Misteri Rumah Nenek: Aroma Melati (Part 4)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
9 April 2021 17:17 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi rumah nenek, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rumah nenek, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Aku termasuk orang yang percaya dengan hal-hal gaib, tapi tidak percaya dengan berbagai penampakan, karena menurutku itu soal keyakinan saja.
ADVERTISEMENT
Tidak lama kang Idim datang, benar saja membawakan makanan sangat banyak, aku, Mella dan Kang Idim makan bersama di Meja makan rumah ini.
“Teh Wati gak ikut kang?,” tanya Mella.
“Hehe enggak neng, katanya mau ke kebun langsung,” sahut kang Idim.
“Kang enggak apa-apa kan entar aku sama Mella tidur di kamar Nenek?,” ucapku.
“Boleh dong den,” ucap kang Idim singkat.
Kenapa raut wajah dan tatapan kang Idim seperti itu, membolehkan tapi dengan raut wajah seperti keberatan. Selesai makan kang Idim bilang bahwa dia akan menyusul teh Wati ke kebun dan mempersilahkan aku dan Mella untuk beristirahat.
“Kak, masa tadi aku lihat muka kang Idim gitu banget pas kakak bilang tidur di kamar nenek,” ucap Mella.
ADVERTISEMENT
“Iya kakak juga ngerasanya begitu Mel,” sahutku.
Ternyata bukan aku saja yang merasa aneh dengan kang Idim soal barusan, Mella juga sama. Sore cepat sekali datang, aku dan Mella setelah membereskan barang bawaan, langsung masuk ke kamar nenek, sama seperti ruangan-ruangan lain tidak ada yang berubah.
Deg! Bau bunga melati itu aku cium lagi wanginya. Bahkan Mella juga menciumnya sama denganku. Aku dibuat heran rumah ini sudah lama tidak diisi tapi masih bersih tidak berantakan, bahkan lebih rapih dari pada rumah Ibu. Apalagi kamar Nenek ini, aku melihat beberapa foto keluarga dan ada aku dan Mella yang masih kecil.
“Mel kakak santai di samping rumah yah, kalau mau lanjut tiduran sok aja,” ucapku.
ADVERTISEMENT
“Iya kak aku tiduran dulu yah,” sahut Mella.
Langsung aku membawa beberapa persiapan alat lukis, karena sudah lama tidak melukis, apalagi teras samping rumah ini sangat enak sekali.
Menghadap ke salah satu gunung yang pemandanganya sangat indah. Setelah menyeduh kopi dan mempersiapkan rokok, aku langsung melukis dengan alakadarnya.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
Pohon beringin tinggi menjulang itu menjadi objeku, baru saja beberapa warna aku tuangkan dalam kanvas putih itu, dari kejauhan sebelah kanan, aku melihat seseorang yang sedang menyirami bunga-bunga, aku pikir siapa itu?.
Tapi tetap aku nikmati sore hari ini dengan lukisan yang aku teruskan. Pohon beringin yang sedang aku lukis beberapa kali kenapa sosok nenek yang terus ada di pikiranku.
ADVERTISEMENT
“Den Fedi,” aku sangat kaget!.
“Eh akang udah beberapa menit tadi di sini, ngeliat den Fedi ngelukis tapi malah melamun,”
“Eh kang Obar, aduh maaf kang,” ucapku
“Hehe enggak apa-apa Den, aduh akang gak tau den Fedi udah gede lagi, neng Mella juga ikut?,” tanya kang Obar
“Ikut kang lagi istirahat di dalam,” ucap Fedi.
Ilustrasi tangan melukis, dok: pixabay
“Iya akang cuma pagi sama sore aja ke sini biasa den ini urusan perkebunan,” sahut kang Obar.
“Iyah kang enggak apa-apa, lagian aku juga baru kesini lagi.” ucap Fedi.
“Eh iya itu bagus lukisanya,” sahut kang Obar.
“Iya kang, masih belajar iseng-iseng aja,” ucap Fedi.
“Akang lanjut dulu besok pagi akang suka gak ada teman ngopi, temenin besok yah den Fedi,”
ADVERTISEMENT
Kang Obar, dia kepercayaan nenek sejak dulu, yang sangat telaten mengurusi kebun-kebun Nenek dari bunga hingga tanaman lainya. Setelah kang Obar melanjutkan pekerjaanya. Aku teruskan untuk melukis.
“Tidak tidak bisa diteruskan lukisan ini, sialnya lamunan tentang nenek malah makin kuat,” ucapku dalam hati.
Bukanya melanjutkan lukisan, hanya berbatang-batang rokok yang malah aku habiskan. Sosok kang Obar sudah tidak kelihatan, rasa penasaranku pada pohon beringin itu semakin kuat. Aku putuskan untuk berjalan mendekat.
Baru saja berjalan beberapa langkah, Mella teriak.
