Misteri Rumah Kopel: Pernikahan (Part 1)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
23 Januari 2021 18:54 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi rumah horor, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rumah horor, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Kali ini Sobat Dukun dapat persembahan kisah horor dari seorang penulis cerita yang apik dan sudah pasti berpengalaman. Kisah ini diambil dari kisah nyata yang nama, alamat serta lokasinya disamarkan.
ADVERTISEMENT
Kisah ini datang dari seorang sebut saja pak Rahmat, ia merupakan salah satu anggota kepolisian. Dia berasal dari pulau Jawa dan ditugaskan Kalimantan. Dia bertemu wanita dan menikah.
Kejadian bermula ketika Istrinya tengah hamil dan dia bawa ke Rumah Kopel atau Rumah Dinasnya. Sang Istri mulai merasakan kejadian aneh.
Misteri Rumah Kopel dan kejadian mistis di dalamnya akan dibuka dari cerita sang Istri yang merambat ke Pak Rahmat dan warga sekitar.
Lanjut ke cerita, akan ditulis dari sudut pandang pak Rahmat.
Awal tahun 1998 aku ditugaskan ke Kalimantan, selama 4 bulan bergutas di sana, aku berkenalan dengan seorang wanita bernama Harti. Harti berdarah Jawa, tetapi dia lahir di Kalimantan.
Orang tua Harti dulunya anggota kepolisian dan sekarang sudah pensiun. Karena adanya ketertarikan di antara kami berdua, bulan Januari, tahun 1999 akhirnya kami memutuskan untuk menikah.
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan kemudian, waktu itu aku mengajak Harti untuk tinggal di rumah Dinas. Rumah panggung tetapi Rumahnya Kopel (Rumah Panjang).
Penghuni Rumah Kopel bukan hanya anggota Kepolisian saja. tetapi ada Petugas Kesehatan, PPL (petugas penyuluh lapangan) dan penyuluh pertanian. tetapi, mereka sedang ada tugas lapangan.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/RamaAtmaja_HCR]
Di sini lahannya begitu luas, dari satu lahan ke lahan lain berjarak amat jauh. Harti tengah hamil 6 bulan saat itu sehabis salat asar Harti sempatkan untuk tiduran.
Semilir angin masuk lewat celah dinding rumah yang terbuat dari kayu, membuat mata Harti kian meredup karena kesejukannya, tak sadar, Harti menutup mata dan terlelap.
Aku sedang ada di bawah rumah. Namanya Rumah Panggung, jadi di bawah ada celah untuk kami biasa nongkrong atau parkir sepeda motor.
ADVERTISEMENT
Aku menaiki anak tangga dan masuk ke dalam rumah. Melihat istri yang tengah tertidur, aku tak berani membangunkanya. Aku duduk di atas tikar di samping dia.
Di rumah ini tidak ada meja atau kursi. Kami biasa duduk di lantai yang kami pasangi tikar. Melihat wajah istri yang tengah pulas tertidur membuatku sedikit tersenyum, apa lagi membayangkan tak lama lagi kita punya momongan.
Ilustrasi kehamilan, dok: pixabay
Tak lama angin kencang datang, memudarkan bayangan indah dalam lamunan. Tikar tersingkap membuatku langsung panik. Sementara Harti kaget dan terbangun.
Kami memegangi tikar, saling menatap Harti berkata. "Gak tahu, kok jadi seperti ini!,".
Aku bingung mengapa dia bisa mengucapkan kata tersebut. Pikiranku jadi tidak enak. Apalagi Ibu Hamil, kadang kesensitifannya lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
"Prang," terdengar suara piring pecah. Harti bergegas menuju sumber suara yang datangnya dari arah dapur.
Harti berjalan dengan langkah kecil, sambil beberapa kali menyagah perut buncitnya dengan tangan. Setibanya di dapur Harti kaget dan mematung ketika melihat ke arah meja makan. Dilihatnya piring yang hancur berkeping-keping, tetapi pecahannya tak berserakan.
Piring pecah di atas meja, di atas pacahan piring masih tersusun rapi ikan goreng yang dia taruh di atas piring tersebut. Tak bisa terbayang anehnya. Meja kecil berisikan gelas, setoples gula dan setoples kerupuk tak bergeser sedikit pun. tetapi, mengapa tiba-tiba piring ini bisa pecah dengan sendirinya?!.
"Astagfirullahaladzim," Harti berucap dengan nada lirih.
Harti berlari menuju ke arahku. Dengan wajah pucat Harti bercerita dan menarik paksa aku tuk berdiri. Kami berdiri dan saling menatap, aku mencoba menenangkan dia yang tengah panik.
ADVERTISEMENT
"Mungkin itu cuma kucing," ucapku pelan tetapi tak membuat Harti tenang, justru dia makin panik.
"Mana mungkin ada kucing masuk?, pintu dan jendela saya tutup rapat," ucapnya dengan nada setengah teriak.
