Misteri 096: Kunci dari Semua Persoalan (Part 9)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
19 Februari 2021 19:52 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ruangan horor, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruangan horor, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
“Baru selesai mang?,” ucapku sambil duduk di sebelahnya.
“Iya Bas, bikin kaget aja,” jawab mang Yaya.
ADVERTISEMENT
“Yeuh, amang kali melamun orang aku buka kunci dapur aja terdengar, eh itu kenapa jari amang kok diperban mang?,” tanyaku ketika melihat jari sebelah kirinya diperban.
“Oh ini gapapa Bas, biasa abis paku-paku di rumah, melamun kali tiba-tiba kena,” jawab mang Yaya sambil mengelus jarinya.
“Kemarin aku isi alamat mang, buat data di kelas gitu, pas aku tulis nama jalan ini, aku tulis juga nomor rumah ini 097 benerkan yah mang?,” tanyaku dengan berbohong untuk memulai obrolan supaya tidak curiga.
“Iya benar Bas, itukan ada di depan juga,” jawab mang Yaya sambil menyalakan rokok.
“Berarti rumah yang sana nomor nya berurutan yah mang?,” tanyaku sambil menunjuk ke rumah sebelah tanpa pintu penghubung besi itu.
ADVERTISEMENT
“Nah iyah ke sana 098 dan kesana 096 Bas, dari sana maju nomornya” jawab mang Yaya dengan biasa saja.
Baru saja aku akan mengajukan pertanyaan lain pada mang Yaya, tiba-tiba terdengar suara kak Salsa terjatuh dan berteriak sangat kencang di ruang tengah rumah.
Segera aku dan mang Yaya menghampiri kak Salsa yang sedang duduk di kursi depan Tv.
“Kak apa barusan, kenapa teriak,” tanyaku.
Kak Salsa masih saja diam dengan tatapan kosong mentap ke arah televisi yang masih menyala.
“Kerasukan,” sahut mang Yaya, berada di sebelahku.
“Maksudnya mang?,” ucapku tidak mengerti karena melihat kak Salsa wajahnya semakin pucat, sama seperti ketika kejadian malam kemarin yang aku alami. Tidak lama kak Salsa bangun dari duduknya berdiri, tidak menatap kepadaku begitu juga mang Yaya, padahal malam ini baru saja jam 8 malam lebih.
ADVERTISEMENT
Kak Salsa berjalan pelan menuju arah dapur sangat pelan, dengan wajah yang tertunduk, apalagi rambut panjangnya yang terurai membuat kesan menyeramkan sekali, bulu pundaku tiba-tiba berdiri begitu saja.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
“Mang,” ucapku mengikuti langkah kak Salsa.
“Sudah biarkan saja,” jawab mang Yaya dengan perlahan.
Kak Salsa terus berjalan, tepat di depan halaman belakang, kak Salsa berbalik ke arah aku dan mang Yaya dan memberikan senyuman dengan wajah yang pucat, jauh lebih pucat sebelumnya, kemudian tersenyum.
“Mang apa tidak apa-apa ini,” ucapku mulai khawatir.
Mang Yaya tidak menjawab hanya menatap kembali kak Salsa dengan tajam, kemudian yang membuat aku kaget, kak Salsa sambil berjalan pelan ke arah pintu besi yang menjadi pemisah yang masih terkunci itu, sambil mengelus perutnya seperti orang hamil.
ADVERTISEMENT
Kemudian, menepuk-nepuk pintu yang terkunci dengan sekuat tenaga dan aku yakin itu sangat keras, apalagi bukan tenaga kak Salsa bisa menepuk sekuat itu dengan sangat keras.
“Iya sosok itu, kembali lagi,” ucap mang Yaya yang masih membiarkan tingkah kak Salsa sekarang mendorong pintu dengan perlahan.
Tidak lama mang Yaya menghampiri kak Salsa, memegang bagian kepalanya, tiba-tiba kak Salsa terjatuh begitu saja dan dipangku ke dalam rumah oleh mang Yaya.
Di tengah rumah, setelah diberikan minum oleh mang Yaya, kak Salsa belum juga sadar, pikiranku tidak fokus sama sekali, dan mang Yaya memindahkan kak Salsa ke dalam kamarnya.
Ilustrasi pingsan, dok: istock
“Siapa itu?,” ucapku dalam hati ketika melihat ke arah cermin, dari cermin berlawan melihat sosok perempuan berbaju putih mematung, sambil mengelus perutnya berkali-kali.
