Misteri Nyi Ratu Blorong (XIV)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
30 Maret 2020 22:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nyi Ratu Blorong, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Nyi Ratu Blorong, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Tanpa banyak kata Udin langsung mandi dan berkemas, tanpa sarapan pagi ia langsung menuju pasar. Kuli panggul waktu itu memang banyak saingan jadi untuk hari itu udin tidak mendapat jatah untuk membawa barang, karena udin juga berangkatnya sudah siang.
ADVERTISEMENT
Dengan langkah sedih Udin bukannya pulang malah pergi kewarung langganan, ia kembali mencatat hutangnya dan tak perduli berapa banyak lagi hutangnya sudah menumpuk. Sedang para pengunjung yang lain tahu akan keadaan udin memandangnya dengan tatapan sinis.
Tapi Udin tak memperdulikan bisikan dan pandangan miring terhadapanya, karena disisi lain pikiran Udin sudah berat dan kalut ia hanya ingin sejenak melepas kepenatan dalam hidupnya diwarung kesayangan. Sesaat baru duduk didalam warung kakaknya yang sebagai Moden datang yang lewat depan warung langsung menghampirinya, karena tahu ada adiknya yang duduk menyendiri didalam.
Setelah bersalaman dan menanyakan kabar tanpa basa basi Udin langsung menceritakan kejadian yang dialami semalam. Udin siang itu yang masih sedikit takut langsung diberi do’a sama Moden agar tidak diganggu lagi sama hantu pakde Karto.
ADVERTISEMENT
Dengan kesibukan Moden saat itu, ia tidak bisa lama-lama menemani adiknya diwarung. Siang itu juga Moden yang sudah ada janji dengan warga memutuskan beranjak pergi meninggalkan udin duduk sendirian.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter.com/bayuuubiruuu]
Sekian lama dia duduk selonjoran sendirian dan bermain angan-angannya bersama rokoknya sisa semalam tinggal separuh. Waktu siang beranjak ke sore hari, teman karibnya datang menyusulnya kewarung, Udin masih terdiam sendiri dalam lamunannya. Tiba- tiba Udin dikagetkan tepukan tangan dipundaknya,
“Kenapa kamu din ngelamun saja," Tanya Sarji yang ikut duduk disampingnya.
"Eh kamu ji, mengagetkan saja," Jawab Udin yang mulai membenarkan posisi duduknya dari selonjoran. “dari mana kamu?," tanya Udin.
“daritadi nyariin kamu din," Jawab sarji.
ADVERTISEMENT
“Memang kamu kalau tidak ketemu saya sehari saja kangen ya," Goda Udin dengan kesal. “Hahaha bisa saja kamu ini din," Jawab Sarji bahagia.
Obrolan mereka pun berlanjut, Sarji tahu apa yang dipikirkan Udin. “Sudah tenang saja, kalau butuh uang bicara saja. Jangan seperti ini," Pinta sarji. “Ya Ji," Jawab Udin.
Sarji sore itu menghibur Udin, candaan Sarji yang jenaka membuat Udin sendiri cukup terhibur dan melupakan beban hidupnya. Tapi disaat kebersamaan yang akrab itu, Udin enggan untuk menceritakan kejadian semalam kepada Sarji.
Khawatir Sarji akan berburuk sangka kepadanya, selanjutnya udin dan Sarji melanjutkan canda tawa sampai sore hari. Menjelang magrib mereka pulang bersama kerumah, sarji yang membayar makan dan minumnya udin.
ADVERTISEMENT
Saat sampai dirumah tak lupa Sarji membantu Udin lagi dengan memberikan sejumlah uang untuk kebutuhan keluarga Udin. Hari berganti minggu, udin sudah tidak mendapat gangguan lagi dari hantu pakdhe karto. Bulan purnama kedua datang menyambut.
Sarji melakukan hal seperti malam purnama pertama dengan Nyi Ratu Blorong. Paginya juga ia pergi menjual hasil jerih payahnya tetap bersama Udin, setelah mendapatkan uang Sarji juga memberikan bagian kepada Udin meski tambah sedikit bagiannya.
Hari terus berjalan, disaat mejelang empat puluh harinya pakde Karto, pagi yang masih buta Ronald datang kerumah Sarji. Seperti biasa ia bertamu kepada kawan seperguruan dan menagih uang kepada sarji, si tuan rumah sendiripun sudah menyiapkan sejumlah uang untuk melunasi hutangnya kepada Ronald. Bahkan dalam dua bulan Sarji sudah mampu melunasi hutang-hutangnya ditempat lain. Pagi itu Transaksi berjalan lancar, pembayaran hutang diterima Ronald dengan senang hati.
Sarji mampu melunasi utangnya kepada Ronald, dok: pixabay
Ronald sendiri mengajak bercengkrama Sarji diruang tamunya setelah melihat temannya sudah berhasil, kedekatan mereka sudah seperti saudara kandung sendiri. Matahari mulai meninggi, sinarnya ikut masuk menerangi ruang tamu sarji.
ADVERTISEMENT
Ronald melihat kedatangan tamu masuk kerumah Sarji semakin siang semakin banyak yang datang, dengan rasa semakin penasaran ia bertanya kepada sarji.
