Misteri Nyi Ratu Blorong (XIII)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
28 Maret 2020 23:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nyi Ratu Blorong, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Nyi Ratu Blorong, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jantungnya mulai berdegup kencang serta bibirnya bergetar, pakde Pakde Pakde! tangannya mencoba bergerak dan kakinya juga ikut mulai berjalan,perlahan tangan udin mau meraih tubuh pak dhe karto yang terlilit ular besar.
ADVERTISEMENT
“Mas, mas, mas, bangun, bangun, bangun," suara istri Udin yang membangunkannya. Udin langsung membuka mata dan duduk, keringat dingin mulai mengucur dari sela-sela kulitnya. Napasnya masih ngos-ngosan perlahan ditenangkan istrinya. Udin hanya duduk termenung dengan tatapan kosong ke bawah, ia merasa pak dhe karto sangat nyata dilihatnya barusan.
Istrinya Udin berjalan ke dapur mengambil segelas air dan memberikan kepada udin. Tangan istrinya mulai meminumkan dengan pelan air putih itu sampai habis.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter.com/bayuuubiruuu]
“Sebenarnya mimpi apa pak, kok sampai berteriak-teriak panggil Pak dhe… Pak dhe, sampai kaget aku pak," Tanya istri Udin
“Aku mimpi pakde Karto dililit ular besar bu," Kata Udin dengan raut muka sedih dan takut
ADVERTISEMENT
“Yang bener pak?," Sahut istri Udin
“Iya bu,"
Setelah ketegangan dan kesadaran udin pulih ia menceritakan mimpinya secara detail kepada istrinya, tapi istrinya menanggapi dengan tenang.
“Bunganya tidur itu pak, yang banyak istighfar pak, nyebut pak," Pinta istri Udin. Malam itu seusai bermimpi, Udin istrinya duduk berdua di ruang tamunya, beberapa saat kemudian Udin disuruh istrinya untuk sholat malam. Udin pun mengikuti perintah istrinya, waktu sholat udin masih teringat jelas dalam pikirannya tentang permintaan pakde Karto.
Hingga pagi menjelang Udin masih duduk terjaga diatas sajadah dan tetap terdiam dalam kamarnya, padahal istri Udin sendiri sudah sibuk di dapur sehabis subuh untuk menyiapkan sarapan dan bersih-bersih rumah. Ketiga anak udin juga sudah selesai mandi dan sudah siap pergi bersekolah.
ADVERTISEMENT
Rumah udin semakin sepi ketika anak-anaknya pergi bersekolah, Kelambu kamar Udin tersibak dan terbuka oleh tangannya. Langkah kaki Udin keluar menuju belakang rumah, dalam perjalanannya melewati dapur ia tidak memperhatikan apa pun yang berada dirumah.
Udin langsung duduk di kursi kayu dibawah pohon keres dengan tatapan kosong dan perasaan gelisah, tak berapa lama Sarji dari belakang rumahnya datang menghampirinya seperti biasa.
Udin langsung duduk diatas kursi dibawah pohon keres, dok: pixabay
“Ada apa din?," Tanya sarji yang mengagetkan Udin ditengah lamunannya.
“Tidak ada apa-apa ji," Jawab Udin yang mulai reda rasa gelisahnya.
“Tidak biasanya kamu seperti ini," Sergah sarji yang tak percaya atas gerak-gerik dan ekspersi wajah Udin.
Lama terdiam, Perlahan bibir Udin mulai menceritakan mimpinya semalam kepada Sarji, sedangkan Sarji yang duduk disampingnya mengamati dan memperhatikan penjelasan Udin dengan serius. Diakhir cerita Udin menoleh kepada Sarji yang masih disampingnya, “Gimana Ji menurut kamu?,"Tanya udin serius.
ADVERTISEMENT
“Ya anggap saja bunganya tidur din, toh bapaku sudah tidak ada, jangan diingat-ingat terus," Udin kembali diam karena jawaban yang didapat sama dengan jawaban istrinya.
Merasa belum puas dan kecewa atas jawaban yang didapat pagi hari, Udin tanpa pamit kepada Sarji serta istrinya ia langsung pergi ke temannya yang lain untuk menanyakan pekerjaan baru. Ia bermaksud mencari pekerjaan dengan tujuan utamanya adalah untuk menutup utang yang sudah membelit pedih dan menghilangkan kenangan mimpi bersama Pakde Karto.
