Menantang Nyali (Part 2)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
29 Mei 2020 23:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hutan menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hutan menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Terlebih pohon mangga Budiraja yang memang sedang berbuah lebat di depan mata. Buahnya yang terlihat matang dan begitu banyaknya siapa yang tak tergoda dibuatnya.
ADVERTISEMENT
"Ingat!, kesini tuh cuma mau lihat aja jangan sampe mengambil," Ojak memperingatkan.
Namun nampaknya Ojak juga seperti ingin mengambil buah tersebut.
"Ah ngambil satu aja ga akan ketahuan sih," Riski coba merayunya.
"Silahkan kamu aja kalo emang berani mah," Ojak coba menantang Riski.
"Gimana Dim ambil gak?," tanya riski kepada Dimas.
"Duh bingung euy gue ragu," Dimas terlihat bimbang.
"Kalo emang berani mah silahkan, gue ga ikutan dan gak tanggung jawab," Ojak seakan tidak sepemikiran terhadap kedua temanya.
"Ah bilang aja takut," ejek Riski kepada Ojak.
"Gapapa, yang penting selamat," Ojak tak terbujuk ejekan serta rayuan temanya.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/demozyen]
Ojak memilih untuk mengalihkan pandangnya dari kebun tersebut sementara Dimas dan Riski mencoba melempari batang mangga tersebut. Berharap buah mangga bisa jatuh lalu mereka bisa mengambilnya. Namun aneh, puluhan kali mereka melempar namun buah mangga tak kunjung jatuh dari tangkainya.
ADVERTISEMENT
"Wah bener nih dijaga demit," Dimas berprasangka.
"Udah Ris berhenti pindah aja yuk," ajak Dimas kepada Riski.
Seakan sudah tau dengan apa yang dimas fikir'kan riski pun menyudahi perbuatanya. Mereka berjalan ke arah Ojak yang menunggu di depan kebun ini. Namun Ojak malah berlari ke arah mereka.Memegang
Memegang batu, dok: pixabay
"Burung besar woy terbang ke situ!," ucap Ojak mengarahkan telunjuknya.
Mereka pun mengejar burung tersebut yang terbang ke arah pohon mangga tadi. Ojak mengarahkan katapelnya, Riski pun demikian. Saling membidik sasaran mereka berupa burung tekukur.
[Srat, srat!,] Suara peluru kelereng menerpa dedaunan
"Kena, kena," teriak kedua sniper kampung ini.
[Bruggg]
Namun aneh, bukan burung yang jatuh tapi buah mangga.
"Lah kok bisa?," tanya Ojak dan Riski bingung.
ADVERTISEMENT
"Udah jatuh mangganya sayang," ucap Ojak,
Riski pun mengambilnya dan membawanya. Semua nampak normal dan baik baik saja. Namun tidak untuk malam ini, setelah mengaji dari musala yang berada cukup jauh dari rumahnya Riski pun pulang sekitar jam 8 malam.
"Assalamualaikum," ucap Riski ketika membuka pintu depan rumahnya.
"Masuk nak," ucap suara yang mirip ayahnya.
Namun tak terlalu jelas karena lampu yang tak menyala. Batinnya merasa aneh. Hawanya beda, terasa sangat panas, dan instingnya menajam dirasa itu bukanlah sosok dari ayahnya yang selama ini ia kenal. Perasaannya begitu sangat tidak enak, Riski ragu untuk melangkah masuk. Seakan kakinya tertahan, jantungnya berdegub dengan kencang tak beraturan dan tak dapat ia kontrol, rasanya begitu panas dan sesak.
ADVERTISEMENT
Ada apa ini Riski tak bisa berucap sepatah kata pun. Sosok tersebut menatap ke arahnya, aneh badan dan wujudnya langsung berubah seketika. Tubuhnya membesar dan menunggu sekitar 2,5-3 meter, wajahnya merah darah penuh borok, matanya merah menyala, lidahnya menjulur menjilat-jilat, panjang rambutnya sampai menyentuh tanah, postur badannya bungkuk dan jari jemarinya sebesar pisang raja dengan aroma yang busuk seperti siap menerkam dan menangkap Riski yang masih memegangi daun pintu rumahnya.
"Uwahhhhhhhhhhh!," Riski berteriak sekencang kencangnya.
Ilustrasi berteriak, dok: pixabay
Segera berlari mencari pertolongan. Pak abdur yang mendengar suara teriakan segera keluar dari rumahnya untuk melihat keadaan.
"Kamu kenapa Ris?," tanya pak abdur bingung.
Riski tak menjawab ia hanya menangis ketakutan. Ayahnya yang baru pulang bekerja sebagai tukang becak segera menghampiri anaknya.
ADVERTISEMENT
"Lah kenapa nangis?," Ayahnya menanyakan.
Namun Riski tak mampu menjawab, ia terlihat begitu ketakutan bahkan kakinya sampai gemetaran.
"Yasudah ayo pulang ahh malu dilihatin tetangga," ajak pak Iman kepada anaknya tersebut.
Riski hanya menggeleng masih tak berani berucap,
[Jedarrrrrr!]
Bola api terlihat menghantam rumah pak Iman alias ayah Riski.
"Apa itu,"
"Banaspati mang," ucap pak Abdur.
"Duh gusti ada apa ini sebenarnya," ucap pak Iman bertanya.
"Tidur di sini aja pak, takut bahaya," pak Abdur menyarankan.
Peristiwa ini juga banyak di saksikan warga di sekitar rumah pak Iman. Namun para warga lain menyangka bahwa itu adalah santet yang sedang dikirim untuk mencelakakan tuan rumah.
Bersambung...