Misteri 096: Larut Malam (Part 6)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
16 Februari 2021 20:33 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ruangan horor, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruangan horor, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
“Percayakan Bas dengan apa yang aku katakan?,”tanya Silvi semakin erat memegang tanganku.
ADVERTISEMENT
“Percaya Vi, selagi tidak saling menganggu aku tidak apa-apa lagian namanya juga rumahkan yah Vi,” ucapku dengan pelan.
Silvi tidak menjawab dan hanya menganggukan kepalnya berkali-kali, tapi kemudian menggelengkan kepalanya juga.
“Maksudnya Vi?,” tanyaku.
“Tidak Bas, sudah kamu simpan aja nomor kamu, nanti jika ada waktu kita bisa bicara berdua saja,” ucap Silvi sambil memberikan hp yang berada di sebelahnya. Setelah selesai menyimpan nomor hpku di Silvi segera aku ke kamar dan berpesan kepada Silvi kalau ada apa-apa bangunkan saja aku di kamar dan Silvi hanya tesenyum saja dan mengangguk seolah itu persetujuan yang dia berikan.
Terbaring kembali, entah kenapa apa yang dikatakan Silvi membuat aku sangat percaya walau logikaku bisa saja berkata “bagaimana kamu percaya Bas, Silvi orang yang baru beberapa jam kamu kenal, tidak tau siapa dia sebenarnya dan darimana dia tau hal-hal soal rumah sebelah, apalagi tangisan apasih” tapi kalimat itu bisa dipatahkan dengan apa yang sudah aku rasakan apalagi dingin tanganya sudah bisa membuat aku yakin. “kalau benar, selama tidak menganggu tidak apa-apa” ucapku.
ADVERTISEMENT
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
Pagi harinya aku terbangun lumayan sangat siang bahkan sudah jam 10:00 dan teman-teman kak Salsa sudah tidak ada hanya melihat kak Salsa saja sedang duduk santai di ruangan tengah dengan laptop di depanya.
“Jadi engga hari ini ke stasiun kota?,” tanya kak Salsa.
“Jadi ayo bentar aku mandi kita ambil motorku kak buat jalan-jalan,” jawabku dengan senang.
“Motor tua juga hahha,” jawab kak Salsa yang selalu senang mengejekku.
Selesai mandi langsung saja aku dan kak Salsa bergegas ke stasiun kota, di jalan tidak hentinya-hentinya aku menanyakan soal Silvi.
“Idihhh inimah kamu suka Bas yah sama Silvi, cantik sih, tapi kadang suka melamun dan kita-kita mengakui sih Silvi bisa ke hal-hal begitu loh bas,” jawab kak Salsa ketika sedang berada di dalam angkutan umum.
ADVERTISEMENT
“Yeh inimah, wajarlah aku normal loh kak, emang mau adiknya suka sama cowo?,” jawabku sambil tertawa.
“Ya jangan Ibu pasti kecewa banget Bas haha, yaudah pepet ajasih kenalan aja dulu baik kok orangnya.” Jawab kak Salsa dengan sedikit tertawa geli.
Aku sengaja tidak menanyakan lagi ke arah apa yang diomongkan kak Salsa soal Silvi bisa ke hal-hal begitu, karena jawaban itu sudah menambah keyakinanku apa yang dikatakan Silvi semalaman memang benar.
Ilustrasi perempuan, dok: pixabay
Sampai di stasiun membereskan pembayaran, membeli bensin dan segalanya akhirnya aku dan kak Salsa bisa pulang dengan si “kukut” nama motor tuaku ini dan sekarang si kukut yang akan menemani aku besok untuk datang ke kampus.
Sore dan malam hari berjalan seperti biasanya tidak ada gangguan ataupun perasaan lain, apalagi selama aku yakin tidak saling mengganggu walaupun hanya baru sedikit apapun yang ingin aku tau sedikitnya informasi dari Silvi jelas sangat membantu. Untungnya aku disibukan dengan persipan untuk besok sehingga fokus pada urusan kampus saja.
ADVERTISEMENT
Dua bulan berjalan dengan cepat, setelah aku benar-benar diterima dimana yang sudah menjadi aku harpakan dan menjadi kenyataan, tentunya Ibu dan Bapak bahkan mang Yaya juga senang dengan kabar keterima, dan hari-hariku lebih melelahkan menyiapkan segalanya.
Bahkan kalau sampai rumah, aku lebih banyak tidur karena kelelahan apalagi masa-masa Ospek dan awal kuliah membuat aku harus beradaptasi dengan kebiasaan baru.
Akhirnya aku mempunyai teman dekat satu jurusan, Anton namanya, orangnya bahkan terbilang sangat cuek karena pertemuan dan satu kelompok di masa ospek sampai perkuliahan berjalan normal Anton ternyata satu kelas denganku.
“Bas, sesekali nongkrong di rumah kamu dong,” ucap Anton ketika sudah dua bulan dekat denganku.
“Boleh ayo,” ucapku.
Akhirnya Anton untuk pertama kalinya berkunjung ke rumah sore ini, karena Anton asli dari kota ini baginya daerah rumah tidak terlalu asing lagi buat dia.
