang harus dilakukan karena tak kunjung mendapat pekerjaan.
Saya pun memutuskan pulang ke kampung halaman menaiki mobil di di bawah jembatan layang. Tak lama mobil bus yang saya tunggu akhirnya tiba, saya meninggalkan kota ini dengan sejuta kenanganya kembali ke kampung halaman yang memang sudah dirindukan orang di perantauan.
ADVERTISEMENT
Selang beberapa jam saya sudah sampai di jalur pantura tepat di mana saya turun dan dijemput kawan yang memang saya sudah memintanya sewaktu dalam perjalanan.
Sembari istirahat saya memesan dua gelas kopi hitam,
"Ada kabar apa di desa," tanya saya memulai percakapan.
Musim tuyul di desa..lagi pada geger, hati-hati uangmu, sembunyikan," jawab antusias Jiko sembari mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
"Waduh ada-ada saja desaku, salah apa sih sampai terus diteror," saya menjawab dengan nada kesal.
Setelah kopi tinggal setengah gelas saya pun mengajak Jiko untuk pulang karena memang badan ini sudah sangat lelah menempuh perjalanan yang jauh.
"Pulang yu lah cape," kami pun pulang mengendarai motor matic Jiko.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/demozyen]
ADVERTISEMENT
Jalan menuju rumah tak berbeda, nampak sama seperti dulu saya tinggalkan, jalan yang rusak menjadi pemandangan yang biasa di sini. Sore hari ketika saya sampai di depan rumah disambut orang tua yang tengah duduk di depan rumah.
Saya mencium tangan dan berbasa basi sebentar, sementara Jiko hendak bergegas pulang.
"Nanti malam kumpul di tempat biasa ya," pintanya sembari menjalankan motornya.
Saya masuk ke dalam untuk beristirahat.
Malam pun menjelang, menimbun semua pemandangan indah di desa, begitu sunyi sepi, sangat berbeda dengan suasana kota. Tak ada mobilitas orang yang sibuk dengan pekerjaanya hanya ada suara binatang malam yang menenagkan.
Ilustrasi jalanan mahal, dok: pixabay
Saya pun berkumpul di tempat yang dijanjikan, Berbasa basi dengan teman-teman menjadi perbincangan sepanjang malam. Tak terasa waktu sudah menunjukan jam 11 malam
ADVERTISEMENT
"Nguber tuyul yu, lagi musim tuyul soalnya, kita tangkap aja nanti," usul temanku untuk menghilangkan rasa bosan.
"ayo sih biar ada kerjaan juga," jawabku antusias.
Tapi kami harus menunggu hingga begitu larut malam karena biasanya tuyul suka keluar setelah melewati tengah malam. Waktu menunjukan jam 2 malam, kami bersiap berkeliling memutati desa untuk mencari keberadaanya dengan membawa senter, karung serta sapu lidi untuk menangkapnya. Bisa dibilang ini modal nekat doang.
Kembali ke cerita inti, sebulan berlalu namun pekerjaan tak kunjung didapatkan. Saldo di tabungan sudah tidak bisa membuat tenang, hingga akhirnya yang dinanti tiba.
Ilustrasi lowongan kerja, dok: pixabay
Sebuah tawaran pekerjaan di ibu kota membuka asa, sebuah proyek di Jakarta membutuhkan pekerja, saya diajak teman saya Able dan adiknya Roni.
ADVERTISEMENT
Kita berangkat bertiga untuk menemui mandor di kecamatan yang lumayan jauh jaraknya. Singkat cerita semua sudah berkumpul di rumah mandor, menginap satu malam untuk melanjutkan perjalanan esok harinya. Beberapa jam berlalu kami menaiki sebuah mobil AKAP jurusan Jakarta, kami berangkat bersebelas menuju daerah di Jakarta Barat.
Sore harinya kami pun tiba, namun rupanya bedeng tempat kami tinggal masih jauh jaraknya. Bedeng merupakan tempat tinggal sementara yang terbuat dari papan triplek dan seng.
Esoknya kami bergegas menuju kantor untuk mendata diri dan mendapat seragam kerja. Sebuah kantor yang bergerak di bidang marka jalan tol.
Setelah semuanya sudah beres kami pun di minta untuk istirahat, mandor pun mencari tempat yang lebih layak untuk kami semua. Didapatkanlah sebuah rumah dengan kondisi yang lebih baik dari bedeng yang pertama kami datangi.
ADVERTISEMENT
Kami tinggal dalam satu rumah di sebelah komplek perumahan mewah. Kami mulai berkenalan untuk mengakrabkan diri, mandor mengajak kami untuk berkumpul dan memberikan instruksi apa saja yang harus kami kerjakan nantinya dan tak lupa nasihat untuk selalu fokus dan menjaga diri mengingat pekerjaan yang akan kami lakukan begitu besar resikonya.
Jadi tugas kami adalah menghapus cat kuning di samping jalan tol dan menggantinya dengan cat warna putih. Saya sendiri kurang paham maksud dan tujuan mengganti warna cat tersebut, entahlah mungkin supaya pada malam hari cat'nya lebih terlihat jelas atau bagaimana.
Menghapus dengan cara membakarnya dengan campuran tabung angin, mirip seperti tabung oksigen dan gas elpiji biru. Kita harus mencampurkan tekanan angin dan api dengan pas agar panasnya maksimal seperti yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Kita cukup membakar cat tersebut sampai luntur dan pudar,kemudian sisa catnya kita tampung di ember dan di buang di suatu tempat. Tak lupa kami membaca traffic cone atau kami sebut dengan nama kuncung dan rambu rambu pekerja nantinya. Singkat waktu hari yang dinanti tiba namun kita semua dapat jatah pada malam hari, menghindari mobilitas jalan tol yang tinggi.
Tugas pertama malam ini adalah tol Bekasi Jakarta, terlihat sibuk dan ramai pada siang hari namun begitu berbeda suasanahnya ketika malam hari, terlebih kami memulai pekerjaan pada jam 10 malam.
Lampu rambu dinyalakan, pertanda agar mobil yang di belakang menghindar lajur yang akan kami buat, setelah jalur kami mulai kosong barulah kami memasang rambu rambu dan traffic cone, setelah semua peralatan turun dari mobil kami memulai pekerjaan ini
ADVERTISEMENT
Bersambung...