“Ada apa ji, kok orang-orang pada berdatangan?,"
“Oh, orang-orang itu mau membantu buat acara empat puluh harinya bapak," Jawab Sarji dengan tenang
“Loh bapak kamu kena apa Ji," Tanya Ronald penasaran
“Bapaku meninggal nald," jawab sarji mulai sedih
“Kok tidak bialang dari tadi kamu," Tegas Ronald
“Halah buat apa nald, penting kamu sekarang sudah tahu sendiri kan sudah beres," Kata sarji
“Sama Ji, istriku habis meninggal. Kemarin habis tujuh harinya,” Kata Ronald serta menekuk wajahnya kebawah
“Masa sih Nald?," Tanya sarji kaget
“Erna istrimu itu meninggal? Kena apa nald?," cerocos sarji serius
ADVERTISEMENT
“kecelakaan Ji, " jawab Ronald singkat
Selanjutnya Ronald menjelaskan Panjang lebar dan detail, perihal kronologi istrinya Ronald meninggal. Sedangkan Sarji menyambung cerita Ronald dengan cerita bapaknya sendiri yang meninggal. Mereka berdua merasa sedih karena ada kesamaan dalam nasib yang hampir bersamaan. Tapi ada sesuatu hal dari Sarji dan Ronald yang masing-masing disembunyikan, merekapun tak mau terbuka seutuhnya tentang masalah kematian anggota keluarganya.
Diakhir pertemuan, Ronald menawarkkan kerjasama kepada sarji untuk usaha. Perlahan Ronald membujuk Sarji melakukan hal itu agar kekayaan sarji yang didapat secara singkat dari Nyi Ratu tidak menimbulkan kecurigaan dimata masyarakat.
Sarji yang habis mendengar tawaran Ronald tanpa pikir panjang mengiyakan kerjasama tersebut, ia berpikir ada benarnya juga pendapat dan tawaran Ronald ini. Mereka berdua sepakat kerjasama akan dimulai minggu depan, karena Sarji sendiri sudah punya gambaran toko dan gudang yang siap disewa.
ADVERTISEMENT
Besoknya sarji mengajak Udin pergi untuk menemui serta bernegosiasi dengan pemilik toko dan gudang, setelah bertemu dirumah pemiliknya perdebatan panjang tawar menawar sewa antara sarji dan pemilik sangat lama. Sampai akhirnya sore hari kesepaktan tercapai, udin yang masih kerja kuli panggul dipasar ditunjuk oleh sarji untuk mengelola usaha tersebut.
Dengan senang hati Udin menerimanya dan pensiun jadi kuli panggul hari itu juga, keesokan hari Udin membersihkan toko dan gudang dibantu para pekerja lain. Sarji sendiri pergi bersama ronald untuk belanja mengisi toko dan gudangnya.
Sarji dan Ronald sepakat untuk bekerjasama, dok: pixabay
Sebagian isi toko Sarji barangnya dipasok oleh Ronald, mulai besi, semen, cat dan barang yang bersifat fabrikasi. Tak begitu lama toko sarji seminggu kemudian dibuka. Diawal pembukaan langsung ramai pengunjung karena toko sarji terbilang besar.
ADVERTISEMENT
Karena juga ditempat Sarji masih jarang toko bangunan yang serba lengkap serta tempanya yang terbilang strategis. Usaha yang pada awalnya hanya sebagai topeng dengan berjalannya waktu kini benar-benar berjalan diluar dugaannya.
Bulan demi bulan, purnama demi purnama telah dilewati Sarji. Pundi-pundi Kekayaannya semakin meningkat pesat, kebahagiaan ditahun pertama keluarga Sarji semakin terlihat. Mulai dari merenovasi rumahnya dan membuat garasi kendaraan pribadinya yang besar serta mewah.
Sarji juga membeli kendaraan roda dua, roda empat dan roda enam, begitu juga tanah-tanahnya semakin bertambah. Sarji juga membeli beberapa sawah didaerahnya, dengan bertambahnya semua itu Udin selaku orang kepercayaannya tetap mengelola semua harta sarji.
Menumpuknya beban Udin, gaji yang ia dapat juga semakin besar sampai akhirnya ia bisa melunasi semua hutang-hutangnya. Dengan kesuksesan Sarji sikap Udin selama itu juga tidak menaruh kecurigaan apapun kepadanya, karena setahu Udin selama ini sarji masih bertingkah normal.
ADVERTISEMENT
Udin beranggapan bahwa Sarji selama itu hanya melakukan amalan yang dikasih Mbah Dirjo. Sedangkan Kematian bapaknya Sarji sudah terlupakan oleh harta yang datang tiba-tiba serta melimpah. Tapi ibunya masih belum bisa melupakan pakde Karto, dan istri Sarji juga sampai saat itu juga masih belum dikaruniai anak.
Selepas bulan purnama ketiga belas, ibu sarji atau bude Karto tidak seperti biasanya. Pagi hari selepas sholat subuh ia memasak didapur sendirian.
Bude Karto masak dengan semangat, entah apa yang menjadikannya demikian pagi itu. Pertama budhe menanak nasi terlebih dahulu, sambil menunggu nasi matang, bude karto mulai memasak sayur.
Bersambung...