Pasapon: Peristiwa Kelam yang Sangat Tragis (Part 1)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
8 September 2021 20:49 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi horor, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi horor, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Di penghujung tahun lalu, teman saya memberikan informasi soal cerita yang menyeramkan via chat, awalnya saya abaikan, kemudian karena ada kalimat “Pasapon” dan “Sangat Tragis” akhirnya saya menanyakan siapa narasumbernya, lalu minta dihubungkan langsung via telepon dengan narasumber.
ADVERTISEMENT
Ternyata narasumber adalah adik tingkatnya dulu di kampus, teman saya. Setelah bercerita via telepon, ternyata rasa penasaran saya berlanjut.
Selanjutnya, kami menentukan waktu untuk janjian, narasumber menyarankan untuk berkunjung ke rumahnya, karena lokasi yang diceritakan berhadapan dengan rumah narasumber.
Menempuh perjalanan sekitar 3 jam lebih dari rumah, di hari yang sudah disepakati dengan narasumber saya tiba di lokasi dan bertemu langsung, kemudian bercerita dengan menghadap langsung, pada lokasi dimana terjadinya peristiwa kelam yang sangat tragis itu.
---------
“Pasapon” adalah perumpamaan sekolah dalam bahasa Sunda, atau lebih tepatnya dan umumnya penjaga sekolah atau petugas kebersihan sekolah.
Ini adalah kisah nyata yang terjadi, tanpa mengurangi rasa hormat kepada pihak manapun yang nantinya terlibat dalam cerita, mohon maaf sebelumnya, tidak ada maksud apapun, semoga bisa saling memahami tujuan cerita ini dibagikan.
ADVERTISEMENT
---------
Setelah sampai di tempat yang Yajid (narasumber) tentukan, saya melihat sekitar... tepat sekali mobil yang saya gunakan berada di sebrang Sekolah Dasar (SD), dan pasti ini adalah rumah Yajid sebelah kiri mobil dimana saya berhenti.
“Jid, saya di depan ini pas sekali depan SD yang kamu sebut dan pasti rumah kamu yang warna kuning sebrang SD banget kan yah?” ucap saya di telepon.
“Iya benar a, sebentar saya jalan ke situ ini lagi di warung sebelah” jawab Yajid.
Saya menghela nafas berkali-kali seolah tidak percaya apa yang pernah Yajid ceritakan sebelumnya, memperhatikan Sekolah Dasar itu lebih ke mengamati, masih tidak percaya.
Kemudian saya turun dari mobil, memperhatikan jalanan belok, kemudian lurusan ini yang Yajid sebut di telepon “jalanan berdarah”
ADVERTISEMENT
Tidak lama dari arah lain, aku melihat lelaki yang sedang berjalan menuju arahku dengan cepat langkahnya, aku pikir itu Yajid.
“Aduh a maaf nunggu lama... aku Yajid a, ayo a di sana aja sambil minum kopi ngobrolnya,” ucap Yajid, sambil bersalaman
“Baik Jid ayo, Jid sebentar... SD dan Pasapon yang kamu ceritakan itu ini?” tanya saya sambil mengarahkan kepala ke arah sebrang jalan tepat SD itu berdiri.
“Iya a itu, tepat sekalikan di depan rumah aku...ayo a di sini aja santai,” jawab Yajid yang kemudian mengajak saya duduk di teras depan rumahnya.
Memang ketika sore hari seperti ini, sama sekali tidak akan menyangka, bahkan di luar nalar bahwa di depan saya duduk sekarang ada jalan raya yang sangat kencang kabarnya, bahkan bernama “Jalanan Berdarah”
ADVERTISEMENT
“Jalan yang kamu maksud ini juga Jid? Sepertinya tidak terlalu sering kendaraan melintas kesini yah?” tanyaku sambil menikmati yang Yajid sediakan
“Iya a ini, baru saja minggu kemarin sebelum magrib lah a, sama jam 10 an aku lupa dalam sekian jam 2 kecelakaan...di sana sebelum SD itu a, ada sarang walet itu,” jawab Yajid menunjuk sambil berdiri, yang kemudian saya ikuti untuk melihat lokasinya.