“Kakak.....!”
Kaget sekali aku, aku melihatnya di jendela kamar Nenek, langsung aku mendekat pada Mella.
“Kenapa?,” tanyaku.
“Cepat masuk sini?,” ucap Mella.
“Iya bentar, beresin alat-alat dulu,” sahutku.
“Gak usah kak, kesini dulu aja,” ucap Mella.
ADVERTISEMENT
Makin penasaran dan memang hanya tinggal beberapa menit lagi adzan magrib berkumandang, alat-alat itu aku tinggalkan.
Sampai aku dikamar
“Kenapa? kakak sampe kaget,” tanyaku.
Tiba-tiba Mella melamun dan meneteskan air mata, tanpa aku tau kenapa anak ini.
“Coba cerita sama kakak, pelan-pelan, kenapa kamu tadi? Tiba-tiba menangis sekarang seperti ini?,”
“Aku barusan mimpi sama nenek, nenek juga nangis sambil duduk di sana?,” sahut Mella sambil menujukan ke arah sofa dan memang pintu kamar belum aku kunci.
“Menangis kaya gimana?,” ucapku kaget dan penasaran juga.
“Iya nangis keliatan banget sedihnya nenek itu?,” ucap Mella.
“Yasudah gih kamu mandi, terus solat berdoa buat nenek biar engga sedih neneknya,” sahut Fedi sambil menenagkan.
Ilustrasi anak kecil menangis, dok: pixabay
Setelah aku dan Mella melepas magrib, aku tiduran di kamar Nenek ini, tiba-tiba aku dan Mella saling tatap, karena ada suara kaki yang jelas aku dengar.
ADVERTISEMENT
“Siapa...!” teriakku.
“Ini akang Den..” ucap Kang Idim.
“Kirain siapa?,” ucap Mella.
“Ini akang bawakan makan malam, sambil mau menyalakan listrik luar, udah jadi kebiasaan akang,” ucap Kang Idim.
Sebentar, bagaimana kang Idim bisa masuk, sementara aku sudah pastikan semua pintu terkunci, aku mau menanyakan hal itu pada kang Idim, cuman kesanya seperti tidak enak saja.
Untungnya Mella juga tidak menanyakan hal itu, dan aku pikir kang Idim punya kunci ganda juga.
Setelah itu kang Idim pamit pulang lagi, karena dia berkata istri dan anaknya sendiri kasihan kalau dia menginap di sini, akhirnya aku iyakan saja dan aku juga paham.
Duduk di meja makan, aku merasa ada yang memperhatikan, dari arah dapur. “Dukkk...” sangat kencang suara itu, tapi bukan dari arah dapur.
ADVERTISEMENT
“Kak suara apa itu?,” tanya Mella.
“Gak tau arahnya dari kamar,” ucapku.
Aku langsung lihat ke arah kamar Nenek, tidak ada apa-apa. Hanya saja jendela kamar yang sudah terbuka, mungkin Mella tadi lupa menguncinya kembali. Tapi tidak ada sama sekali angin. Aku acuhkan lagi dan melanjutkan makan dengan Mella.
“Mel entar tidur duluan kalau udah ngantuk, kakak ngopi di sini aja di sofa,” ucapku.
“Iya kak, tumben aku di rumah ini ngerasa ngantuk terus,” ucap Mella.
“Aku mau ke kamar yah kak, sambil telepon Ibu dulu kasih kabar,” ucap Mella.
Aku keluarkan laptop dan sambil mengerjakan beberapa tugas, suasana ruang tengah rumah ini sangat nyaman, sesekali aku berjalanan mengecek semua kamar, aku sangat takjub, rapih sekali, walaupun ada beberapa suasana dalam kamar yang beda menurutku, karena mungkin sudah lama tidak terpakai, dan juga karena sudah bertahun-tahun tiap kamar tidak ada yang mengisinya.
ADVERTISEMENT
“Mel,” ucapku.
Mella tidak menjawab, aku lihat ke dalam kamar tumben sekali baru saja jam 9 dia sudah tidur. Aku tiduran di sofa, sambil bermain Hp. Seketika ada suara langkah kaki yang percis aku dengar, sama seperti siang tdi pertama kali sampai, di ruang tamu.
Deg! Perasaanku dibuat kacau, bukan takut yang datang malah rasa penasaran yang membuatku harus melihatnya. Sialan! aku bangun, aku berjalan ke ruang tengah tidak ada apa-apa sama sekali. Hanya aroma bau melati saja yang aku cium, anehnya bau itu sekarang tidak membuatku kaget karena sudah 3 kali aku menciumnya.
Aku kembali tiduran di sofa, tidak terasa mata sangat berat sekali dan ini hal sudah tidak pernah aku rasakan bertahun-tahun karena tiap malam saja biasanya aku begadang.
ADVERTISEMENT
Bersambung...