Misteri 096: Kejadian yang Menimpa Anton (Part 7)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
17 Februari 2021 19:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ruangan horor, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruangan horor, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Pagi harinya, aku terbangun oleh telepon berkali-kali dari kak Salsa dan Silvi ketika melihat ke notif ke Hp.
ADVERTISEMENT
“Tumben ada di rumah kok telepon sih” ucapku, kemudian terbangun.
Melihat grup kelas, ternyata hari ini kosong dan hanya tugas saja yang semakin menumpuk, segera aku mengabari Anton dan akan berkunjung ke rumahnya, dan Anton hanya menjawab “iyah”
Ketika bangun, aku sudah melihat kak Salsa tidak ada di kamarnya “Rajin sekali udah berangkat lagi, mungkin tadi telepon aku mau kasih tau kali,” ucapku, langsung mandi dan melakukan persiapan untuk keluar, mengunjungi rumah Anton.
Sambil menunggu mesin si kukut panas, aku menerima pesan dari Silvi.
“Bas, kayanya harus ketemu deh hari ini,” chat Silvi.
“Ayo Vi, lagian aku kosong dan sekalian mau ke rumah Anton, ikut aja yu,” balasku cepat.
Tidak lama aku janjian dengan Silvi di salah satu jalan yang terdapat toko besar, dan langsung saja aku berangkat, baru saja berbelok ke arah rumah-rumah sebelah, aku kaget dengan apa yang barusan aku liat.
ADVERTISEMENT
“Kok mang Yaya baru keluar dari rumah itu?,” ucapku sambil memperhatikan dan memastikan bahwa itu benar-benar mang Yaya.
Entah kenapa, pikiranku jadi kemana-kemena, sepanjang jalan menemui Silvi membuat penasaran dan cocokologi dari informasi-informasi yang sebelumnya sudah aku abaikan karena kesibukan perkuliahan, kini perlahan hadir kembali dengan sendirinya.
Tidak lama setelah sedikit kemacetan normal di kota ini, aku sudah berada tepat di parkiran toko buku ini dan segera telepon Sivi bahwa aku sudah menunggunya.
Terlihat Silvi dengan khas kecantikanya berjalan menghampiri aku dengan wajah yang tidak biasa, seperti ada kecemasan.
“Bas, banyak yang mau aku bicarakn sama kamu,” ucap Sivi.
“Setelah dari rumah Anton kita cari tempat makan Vi,” ucapku sambil memberikan helm yang biasa kak Salsa gunakan.
ADVERTISEMENT
Segera aku menuju rumah Anton dengan Silvi yang aku bonceng di perjalanan Silvi tidak bicara apapun, sementara aku masih mempertanyakan apa yang di lalukan mang Yaya.
“Bas kamu baik-baik sajakan?,” tanya Silvi yang sedikit tidak jelas karena suara angin.
“Hah gimana Vi?,” tanyaku.
“Kamu baik-baik sajakan Bastian,” ucap Silvi sedikit keras.
“Kenapa emang, ciehhh udah mulai khawatir nih,” jawabku sambil becanda.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
“Ihh… seriuss loh,” jawab Silvi sambil menepuk pundaku, terlihat kesal.
Tidak lama sampelah ke rumah Anton, segera aku turun.
“Aku baik-baik saja Vi, walaupun setelah obrolan kita pertama pas kamu nginap di rumah, dua bulan lebih ke belakang, rasa-rasa aneh sekarang datang lagi,” ucapku sambil melepaskan helm di kepala Silvi.
ADVERTISEMENT
Silvi tidak menjawab dan untuk pertama kalinya dia langsung memegang tanganku, dengan hangatnya tanpa bicara apapun. Segera aku dan Silvi mengucapkan salam di depan rumah Anton, dan memang ini kali kedua aku datang setelah pertama mengantarkanya pulang karena tidak membawa motornya ke kampus.
Ilustrasi boncengan motor, dok: pixabay
Tidak lama Ibunya Anton keluar, dan bilang kalau Anton dari semalam demam sangat tinggi dan beberapa kali dalam tidurnya ngigo yang aneh-aneh dan kadang-kadang mengelus perutnya dan langsung sekali malam barusan tertawa seperti wanita.
Silvi langsung kembali memegang tanganku dengan sangat erat, ketika melihat langsung kondisi Anton, Anton terbangun dengan kehadiranku.
“Eh Bas, sorry yah Bas… oh ini cewe yang sering diceritakan,” ucap Anton.