Tiga hari selanjutnya, akhirnya Udin dipanggil temannya untuk bekerja meski sebagai kuli pasar. Meski penghasilannya masih dibilang kurang dari cukup dalam sehari, tetapi ia jalani dari pada tidak ada pemasukan sama sekali. Kegiatan keagamaan dirumah Sarji terus berlanjut sampai tujuh hari. Hari ketujuh Seperti biasa di sore hari selepas dari pasar, sekitar jam lima udin membantu mempersiapkan perlengkapan dan ikut acara keagamaan selepas magrib.
ADVERTISEMENT
Malam hari ketujuh Udin pulang larut lagi, ia langsung tidur di kamarnya bersama istrinya. Sekitar jam tiga dini hari, ia terbangun karena ia sudah tak tahan ingin buang air kecil. Kaki Udin berjalan dengan cepat menuju kamar mandi yang berada dibelakang rumah, letaknya kamar mandinya kebetulan terpisah dari rumah utama. Udin berjalan melewati dapur dan membuka daun pintunya dengan cepat, ia berjalan tanpa memperhatikan keadaan sekitar sama sekali karena sudah tak tahan lagi menahan untuk buang air kecil.
Selesai dari kamar mandi dengan kesadarannya sudah pulih seratus persen, ia berjalan masuk kerumah dengan pelan, tak sengaja kepalanya menoleh ke arah pohon keres yang menjadi tempat favoritnya selama ini.
Dari sorot sinar kuning belakang rumah Udin dan Sarji saling bertemu, nampak sosok pakde Karto duduk sendirian dengan wajah menghitam hidung masih tersumpal kapas, bibir pucat dan kain kafannya sangat lusuh kecoklatan.
ADVERTISEMENT
Keadaan pak dhe karto yang berdiri menatap udin sudah menjadi pocong dan kondisinya diseluruh tubuhnya terlihat seperti habis tercabik-cabik sesuatu yang tajam. Seluruh kain kafannya terkoyak dengan kain yang lusuh serta mengeluarkan darah, bau amis dan busuk.
Pocong, dok: pixabay
Melihat kondisi Pakde Karto yang menyeramkan, udin langsung berlari cepat kembali kerumahnya. “Braakkk” suara pintu dapur yang dibanting udin tanpa menguncinya kembali, ia berlari secepat kuda serta membaca do’a sebisa-bisanya.
Sampai di kamar, sempat mengunci daun pintu kamarnya yang terbuat dari triplek. Sampai di kamar Udin langsung membantingkan tubuhnya di ranjang. Tubuh udin tidur tertelungkup, ikut berdesakan dengan istri dan anaknya tanpa ada kata yang terucap.
Istri dan anak-anak Udin pun tak ada yang bangun atas desakan tubuh udin, hanya gerakan tak sadar anaknya yang memeluknya dari samping. Samar – samar dari belakang rumah udin ada yang memanggil “Diiiinnn, udiiiiinnnnnnn, udinn,” iki pakde le tulungono pakde le”
ADVERTISEMENT
Udinpun tak menghiraukan panggilan itu. Karena ia sadar pak dhe karto sudah meninggal, dalam ketakutan sendirian ia langsung menutup telinganya dengan bantal rapat-rapat.Meski rasa sesak di dada dan bernafas sulit ia tetap membaca doa atau kalimat apa pun sebisanya karena takut,
Braakkkk…Nggikkk…ngikkk” Suara pintu dapur udin yang terbanting dan melambai karena belum terkunci. Hembusan angin yang kencang dari dapurnya tiba-tiba ikut masuk kedalam kamar udin melewati sela-sela pintu kamarnya.
Udin yang ketakutan tetap berusaha tidur dan membaca do’a sebisanya sampai akhirnya ia tertidur dalam ketakutan. Pagi harinya udin bangun paling akhir, udin langsung berjalan ke setiap sudut rumah mencari dan memeriksa keberadaan istrinya.
Sampai akhirnya Udin menemukan istrinya berjalan masuk dari depan rumah, istrinya udin habis mengantar anaknya sekolah dan belanja di warung. Saat istrinya baru berjalan melewati ruang tamu udin langsung menghampiri istrinya dan menceritakan yang dia alami tadi malam, belum selesai udin bercerita.
ADVERTISEMENT
Alah pak, pagi-pagi cerita hantu pak dhe karto lagi, sudah cepet berangkat kerja dulu sana pak. Sudah siang ini," Jawab istri Udin yang kesal dan mengomel tak jelas. Pada dasarnya istri udin tidak mempercayai hal-hal semacam itu dalam hidupnya. Dengan sedikit amarah istrinya udin memintanya untuk banyak–banyak berdoa.
Bersambung...