Misteri Nyi Ratu Blorong (XV)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
1 April 2020 20:42 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nyi Ratu Blorong, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Nyi Ratu Blorong, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Bude Karto mengambil sayur sop yang sudah tersedia di lemari dapur atas ke lantai dekat pintu, perlahan dia duduk di bawah bersiap mengupas kulit kentang. Ia dengan perlahan dan hati-hati mengupas, memotong wortel, dan kentang kecil-kecil di atas talenan kayu, di tengah kegiatannya memotong semua sayuran yang hampir selesai ada ular kecil hitam mendatanginya dari bawah sela-sela pintu di sampingnya. Spontan bude Karto yang kebetulan melihatnya, dengan cepat mendatangi ular kecil itu.
ADVERTISEMENT
Bude Karto yang sudah membawa pisau melekat digenggamannya, tanpa berpikir panjang dia langsung mencincangnya jadi kecil-kecil seperti potongan sayuran. Melihat ular kecil sudah mati, bude Karto mengumpulkan potongan tubuh ular itu dengan sapu lidi, dengan segera ia memasukkan ke kantong plastik hitam dan membuang di belakang rumah.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter.com/bayuuubiruuu]
Tepatnya sampah ular itu masuk di rerimbunan semak-semak rumput yang agak tinggi. Tapi tak berapa lama potongan-potongan ular memanjang membentuk kepala dan ekor kembali, dari sekian banyak bagian potongan akhirnya menjadi ular kecil yang utuh seperti sedia kala. Ular yang kembali hidup mendatangi bude Karto dengan cepat di dapur.
Di saat Budhe Karto yang berdiri di dapur mencuci sayuran, tak sadar di bawah kaki bede Karto telah berkumpul banyak ular, di waktu kepalanya menunduk bude Karto kaget bukan kepalang. Karena hal yang aneh terjadi di depan matanya begitu banyak ular di lantai, ia tertegun sejenak melihat kejadian ini.
ADVERTISEMENT
Masih dalam diamnya bude Karto, ular-ular kecil yang sudah d ibawahnya dengan cepat kepalanya naik sedikit untuk menggigit kakinya. Sadar ular itu akan mengingit, bude Karto berlari ke depan dan berteriak
”Tolong, tolong Ji ada banyak ular," tapi apa daya dalam pelariannya ke depan tak sadar kaki bude Karto sudah terpatuk beberapa ular.
Ilustrasi Bude Karto berteriak meminta tolong, dok: pixabay
Sarji yang kaget, langsung keluar kamar dan menghampiri ibunya. “Ada apa bu," tanya Sarji dengan memegangi kedua bahu ibunya. “Itu nak banyak ular mengejar aku," Jawab ibunya menatap Sarji serta berjingkrak-jingkrak karena panik dan takut.
Sarji melihat di belakang ibunya tidak ada apa pun, dan ia kembali menatap ibunya.
“Mana buk, tidak ada apa-apa gitu," Jawabnya dengan meyakinkan dan menenangkan ibunya. Bude Karto ikut melihat di belakangnya ternyata ular-ular kecil tadi sudah tidak ada, saat perasaan budhe karto mulai tenang. Tapi ia merasakan sakit dik edua kakinya seperti ditusuk-tusuk jarum.
ADVERTISEMENT
“Tapi kakiku kok sakit begini le," Kata ibunya yang memegangi kaki kanannya. “Sebentar bu, anda duduk dulu di kursi saya lihat dulu," Perintah Sarji.
Sarji kemudian berjongkok untuk melihat kedua kaki ibunya yang dirasa sakit, dia melihat dengan cermat dan perlahan. Sekian kali diamati dengan mata sarji sangat dekat, kedua Kaki ibunya tidak ada bekas apa pun, semua kulit kakinya terlihat normal.
Dalam lubuk hatinya teringat kejadian akan hal dialami oleh bapaknya satu tahun yang lalu, dalam keadaan panik dan sedih ia langsung memutuskan untuk mengajak ibunya ke dokter terbaik di kotanya.