Segera aku mengenalkan Silvi, dan Anton beberapa kali aku tanya tidak tau kenapa jawabanya selalu “baik-baik saja,”
ADVERTISEMENT
“Ton gara-gara pulang dari rumah aku bukan?,” tanyaku yang kelima kali, mungkin karna merasa bersalah dengan sakitnya Anton yang membuat Ibunya sampai khawatir sekali.
“Iyah,” ucapnya sangat pelan, ketika Ibunya keluar dari kamar Anton
“Kenapa Ton?, aku kan mandi, sementara kemarin kamu duduk di belakang,” jawabku.
“Bas, rumah itu sebelah kamu, aku penasaran setelah ada suara yang keras menghantam pintu besi itu, aku penasaran siapa yang melempar dengan begitu keras, lalu aku bangkit dan menghampiri pintu itu, ada sedikit celah kan Bas, diantara pintu dan penopangnya itu, setelah aku intip,” jawab Anton dengan gemeteran dan keringatnya mulai turun di wajahnya.
“Euhhhh… sakit,” ucap Anton, sambil menahan perutnya dengan sangat kuat.
ADVERTISEMENT
“Sudah Ton, kalau masih sakit jangan dipaksakan, kasian,” sahut Silvi dengan muka cemasnya sambil terus memegang tanganku dengan erat.
“Aku lihat, wanita dengan perut besar berambut sangat panjang menyamping sedang mengelus perutnya Bas, dan ketika melihat ke arahku tersenyum… aku kaget dan langsung pergi saking kagetnya, padahal itu dari celah yang sangat kecil yang tidak masuk akal,” ucap Anton sambil keluar air matanya.
“Mungkin suara yang Anton dengar sama halnya aku dan kak Salsa pernah dengar juga,” ucapku dalam hati.
Ilustrasi perempuan hamil, dok: pixabay
Karena rasa bersalah, aku terus meminta maaf pada Anton akan tetapi Anton merasa itu kesalahanya saja, dan Anton tetap percaya sakitnya bukan karena hal itu. Karena siang ini Anton dan Ibunya akan pergi ke dokter sekedar memeriksa dan meminta obat. Aku dan Silvi pamit langsung.
ADVERTISEMENT
Di perjalanan menuju tempat makan tidak ada pembicaraan apapun dengan Silvi “ada yang tidak beres” ucapku. Sampai di tempat makan Silvi masih menunjukan muka rasa khawatirnya.
Setelah memesan makanan, aku langsung menanyakan pada Silvi kalau kemarin apa bareng dengan kakaku.
“Vi semalem pulang jam berapa?,” tanyaku.
“Enggak pulang Bas nginep di rumahnya Andin, kenapa gitu,” jawab Silvi.
“Kak Salsa pulangnya larut malam banget tau Vi,” ucapku dengan santainya.
“Hah! Maksudnya?!,” bentak Silvi dengan kagetnya.
“Iyah pulang malem banget, kenapa jadi bentak aku sih,” ucapku sambil becanda.
“Gila!, semalem Salsa gak pulang Bas!, Salsa sama kita bahkan tadi juga belum pulang tau di rumah Andi,” jawab Silvi dengan tegas.
Deg!, aku terdiam beberapa detik, dan kembali mengingat yang semalaman berjalan siapa, sementara aku melihatnya dengan jelas, kalau apa yang dikatakan Silvi benar, lantas yang semalam berdiri mematung di depan kaca kamar kak Salsa?.
ADVERTISEMENT
“Kamu enggak becanda kan Vi?,” tanyaku dengan perlahan.
“Aku yang harusnya nanya itu ke kamu Bas,” jawab Silvi.
Segera aku ceritakan kejadian semalam kepulangan kak Salsa semalam itu, dan Silvi hanya mengangguk saja, dan menyarankan aku untuk telepon kak Salsa kalau tidak percaya, setelah aku selesai cerita dengan sangat detail sekali kepada Silvi, tiba-tiba Silvi hanya menjawab.
“Sepertinya benar, rumah 096 itu,” jawab Silvi dengan perlahan dengan tatapan kosong.
Silvi dengan tatapan kosong seperti kejadian sebelumnya di rumahku, pada waktu pertama berjumpa dengan ekspresi muka yang sama, sangat datar, menyebutkan “Rumah 096” menambah kaget lagi dengan apa yang dikatakan Silvi.
“Maksudnya Vi?, benar gimana, apa itu rumah dengan nomor 096?,” tanyaku dengan menatapnya, karna apa yang Silvi ucapkan tidak membuat sama sekali aku mengerti.
ADVERTISEMENT
Silvi tidak langsung menjawab, apalagi kebetulan yang mengantarkan makanan sampai di meja dan mempersilahakan untuk menikmati makanan yang aku dan Silvi pesan.
Bersambung...