Pabrik Tahu Keluarga: Bayangan Tinggi (Part 8)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
28 Juli 2021 18:57 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bangunan rusak, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bangunan rusak, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Melihat Hp ternyata ada chat masuk dari Rini.
“Tidak lama kakak berangkat, bapak seperti kerasukan di kamar kakak, sampe H Roy juaragan kedelai itu datang dengan orang yang bisa gtu. Terdengar dari obrolan mereka, tumpukan kayu pabrik, coba kakak ke situ lihat ada apa. Dan satu lagi, kobakan belakang pabrik dan pohon jati kedua dari arah gerbang kak, mereka bicara itu yang aku dengar,” isi chat Rini.
ADVERTISEMENT
Aku sedikit kaget, membaca isi chat Rini seperti ini, segera aku balas
“Oke Rin entar kakak cek ke situ, gimana kondisi rumah? Hp kakak di silent jadi sorry baru balas,” balasan pesan ke Rini.
Menyesal sekali, pesan dari Rini sudah 45 menit yang lalu, tapi tidak apa setidaknya ada pentujuk baru yang Rini berikan padaku, Hp yang biasanya aku silent aku ubah ke dering untuk mengantisipasi kejadian seperti tadi.
Sedang asik-asiknya mengecek beberapa medsos pribadiku karena tanggung sudah melihat Hp, tiba-tiba ada langkah mendekat, segera aku tengok, karena masih kaget kejadian kucing itu.
Tadinya mau pulang lagi, cuma mang Ujang bilang den Putra yang seterusnya di sini gantiin bapak yang masih sakit, sekalian udah lama juga gak ketemu,” sahut mang Abi.
ADVERTISEMENT
“Yasudah mang temenin aku aja sekalian di sini, bawa apa itu mang?” tanyaku.
“Sampai lupa, bi Tarmi barusan bikin Ubi rebus, nih den buat aden enak, cocok banget sama kopi hitam hehe,” jawab mang Abi.
Mang Abi, supir bapak paling setia aku tau beliau sejak kecil dan pasti mang Abi juga mengetahui kejadian-kejadian menyeramkan di tempat ini.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
“Eh mang sebelumnya suka ada kucing hitam di sini yah?” tanyaku.
“Kucing hitam? Mana ada kucing di sini den,” jawab mang Abi, heran.
Benar saja sangkaanku, dari dulu juga tidak pernah ada kucing di sini terus kucing apa itu?
“Amang paham maksud aden apa? Aden juga pasti sudah meraskan gangguan yah di Pabrik ini,” tanya mang Abi, perlahan.
ADVERTISEMENT
“Iya mang banyak sekali,”
“Yah beginilah den keadaan Pabrik, semenjak di tangan bapak, bapak tidak pernah anggap semua ini serius, padahal amang sudah bosan sekali, dengan beberap sosok di sini, poconglah, kuntilanak bahkan hal-hal aneh pernah amang alamin,” ucap mang Abi, menjelaskan.
“Awalnya kenapa yah mang?” tanya.
“Tidak pernah ada yang tau den awalnya gimana, sekalipun amang,” jawab mang Abi sambil menjatuhkan badanya untuk rebahan.
Begitu juga dengan mang Abi, sekarang aku bisa menarik kesimpulan sederhana, pegawai bapak dari dulu sekalipun awalnya bisa begini tidak ada yang tau, mereka hanya sebagai pegawai, yang menjalankan tugasnya masing-masing.
Ilustrasi pegawai, dok: pixabay
Aku lihat mang Abi memejamkan matanya, tidur. Karena memang seharusnya jam kerja mang Abi bukan sekarang, datang terlalu cepat, biasanya mang Abi berkerja jam 02:30 mengantarkan barang ke pasar.
ADVERTISEMENT
Aku ingat pesan Rini, segera aku bergegas menuju tumpukan kayu di sebalah pabrik, karena pesan Rini itu, nama tempat itu disebut terus. Tidak lama aku sudah ada di sini, di tempat tumpukan kayu bakar yang menumpuk tinggi.
