Pasapon: Kepergian Mang Pepep (Part 5)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
14 September 2021 19:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi horor, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi horor, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Baru saja berdiri di depan rumah, aku melihat Wildan berlari... sambil teriak...
ADVERTISEMENT
“Tolonggggg…. tolongggg… tolong...” teriak Wildan keras.
Segera aku berlari begitu saja karena melihat segitunya Wildan teriak yang sontak membuat aku langsung menyebrang jalan dan mendekat pada Wildan.
“Wil… kenapa-kenapa ada apa?” tanyaku terbawa tidak tenang.
“Itu Jid bapak, bapak…bapak...” jawab Wildan sambil menunjuk ke pintu, ruang di mana mang Pepep sering beristirahat.
“Iyah kenapa mang Pepep? kaget aku...” ucapku sambil berjalan dengan Wildan menuju ruangan guru ini.
Badan mang Pepep tertutup matras untuk olahraga siswa-siswi SD... sementara yang aku lihat pertama adalah bagian kepalanya sudah berdarah, di antara bibirnya sudah diikat oleh kain yang sudah penuh dengan warna merah darah yang mulai kering!
Setelah Wildan berusaha mengangkat Matras, akhirnya badan mang Pepep terlihat, dan di sini aku hanya bisa terdiam melihat seolah mata aku sendiri tidak percaya dengan apa yang ada di hadapanku sekarang.
ADVERTISEMENT
“Jid…gimana ini...” ucap Wildan sambil tidak berhenti air matanya keluar.
“Kamu ke rumah panggil umi cepat biar aku tunggu di sini!” jawabku gemeteran dan air mata terus mengalir.
Segera Wildan berjalan keluar dengan cepat...Aku masih memandangi mang Pepep dengan melamun, posisinya badanya tengkurap, tanpa banyak pikir, aku balikan badan mang Pepep dan ini hal kedua aku dibuat kaget, sangat kaget! Kaki diikat dan tanganya terikat ke belakang, bagian perut seperti ada bekas tusukan.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/Qwertyping]
Karena sangat tidak tega melihat bagian kaki yang terikat dengan posisi seperti itu, aku segera melepaskan ikatan kaki.
Baju putih yang mang Pepep gunakan, sudah tidak jelas, bercampur dengan merah darah dan coklat. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan.
ADVERTISEMENT
Tidak lama Umi datang dengan Wildan
“Inalillahi… ya allah…” teriak Umi.
Seolah sama denganku tidak percaya dengan apa yang Umi lihat di depan matanya, tidak lama bi Ida dan Bapak datang sama kagetnya.
Suasana di ruangan ini sudah tidak bisa aku gambarkan dengan jelas, gemeteran dan tidak tega kemudian air mata yang terus mengalir begitu saja.
“Jid sudah jangan ada yang menyentuh dulu Jasad Pepep, sambil bapak telepon polisi,” ucap pak Yayan tegas sambil gemetaran.
“Aku sudah balikan mang Pepep, awalnya tengkurap pak, terus aku lepas ikatan di kakinya, karena repleks dan bingung pak,” jawabku pasrah begitu saja.
“Yasudah tidak apa-apa, udah biarkan saja dulu, semua urusan pihak berwajib,” sahut pak Yayan.
ADVERTISEMENT
Tidak lama sambil menunggu pihak berwajib tiba, warga sudah ada beberapa berkumpul, aku di dalam hanya melihat sekeliling dekat di mana Jasad mang Pepep berada, warna darah yang sudah mulai kering berceceran di tembok dan di pintu.
Garis polisi, dok: pixabay
Aku melihat Wildan hanya menangis terus menerus di pelukan Umi, aku sudah bingung dan masih gemeteran dengan yang terjadi saat ini.
Kurang dari 30 menit pihak berwajib datang, dan langsung mengambil tindakan cepat. Warga sekitar makin banyak berkumpul hampir memenuhi SD ini
Aku masih saja diam tidak bisa bicara sepatah katapun.