ADVERTISEMENT
“Sudah jangan dilihat,” ucap mang Yaya dengan serius, jauh berbeda dengan sosok mang Yaya seperti biasanya.
Segera aku dan mang Yaya duduk di sofa depan televisi.
“Malam ini amang tidur di sini Bas, jangan dulu kasih tahu orang rumah kasian pasti sangat khawatir,” ucap mang Yaya sambil menyalakan rokok.
“Awalnya, amang senang, sudah dua bulan kalian tinggal disini dan semuanya baik-baik, tapi akhirnya seperti ini, amang sudah sarankan pada teteh jangan kalian tinggal di sini takutnya seperti ini,” ucap mang Yaya.
“Memangnya kenapa mang?,” tanyaku pura-pura tidak mengetahui apapun.
“Amang yakin, kalian adalah cucu dari nenek dan kakek kalian, Suherman. Lantas tidak mungkin kalian tidak merasakan, atau bisa bersikap biasa saja ketika awal mula amang beri tau kalian aturan; jangan menanyakan hal soal rumah sebelah. Kenyataanya dan kejadianya seperti ini, bukan salah teteh juga yang terlalu percaya pada anak-anaknya, kamu dan kak Salsa, tapi gangguan itu bakalan tetap ada sampai kapapun Bas,” jawab mang Yaya.
ADVERTISEMENT
“Jujur mang, Bastian sangat penasaran, tapi apa daya, Ibu, Bapak dan amang tidak bercerita apapun hingga kejadian seperti ini,” jawabku.
“Nyawa!, kamu paham Bas, ini soal nyawa!, ini soal masa lalu yang tidak jelas, dan Nenek kamu yang menjadi kambing hitam dari kejadian masa lalu!, makanya ibu kamu tidak memberi tau kamu apapun,” bentak mang Yaya sambil menatapku.
Aku kaget dengan bentakan mang Yaya padaku, yang membuat aku mematung tidak bisa bicara apapun, apalagi ada kalimat “nyawa!”
“Amang gak mau ini terjadi sama Kak Salsa!, amang diberi kepercayaan sama teteh, balas budi amang sama keluarga Suherman tidak akan pernah terbayar, makanya amang menuruti saja kemauan teteh, walau amang tau akhirnya akan seperti ini Bas,” ucap mang Yaya kemudian.
ADVERTISEMENT
“Aku tidak tau apa-apa mang, tapi aku tau banyak dari informasi-informasi yang didapat,” ucpaku dengan pelan.
Mang Yaya hanya diam dan mengangguk entah apa yang dipikirkan mang Yaya, hanya saja dia tersenyum padaku dengan anehnya.
“Apa yang anak kecil model kamu tau, Bastian,” jawab mang Yaya dengan perlahan dan sangat menakutkan.
“Iya rumah itu pasti ada sesuatu yang salah, sesuai yang amang jelaskan barusan,” jawabku perlahan.
“Lalu,?,” tanya mang Yaya.
“Tidak ada lagi mang hanya itu,” jawabku tidak membeberkan semuanya lagi, karena sikap mang Yaya terlihat semakin aneh.
“Bagus, jangan dulu kasih tau Ibu dan Bapak yah, sudah kamu tidur, malam ini amang nginap di sini,” jawab mang Yaya menenangkan aku.
ADVERTISEMENT
Segera aku masuk kamar dan mengechat Silvi tentang kejadian barusan, Silvi akan datang pagi hari dengan kak Nenah, aku sedikit bisa tenang. Aku melihat mang Yaya hanya duduk dengan tatapan kosong yang tidak tau apa yang sedang dia pikirkan. Sementara aku juga sama memikirkan hal-hal yang sebelumnya pernah aku alami, dari mulai sebelum keberangkatan, apalagi pembicaraan Bapak tentang rasa khawatirnya “apa ada hubungannya dengan kejadian-kejadian ini” ucapku dalam hati.
Dengan badan yang tebaring di kasur, aku terus melihat ke arah kak Salsa, sosok perempuan yang sebelumnya aku lihat dari arah cermin walau sangat menyeramkan dan aneh kembali terbayang “apa itu dari penghuni rumah sebelah, sesuai cerita Silvi” ucapku.
Tidur semalam yang beberapa kali terbangun, hanya untuk memastikaan keadaan kak Salsa, membuat tidak nyenyak, bahkan sampai pagi mang Yaya pulangpun, aku mengetahuinya.