Aku hanya terdiam dan Harti melanjutkan kata-katanya, "Kan, Mas sedang sakit gigi, jadi pintu dan jendela aku kunci supaya tak mengganggu Mas yang sedang sakit," terang Harti.
Aku hanya bisa mendengarkan tanpa banyak berkata, karena menahan sakit gigi yang aku derita. Seingatku kejadian tersebut terjadi pada hari Rabu.
Melihat Harti yang panik dan tak kunjung meredup, aku membawa dia ke rumah orang tuanya. Jarak yang kami tempuh lumayan jauh. Aku juga berpikir aneh tentang kejadian tersebut dan sampai membuat bulu pundakku meremang.
ADVERTISEMENT
Semalaman kita menginap di rumah orang tua Harti. Hari kamis kami pulang. Siang ini Harti mengundang Ibu-ibu jamaah yasin untuk mengadakan yasinan di rumah kita.
Sehabis asar, sekitar jam 4 sore mereka datang. Kita yasinan sampai jam setengah 6. Selepas mereka pergi, Harti mengajakku untuk menginap lagi di rumah orang tuanya. Harti masih merasa takut dan tak berani untuk tidur di sini.
Aku menuruti apa kemauan dia dan kita menginap di rumah orang tua Harti sampai hari Senin.
"Ayo Mas kita pulang, aku takut kalau dibiarkan agak lama. Nanti rumah kita kotor," ucap Harti.
Aku menurutinya dan siang ini kami pulang ke rumah. Sesampainya di rumah aku duduk di teras, sedangkan Harti sedang sibuk membersihkan rumah.
ADVERTISEMENT
Tak lama temanku Sodikun berkunjung.
"Assalamualaikum,"
"Walaikumsalam, sini Dik duduk," ucapku menyuruh Sodikun duduk di sebelah.
Ilustrasi teras rumah, dok: pixabay
"Tumben main, ada apa Dik?,"
"Gak ada apa-apa Mas, cuma mau main saja,"
Kami terdiam sejenak, kulihat wajahnya seperti menyimpan sesuatu.
"Jadi sebenarnya begini Mas, waktu malam Jumat kemarin aku ke sini. Aku lihat dari jauh rumah Mas ada orangnya. Ketika sampai di rumah, Aku memanggil nama Mas beberapa kali tetapi tak ada jawaban, jadi aku langsung bergegas pulang karena takut daerah ini kan rawan," setelah mendengar ceritanya, aku mencoba bercerita kepadanya tentang piring yang pecah tempo hari. tetapi, dia tidak percaya.
"Bagaimana sih ni orang, cerita sendiri mau didengar, tetapi ceritaku dia tidak percaya," gumamku dalam hati dan sedikit tersenyum melihat kearahnya.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian aneh tersebut, aku mengajak tetangga untuk begadang di rumah. Kita main kerambol dan Remi, sedangkan kalau malam minggu, Harti aku ajak jalan-jalan sampai jam 3 pagi.
Tidak terasa kandungan Harti sudah 8 bulan, aku mengajaknya untuk berkumpul dengan warga Jawa Tengah yang ada di sini (Kalimantan), karena ada acara.
Setelah acara selesai, sambil mengisi waktu luang kami main remi. Tak terasa sudah pukul 3 pagi. Aku langsung mengajak Harti pulang. Sesampainya di rumah kita langsung masuk kamar.
Aku langsung tertidur, sedangkan Harti tak bisa tidur. Dia mendengar ada suara benda menggelinding. Terdengar seperti suara cobek yang tengah dimainkan. Tak lama terdengar decit suara kran yang tengah dibuka.
Suara air mengalir begitu jelas karena suasana yang begitu hening.
ADVERTISEMENT
"Byur... Byur... Byur," terdengar suara orang sedang mandi.
Waktu itu Harti mencoba untuk membangunkanku, tetapi anggota tubuhnya tak bisa dia gerakan. Harti membaca doa sebisanya. Tak begitu lama tubuh Harti sudah bisa digerakakan. Harti mencoba membangunkanku, tetapi aku tak kunjung bangun.
Peluhnya membasahi kening, badannya sedikit bergetar, tetapi, tak membuatnya berhenti, dia terus menggoyangkan anggota tubuhku. Karena lelah dan aku tak kunjung bangun, Harti pun tertidur.
Sinar matahari mencoba menerobos masuk lewat sela tembok kayu. Membuat mata silau akan cahayanya. Tak lama kami pun terbangun.
Harti mencetitakan kejadian semalam.
tetapi aku bilang, "Halusinasi kali,"
Ucapanku membuat raut wajahnya memancarkan kekesalan. Dia meninggalkanku yang masih terbaring di ranjang. Setelah malam itu, setiap hore harinya, Harti merasa ada mata yang mengawasinya dari balik setiap sudut ruangan, mata yang tajam penuh amarah.
ADVERTISEMENT
Bersambung...