Benar-benar aku dibuat heran, karena beberapa kali kendaraan motor ataupun mobil melaju tidak dengan kecepatan tinggi terbilang biasa saja.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/Qwertyping]
“Jid benar adanya, soal sosok yang sering muncul dan tragedi di SD sana, kenapa pada tahun itu tragedi se tragis itu tidak pernah saya dengar yah?” tanyaku dengan serius menatap Yajid.
ADVERTISEMENT
“Benar a, jadi begini ceritanya lengkapnya...” ucap Yajid dengan sangat antusias
-Sudut pandang Yajid-
Sebagai saksi terjadinya peristiwa kelam, yang sangat tragis, Pasapon!
Tempat di mana aku tinggal kadang membuat aku sedikit heran, mendapatkan julukan dari orang-orang luar Kecamatan aku sebagai daerah yang kental akan “agama” tetapi urusan yang berkaitan dengan Urban Legend masih saja dikembangkan bahkan sering diiyakan begitu saja, untuk berkembang dan menyebar luas secara turun-temurun.
Horror dan Misteri seolah menjadi bahan yang tidak ada habisnya untuk diobrolkan di tiap atau di manapun aku berada, karena satu hal, rumahku tepat dan dekat sekali dengan beberapa kejadian yang mengerikan itu.
Tentu beberapa pertanyaan “apakah benar Jid?”, “Jid kemarin ada kecelakaan yah depan rumah?” atau banyak lagi pertanyaan yang lebih tidak penting dari pada bertanya kabar.
Ilustrasi kecelakaan, dok: pixabay
Agustus 2011, bulan ini sudah memasuki Ramadhan, bulan di mana untuk usiaku adalah bulan waktunya berkumpul dengan teman-teman untuk melalukan aktivitas yang biasanya tiap tahun di bulan Ramadhan selalu dilakukan bermain bola tengah malam! Kemudian membangunkan orang-orang untuk melakukan sahur!
ADVERTISEMENT
Apalagi urusan sekolah dalam satu bulan ini, aku tidak akan full, sekolah lebih banyak libur, padahal aku baru saja kelas XI di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di kecamatan tetangga.
Karena ke kota lumayan jauh sekitar 1 jam lagi.
Biasanya juga, mang Pepep, Pasapon sekolah SD depan rumahku yang akan sibuk menegor teman-temanku untuk bermain di lapangan SD saja dari pada di jalan, takutnya tiba-tiba terjadi kecelakaan.
Tapi memang kalau malam hari jarang sekali, bisa dikatakan tidak ada yang melintas ke jalan raya sebrang rumah itu. Entah kenapa, semuanya memang terasa janggal, jika berkaitan dengan banyaknya korban secara telanjang mata melihat.
Tapi sebentar! yang berkembang turun-temurun ceritanya selalu ada sosok perempuan bernama "Si Merah" yang selalu disebut tiap terjadinya kecelakaan maut atau berdarah itu!
Ilustrasi gaun merah, dok: pixabay
“Jid denger Umi yah, puasa kali ini umi gak mau tau, jangan main bola di jalan itu, kaya gak tau aja sudah banyak kejadiankan di situ?” ucap Umi.
ADVERTISEMENT
“Tapi mi...” jawabku mengelak.
“Kasian mang Pepep, kemarin waktu dia sebelum bulan puasa ngasih Pot bunga seperti biasa, katanya menuju puasa suka was-was sama anak-anak di sini yang suka main bola di jalan,” ucap Umi perlahan
“Iya Umi, enggkl kok lagian udah beberapa hari sakarang puasa juga Yajid enggak kemana-mana kan malemnya di rumah terus," ucapku mengeles. Padahal memang puasa tahun ini baru saja memasuki hari kedua saja.
Kemarin teman-temanku Ocol, Opik, Deden, Bajing, Bayu dan Dewo sudah memepersiapkan semuanya termasuk alat-alat yang nantinya akan digunakan untuk membangunkan orang-orang sahur.
Setelah percakapan dengan Umi sore hari ini, aku sedang duduk di ruangan tengah melihat ke arah jendela, melihat mang Pepep sedang menyapu SD
ADVERTISEMENT
Wajar sekali pikirku karena daun-daun yang jatuh dari pohon besar dekat ruangan kepala sekolah itu memang dari dulu jaman aku sekolah di SD itu, sudah begitu.
Segera aku keluar rumah, menyebrang jalan, dengan lalu lintas yang memang tidak biasanya padat seperti ini.
Bersambung...