Suasananya memang beda sekali, kayu-kayu yang menumpuk tinggi ke atas. Aku duduk di tempat kayu yng tidak terlalu tinggi. Ingat sekali, area ini, pagi tadi area mang Toha berkerja untuk mengambil kayu, kemudian menggodok kedelai.
Melamun sedikit, tiba-tiba ingat dengan dupa dan kemenyan yang pagi ada di samping tungku pembakaran, segera aku ke sana. Langkah demi langkah melewati tumpukan kayu, tiba-tiba ada suara seperti tangisan.
Langkahku terhenti, diam mematung, mendengarkan dengan jelas, aku pastikan itu benar suara tangisan. “gubrak...” tumpukan kayu paling atas tiba-tiba jatuh, hampir saja menimpa kepalaku!!! untung saja masih bisa menghindar, refleks sekian detik.
ADVERTISEMENT
“huhhh…” tarikan nafas panjangku karena benar-benar kaget dan suara tangisan itu masih ada, semakin jelas.
“ning…ning…ning…” sangat pelan
Tiba-tiba sangat jelas juga, aku mendengar suara itu jelas sekali, sangat jelas “ning…ninggg…” lagi-lagi suara itu ada lagi!
“Den Putra sedang apa di sini?” tanya suara yang mengagetkanku.
“Eh mang Toha, kaget aku ini!”
“Ini sedang mengecek stok kayu saja mang,” ucapku.
“Kirain sedang apa, ini sampe jatuh dari atas yah, untung gak kena aden,” sahut mang Toha sambil membenarkan kayu yang jatuh.
Aku masih penasaran dengan suara tangisan, yang kemudia ada satu seperti nama “NING” siapa itu, nama orang atau apa, dalam pikirku. Setelah mang Toha membenarkan tumpukan kayu yang jatuh.
ADVERTISEMENT
“Mang dupa sama kemenyan yang ada di dekat tungku pembakaran itu buat apasih?” tanyaku.
“Tidak tau den, cuman kata Bapak itu sudah dilakuin sejak jaman masih ada kakek, amang kan baru 8th den kerja di sini,” jawab mang Toha, dengan tenang.
“Ohh gitu yah, kalau aku singkirkan gapapa kali yah mang?”
“Amang tidak tau den, dan amang tidak berani, itu terserah aden saja,” ucap mang Toha sambil jalan meniggalkanku.
Kenapa raut wajah mang Toha begitu tegang, ketika aku bilang singkirkan saja, heran sekali.
Aku lanjutkan jalan keluar dari tumpukan kayu, baru saja di bagin akhir tumpukan kayu, suara “ning...ninggg…ning” ada lagi, pelan, segera aku menengok ke belakang.
Di ujung tumpukan kayu paling ujung hanya ada satu lampu kira-kira 5 watt, bayangan lampu itu menyorot ke arah kayu, tapi kagetnya aku, ketika aku tatap beberapa detik, hal yang membuat aku kaget. Ada sosok yang berdiri, banyangan besar.
ADVERTISEMENT
Hanya bentuk kakinya saja yang menjulang tinggi ke atas, aku gerakan kepala dan mata dari bawah mengikuti banyangan itu, benar-benar besar, kakinya saja sampai atap Pabrik ini.
Ilustrasi bayangan hitam, dok: pixabay
Dekat pembakaran tungku, bau yang paling kental tercium adalah bau air bekas pemasakan kedelai, yang dibuang ke pipa, yang kemudian, pipa itu mengalir ke kobakan belakang Pabrik (pembuangan limbah).
Tiba-tiba seketika aku mematung melihat banyangan kaki itu, bau melati seperti di teras hadir dengan angin yang melintasi hidungku, hanya seketika bau itu berganti menjadi bau anyir seperti darah.
Aku langsung cabut dari dari tempat ini, berjalan tergesa-gesa melewati tungku pembakaran dan mengambil wadah yang isisnya dupa dan kemenyan, dan segera aku buang!
Aku masih kaget dengan kejadian barusan, sambil duduk di samping mang Abi yang masih tidur, aku melihat sudah jam 12 malam lebih sedikit.
ADVERTISEMENT
Bersambung...