Karena semakin lama ibunya merasa semakin merasakan sakit di kakinya, sampai rasa sakit itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Dalam kondisi kesakitan, ibunya dibawa dengan cepat oleh sarji dan istrinya ke dokter. Waktu di tempat dokter ibunya diperiksa dan langsung disuntik, perlahan sakit ibunya Sarji mereda untuk sementara.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi ibu sarji yang sudah tenang dan merasa baikkan mereka kembali membawa ibunya pulang ke rumah. Sampai di rumah Ibunya dibaringkan di tempat tidur kamarnya, dan dijaga oleh istri Sarji. Sementara Sarji pergi ke toko dan sawah untuk sekedar mengawasi serta melihat hasil kerja udin di lapangan.
Hari menjelang malam, Udin dan Sarji pulang bersama. Kedatangan mereka berdua dikagetkan dengan banyak orang yang sudah memenuhi rumah Sarji, dan tangis pilu dari beberapa tetangga serta kerabat sarji yang sudah berada di rumahnya.
Sarji masuk perlahan ke rumahnya di tengah kerumunan warga, beberapa warga yang dan kerabat yang sudah berdiri berjajar di dalam rumahnya. Ia melewati beberapa kerabatnya dan menepuk pundak Sarji dengan mengatakan “Yang sabar Ji," Setelah tiba di kamar ibunya ia melihat ibunya sudah tiada lagi, sedangkan istrinya tetap setia menangis di samping mayat ibu Sarji.
ADVERTISEMENT
Singkat kata, malam itu sekitar jam sebelas malam ibu Sarji langsung dikebumikan. Dari sinilah kekacauan hidup mereka dan inti dari cerita Nyi Ratu Blorong dimulai.
Sebut saja Retno untuk panggilan istri Sarji, ia masih sedih di malam kematian ibu mertuanya. Dari hubungan kekeluargaan, beberapa kerabat ikut menginap di rumahnya, saudara yang menginap di rumah Sarji ikut menenangkan kondisi Retno.
Saat itu kondisi Retno sangat terpukul karena kehilangan ibu mertua secara tiba-tiba, rumah mereka yang mewah kini diisi dengan kesedihannya. Dari sorot mata yang sayu dia kelihatan memikirkan ke depan tentang rumahnya akan menjadi sepi tanpa mertua dan anak.
Retno saat ini sangat terpukul dengan kejadian yang menimpanya, dok: pixabay
Pagi menjelang, tamu dari jauh yang baru tahu mulai berdatangan. Sedang keluarga yang menginap ikut membantu untuk acara keagamaan di malam hari. Hari terus berjalan sesuai arahnya, Di hari ketiga kematian ibu mertuanya Retno, ia tidur ditemani mbak Sri.
ADVERTISEMENT
Karena Retno keluarga yang menginap sudah pulang semua. Kebetulan mbak Sri ini juga adalah tetangga belakang rumah, istrinya Udin. Mereka selain tetangga dekat, juga sudah kenal lama sebelum berumah tangga.
Malam hari, setelah acara selesai mereka membereskan rumah dan tidur di waktu tidak terlalu malam sekitar jam sepuluh. Retno dan Sri serta ketiga anaknya tidur berjajar di ruang tengah beralaskan kasur yang tipis.
Sedangkan Udin dan Sarji sendiri setelah acara keagamaan langsung keluar berdua ke gudang, karena ada banyak barang yang datang dan harus masuk malam itu juga. Sekitar jam satu dini hari, Retno terbangun dari tidurnya.
Ia mendengar ada yang memanggil-manggil namanya dari belakang rumah. “Nak..nak…nak Retno..ini ibu sama bapak." Panggilan ini berulang kali sehingga Retno yang mulai jengah dengan suara-suara panggilan ini, dengan kepala yang masih kantuk ia memberanikan diri berjalan ke ruang dapur dan mencari asal suara tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia memandangi semua sudut ruang dapur terlebih dahulu dengan bantuan cahaya kuning dari belakang ruang dapur, sampai akhirnya Retno menyibak pelan tirai dapur yang menutupi jendela bersekat kaca bening. Saat ia melihat keluar tak ada apa pun di belakang rumahnya hanya sorot lampu kuning dari atas plafon.
Dengan perasaan jengkel Ia memutuskan kembali untuk tidur, tapi saat Retno baru berjalan di tengah dapur suara panggilan itu muncul lagi. Kali ini Retno sudah hilang rasa takutnya, ia memutar arah dan berjalan kembali mendekat ke jendela.
Bersambung...