Menantang Nyali (Part 1)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
28 Mei 2020 23:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hutan seram, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hutan seram, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Kisah ini datang dari penulis thread Twitter yang sudah banyak menuliskan kisah horor baik pengalaman pribadi maupun kisah orang lain. Atas izinnya, Dukun Millenial berusaha mengangkat cerita horor ini supaya bisa dinikmati oleh pecinta horor di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Setting waktu sekitar tahun 2005.
[Plak!] Tangan mendarat di kepala Riski.
"Sakit tau," Riski memegangi belakang kepalanya.
"Sandal baru nih jangan diinjak nanti kotor. Minggir! minggir!," Seru Dimas kepada Riski yang tengah menginjak sendal yang baru dibeli ayahnya.
"Duh sandal sama kepala masih mahalan sandal," Gerutu Riski kepada temanya.
"Main yuk sambil jemput Ojak!," ajak Dimas.
Mereka berjalan menuju rumah Ojak yang berada di pojokan desa. Hari itu masih terlihat cerah meski matahari sudah nampak tergelincir ke arah Barat. Dimas dan Riski berjalan terburu buru untuk cepat sampai ke rumah yang dituju.
Tak lupa katapel dan kelereng sudah mereka bawa, Yaaa hari ini rencananya mereka akan berburu burung di sekitaran desa. Kemanapun biasanya mereka selalu bertiga karena memang sudah sangat akrab dan teman sebaya sedari kecil sampai sekarang ini.
Ilustrasi persahabatan 3 laki-laki, dok: pixabay
"Jak!, Kojak!," teriak mereka memanggil nama kawannya.
ADVERTISEMENT
"Sini di belakang," sahut suara dari arah belakang rumah.
"Rojak woy bukan Kojak, gue bukan baso," protes di layangkan Ojak kepada Riski dan Dimas yang berjalan menghampirinya.
"Ada apa kesini?," tanya Ojak kepada kedua temanya.
"Cari burung yuk mumpung masih siang sekalian jalan-jalan," ucap Dimas menerangkan maksud kedatangannya.
"Katapelnya rusak belum dibetulin," jawab Ojak.
"Ya sudah gampang duh nanti gantian aja," ucap Dimas meyakinkan.
"Cabut!," jawab Ojak singkat.
Dengan tanpa tujuan sebelumnya mereka bertiga berangkat menyusuri belakang desa dan pekarangan warga berharap bertemu dengan apa yang mereka cari.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/ demozyen]
"Ke mana lagi Dim? Enggak ada burung sama sekali," tanya Riski kepada Dimas karena sedari tadi tak menemukan burung yang sedang mereka buru.
ADVERTISEMENT
"Ah ke mana aja lah, senemunya jalan aja," Dimas menjawab. Tak terasa mereka sudah di ujung desa.
"Ke desa sebelah aja yuk siapa tau aja ada," usul Ojak kepada kedua temanya.
Untuk sampai ke desa sebelah mereka harus melewati tanggul pematang sawah yang cukup besar dan lebar yang memisahkan kedua desa ini.
Setelah sampai mereka langsung memasuki pekarangan di desa ini. Katapel dan kelereng sudah mereka persiapkan sedari tadi. Namun setelah sekian lama mencari mereka tak mendapatkan buruannya juga. Sampai akhirnya mereka duduk di bawah pohon mangga yang cukup besar.
"Nak kalian sedang apa di situ?," tanya lelaki paruh baya yang membawa cangkul di pundaknya.
Ilustrasi bapak tua, dok: pixabay
"Lagi ngadem pak habis cari burung," Ojak menjawab pertanyaan lelaki tua tersebut.
ADVERTISEMENT
"Oh ya sudah hati-hati kalau cari burung jangan sampai di pekarang pojok yang ada makamnya," ucap lelaki tua tersebut mengingatkan.
"Lah emangnya kenapa pak?," tanya Ojak bingung.
"Ya pokoknya jangan aja, ada penunggunya," seru lelaki tua tersebut sambil berjalan meninggalkan mereka.
"Ada apa sih yah?," mereka bertanya-tanya.
"Oh iya aku ingat," Ojak mengagetkan Riski dan Dimas.
"Ada apa sih Jak bikin kaget aja," tanya Dimas.
"Kata orang tua sih di kebun mangga itu ada penunggunya, namanya gulang-gulang," jelas Ojak.
Gulang-gulang ini adalah sejenis dedemit yang mirip dengan buto ijo atau genderuwo. Yang sengaja dipelihara untuk menjaga harta, benda, sawah, kebun atau apa pun yang dianggap berharga oleh pemiliknya.
Dan setiap orang yang mencoba mengambil harta bendanya atau macam-macam dengan majikannya maka makhluk ini tidak segan segan untuk mencelakakan bahkan bisa mengurung dan menangkap roh kita.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa bisa sangat gawat dan berbahaya jika harus berurusan dengan makhluk ini.
"Ah palingan juga bohong biar gak diambil mangganya," ucap Riski penuh percaya.
"Emang lo berani?," tegas Ojak menyahut.
"Ya enggak sih," Riski hanya tersenyum kecut.
"Ah coba lihat dulu aja," ajak Dimas penasaran.
Akhirnya mereka sepakat untuk hanya melihat-lihat saja tanpa masuk maupun mengambil sesuatu di dalamnya. Mereka harus berjalan lumayan jauh untuk menuju tempat tersebut.
"Wah ini ya kebunnya? Mangganya banyak banget cok," terlihat pemandangan di depan mata yang menggiurkan untuk anak desa seperti mereka.
Bersambung...