ADVERTISEMENT
“Mamang pulang dulu, udah tidak apa-apa, jangan kasih tau orang rumah Bas, kasian takutnya khawatir,” ucap mang Yaya sambil membangunkan aku.
“Iya mang,” jawabku sambil bangun.
Baru saja bangun, ketika melihat hp sudah ada pesan masuk dari Silvi.
“Mang Yaya kenapa Bas, nanti ngobrol yah di rumah kamu, aku berangkat sekarang,” pesan dari Silvi, ketika aku lihat jam masuk chat itu, 07:00 dan sekarang sudah satu jam lebih dari pesan itu masuk.
Tidak tau kenapa, rasa percaya pada Silvi selalu aku rasakan, dibalik soal perasaan, karena apapun informasi yang dia berikan tidak pernah melenceng, apalagi selama dekat denganya, dia banyak cerita sebuah kebetulan yang selalu menjadi kenyataan.
Tidak lama aku melihat kak Salsa bangun dan duduk di sofa depan televisi.
ADVERTISEMENT
“Kak gimana sudah enakan?,” tanyaku.
“Bas, semalam kak ngeliat di sana ada perempuan, mengelus perutnya berkali-kali, kemudian kakak tanya, tapi kakak lupa lagi, tau-tau udah bangun aja ini,” jawab kak Salsa sambil melamun.
“Udah kak, semalam ada kejadian aneh, kakak kerasukan,” jawabku perlahan.
“Dari kemaren kakak chat sama Silvi terus Bas, bahas semua kejadian aneh di sini, kakak udah bener-bener takut Bas diam di sini, siap-siap yu, untuk beberapa hari jangan dulu di rumah ini, kakak udah bener-bener takut sekali Bas perempuan itu selalu kakak liat,” ucap kak Salsa, dengan gemeteran.
“Yaudah ayo, kakak juga siap-siap, sebentar lagi Silvi sama kak Nenah kesini, bisa keluar bareng aja,” jawabku mengikuti apa yang diinginkan kak Salsa.
Ilustrasi pergi, dok: pixabay
Segera aku mandi dan menyiapkan semuanya, selesai mandi bagian kak Salsa. Aku membawa beberapa salin saja, walau belum tau akan tinggal dulu sementara di mana.
ADVERTISEMENT
Tidak lama kak Nenah dan Silvi datang mengucapkan salam di depan rumah, segera aku buka.
“Bas Salsa gimana,” tanya kak Nenah.
“Kak Salsa ketakutan benar-benar, engga pengen tinggal di sini dulu,” jawabku.
“Jangan dulu ditanya soal kejadian pada Salsa, mau di rumahku juga tidak apa-apa Bas untuk sementara,” jawab Silvi.
“Di rumahku saja Vi, lagian sudah beberapa kali aku tawarkan pada Salsa tidak mau terus,” sahut kak Nenah sambil duduk di kursi depan rumah.
Sambil mengobrol dengan Silvi dan kak Nenah akhirnya kak Salsa keluar dengan membawa tas yang lumayan besar, segera aku mengambil tasku juga, baru saja keluar dari kamar, tiba-tiba ada suara keras sekali, mengedor pintu dapur. Tapi aku abaikan begitu saja.
ADVERTISEMENT
“Suara apa itu Bas,” tanya kak Salsa.
“Sudah ayo Bas, biarkan saja,” sahut Silvi.
Segera aku mengunci pintu rumah, dan melihat kak Salsa benar-benar sangat ketakutan, walau aku belum tau cerita dari apa saja yang sudah dialaminya, sampai ketakutan seperti itu.
Aku dan Silvi satu motor, sementara kak Salsa dengan kak Nenah, baru saja keluar rumah dan berbelok ke arah rumah yang aku yakini dan Silvi nomor 096 itu, tiba-tiba Silvi bilang
“Disana Bas,” ucap Silvi.
“Aku kemarin sudah liat Vi, tidak ada nomor itu, yang aku liat seperti ada cat yang berbeda, sepertinya udah dicopot, temboknya seperti ada bekas paku yang tertancap,” ucapku, tiba-tiba ingat semalam jari tangan mang Yaya diperban.
ADVERTISEMENT
“oh pantas saja,” jawab Silvi.
Aku mengikuti di belakang motor kak Nenah, karena belum sama sekali berkunjung ke rumahnya, sementara sepanjang perjalanan, Silvi menceritakan dan penasaran kepada mang Yaya, karena menurut dia hanya mang Yaya satu-satunya kunci yang mengetahui semuanya yang terjadi dua bulan kemarin.
Bersambung...