ADVERTISEMENT
“Ayo masukin saja Ton motonya,” ketika sampai di rumah
“Jir… tua banget keren rumah ini,” ucap Anton, melihat kesan pertama pada rumah.
“Dulu bekas Nenek, pas sekali dengan kakaku di sini kuliah yaudah jadinya ditempatin aja Ton,” ucapku, langsung mengajak untuk bersantai di halaman belakang.
“Ini kenapa Bas ada gerbang?,” tanya Anton.
“Iya penghubung ke sana Ton,” jawabku, sambil menyeduh kopi di dapur.
Ilustrasi membuat kopi, dok: pixabay
Tidak lama sore menjelang malam tiba, dan aku mandi meninggalkan anton sendirian di halaman belakang, sementara kak Salsa belum pulang, dan biasanya rumah sudah rapih karena sore hari sebelum aku pulang pasti sudah dirapihkan oleh mang Yaya.
Karena sakit perut, mandiku lumayan cukup lama, dan aku yakin anton pasti nyaman di halaman belakang, apalagi dia sambil mengcharger hp nya. Sekitar 20 menit lebih selesai bersalin dan dalam keadaan segar, ketika berlajan ke belakang.
ADVERTISEMENT
“Gimana Ton, nyamankan di sini,” ucapku.
Yang membuat aku kaget Anton sudah tidak ada di kursi “kemana dia apa beli rokok,” ucapku.
Segera aku berjalan ke depan untuk melihat motornya, yang memang sudah tidak ada yang awalnya terparkir di samping si kukut sebelumnya.
Segera aku telepon dia bahkan sama sekali tidak diangkat, aku menunggu di ruangan tengah sambil santai setelah hampir 30 menit Anton sama sekali belum kembali, dan rasa khawatirku mulai muncul perlahan. Segera aku mengambil Hp dan berusaha menghungi lagi Anton.
“Yeh… kemana kali,” ucapku di telepon kepada Anton.
“Sorry Bas, pulang duluan,” jawab Anton dengan suara gemetar sekali.
“Yaudah engga apa-apa, kenapa Ton kok kaya yang gemeteran ngomongnya?,” tanyaku.
ADVERTISEMENT
“Gapapa Bas, sudah dulu yah nanti besok kalau ada kelas aku kabarin,” ucap Anton langsung mentup telepon.
“Aneh,” ucapku, padahal katanya mau santai lama di sini, tau-tau begitu. Aku sama sekali tidak berpikir apapun dan menganggap semuanya baik-baik saja. Sampai jam 20:00 malam ini kak Salsa belum juga pulang.
Segera aku telepon kak Salsa untuk memastikan membawa kunci rumah atau tidak.
“Kak masih di mana bawa kunci rumah tidak?,” tanyaku di telepon.
“Bawa Bas, kakak larut malam pulang, ini masih di rumah temen kok,” jawab kak Salsa.
“Yaudah aku kunci dulu semua pintu yah,” jawabku langsung menutup telepon karena malas sekali gerak dan sedikit lelah juga, aku masih terbaring saja di sofa ruangan tengah sambil melihat tanyangan televisi. Niat tidak memikirkan sama sekali apa yang terjadi pada Anton, tapi masih saja pikiran-pikiran dan rasa penasaran tentang apa yang dikatakan Kak Nenah tempo hari dan Silvi tentang informasi rumah sebelah perlahan datang kembali.
ADVERTISEMENT
“Apa karena rumah sebelah,” ucapku.
Akhirnya mataku perlahan ingin beristirahat, segera aku bangun dan mengunci semua pintu yang ada, dan kembali lagi tiduran di sofa. Perlahan mata terpejam dengan begitu saja dan dengan tiba-tiba aku mendengar suara pintu depan “bruk,” membangunkan aku yang baru saja terlelap “arrghhh” ucapku, sambil melihat jam yang ada di hp “jam 1” ucapku.
Terlihat kak Salsa berjalan dengan muka pucat dan badan yang sangat terlihat lelah sekali, bahkan jalanya sangat-sangat perlahan seperti orang yang benar-benar lelah, apalagi beberapa bagian rambutnya tidak rapih sama sekali. Pandanganya hanya ke bawah.
“Kak, tumben jam segini baru pulang,” tanyaku masih dalam kondisi mengantuk.
Kak Salsa hanya menganguk dan terus berjalan, tanpa menjawab sama sekali, aku yang melihat bagian samping muka kak Salsa yang semakin pucat, sama sekali tidak curiga
ADVERTISEMENT
“Kelelahan kali,” ucapku.
Segera aku berdiri dan melihat kak Salsa sedang berdiri di depan cermin kamarnya yang besar.
“Kak aku pindah ke kamar yah, nanti pagi aku bangunin kalau mau berangkat,” ucapku, sambil berjalan ke kamar.
Sama sekali tidak ada jawaban, kak Salsa tetap mematung begitu saja.
“Kenapa kali, aneh,” ucapku ketika terbaring di kasur kamar, dan mencoba untuk kembali tertidur walaupun tercium bau bunga pertama kali yang aku rasakan sangat wangi sekali, walaupun beberapa kali bulu pundak beridiri bergitu saja.
“Arrrghhh…” ucapku, sambil menutup muka dengan bantal karena benar-benar sudah sangat mengantuk.
Bersambung...