“Jid yang pertama tahu siapa,” tanya Deden.
“Wildan... kemudian aku mendekat dan sudah seperti ini Den,” jawabku terbata-bata.
Bahkan aku tidak menyadari, semua teman-teman sudah ada di dekatku, evakuasi tidak sebentar lumayan memakan waktu, setelah diatasi pihak berwajib aku sudah tidak melihat jasad mang Pepep lagi.
ADVERTISEMENT
Waktu solat Isya berlalu begitu saja, malam semakin datang dengan caranya, yang membuat aku dan bayangan yang barusan terjadi masih saja ada dalam pikiranku.
Setelah evakuasi dan ambulance tiba, jasad mang Pepep dibawa dan garis kuning police line sudah terpasang, satu persatu warga membubarkan diri begitu saja.
Banyak omongan yang menyesalkan kejadian tragis ini terjadi, apalagi hampir semua omongan yang aku dengar tentang kebaikan sosok mang Pepep.
Aku dan teman-teman akhirnya duduk di teras biasa, bagunanan SD yang aku perhatikan seketika berubah menjadi mencekam. Suasana malam dengan bangunan penuh garis police line itu seperti memberitahu semua yang melihat telah terjadi kejadian tragis hari ini, di bulan Ramadhan.
“Siapa yang tega melakukan itu yah Jid,” tanya Dewo.
ADVERTISEMENT
“Tidak tau Wo aku masih tidak bisa ngomong apapun” jawabku
“Apa yang pernah bi Ida dan pak Yayan katakan malam sebelumnya yah, pelakunya?” tanya Ocol.
“Sudah Col, jangan dulu menebak jadinya entar fitnah Col, kita tunggu aja gimana pihak berwajid,” jawab Deden.
Mobil ambulan, dok: pixabay
Obrolan malam ini hanya tentang kenanangan dan tuduhan-tuduhan, soal kejadian yang menimpa mang Pepep. Masih tidak percaya hanya itu yang terlintas benaku, mungkin juga teman-teman semua.
Umi ikut dengan pihak berwajib, dengan keluarga mang Pepep dan Wildan karena yang aku tau dan semakin sakit hati, Istri mang Pepep kerja diluar negeri sebagai PRT entah nanti gimana keluarga mengabarinya soal kejadian ini, tidak terbayang olehku.
Tidak lama sekitar jam 22:00 Umi sudah pulang, dan kasih kabar di depan teman-teman, jasad almarhum akan dikebumikan malam ini juga, karena permintaan pihak keluarga.
ADVERTISEMENT
Raut muka Umi juga sama terlihat masih tidak percaya, apalagi kata Umi setelah mengabari Ayah yang tidak bisa pulang mendadak, aku pikir apalagi Ayah yang begitu sangat dekat dengan mang Pepep
Tidak lama Umi masuk ke dalam Rumah, sebelum hari berganti, suara ambulance sudah terdengar dari kejauhan, segera aku dan teman-teman menuju rumah almarhum mang Pepep.
Benar saja, jasad yang baru beberapa jam ke belakang aku lihat langsung dengan mataku sendiri, sudah terbungkus kain kafan yang rapih, walau bagian kepala masih terlihat merah, karena yang aku lihat sebelumya sangat tragis bekasnya itu.
Mungkin itulah alasan almarhum akan dimakamkan cepat malam ini juga, tidak lama hanya sekitar 30 menitan silih berganti warga melayat, akhirnya jenazah dibawa ke tempat peristirahatan terakhirnya, dengan diantar begitu banyak sekali orang.
ADVERTISEMENT
Suasana haru, mengantar kepergian mang Pepep untuk yang terakhir kalinya malam ini, aku sudah tidak bisa berkata apapun lagi selain diam dan biarlah air mata yang memberikan jawaban atas kepergian sosok yang aku kenal dekat ini.
Bersambung...