Perjalanan Maut (Part 4)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
25 September 2020 18:28 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perjalanan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perjalanan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Setelah selesai mengambil pesanan di toko langganan yayasan, Aki berdiri di samping mobil menunggu Andini keluar. Lama ia menunggu, gadis itu tak kunjung keluar.
ADVERTISEMENT
Aki sempat khawatir, bagaimana jika gadis itu kabur apa yang akan dia katakan kepada ibu Nuri, pengurus yayasan yang telah diberi mandat oleh Mbah Putri.
”Tidak seharusnya aku mengizinkan anak itu ikut,” sesal Aki
Namun, perasaannya begitu lega saat ia lihat Andini keluar pagar rumah panti, diantar oleh seorang wanita berkerudung panjang. Mereka berpelukan, Andini terlihat mengusap air matanya dan mengangguk seolah dia mengerti maksud perkataan ibu itu.
Tak ada sosok anak kecil di situ, Aki sedikit penasaran, kenapa adiknya tidak ikut mengantar sang kakak keluar. Andini menghampiri Aki Toha dan meminta maaf karena menunggu lama, aki hanya mengangguk dan mengajak Andini untuk cepat masuk ke dalam mobil.
Dalam perjalanan, sosok Andini berubah total, seorang gadis ceria, kini diam seribu bahasa. Aki Toha tak mau terlibat lebih jauh, dia hanya fokus ke jalanan dan fokus pada tugasnya di awal.
ADVERTISEMENT
“Adik saya diadopsi Aki,” ucap Andini dengan berlinang air mata.
Aki diam seraya berkata,
“Bagus dong, jadi kamu enggak akan khawatir kalo sudah mau berangkat,” ia coba menghibur.
“Saya senang, tapi saya juga merasa bersalah. Baru beberapa minggu saya tinggal, Aini sudah ada yang mau mengadopsi, mungkin selama ini banyak orang tua asuh yang ingin mengadopsi dia tapi terhalang karena mereka juga harus membawa saya,” Andini mencoba menahan air matanya.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/bulanpurnama0]
“Kalau kamu berpikir seperti itu enggak akan ada rasa syukurnya, saat ini yang pasti adikmu sudah ada di tempat yang bagus, sudah ada yang urus, bisa sekolah sampai lulus. Nah sekarang tinggal kamu yang berusaha buat masa depanmu,” Andini menatap Aki Toha, dia tersenyum.
ADVERTISEMENT
“Terima kasih Aki,” suasana hati Andini kembali ceria, mereka pun sudah kembali pulang ke yayasan sebelum magrib tiba.
Ilustrasi naik mobil, dok: pixabay
Di pagi hari sebelum kecelakaan, bu Nuri meminta Aki Toha yang menjadi sopir Bus untuk membawa para calon TKI ke kota seberang. Tanpa rasa curiga ataupun prasangka buruk, Aki mengiyakan.
Mobil berangkat pada malam hari untuk menuju rumah besar Mbah putri yang jaraknya memang tidak jauh dari gedung imigrasi, agar para calon TKI bisa bermalam terlebih dahulu sehingga esok pagi bisa datang tepat waktu.
Dari 13 calon TKI itu, ada Andini yang ikut dalam perjalanan, saat mereka berpapasan, Andini terlihat begitu bahagia. Ia tersenyum kepada Aki seakan hari itu adalah hari yang paling ia tunggu.
ADVERTISEMENT
Semuanya berjalan normal, namun di tengah perjalanan, ada mobil yang memotong jalur bus dan berhenti tepat di depannya, aki sontak mengerem mendadak dan semua penumpang pun terbangun dari tidurnya.
Aki hafal betul mobil sedan itu. Mobil mbah putri.Seseorang turun dari kursi pengemudi, dilihatnya sosok tak asing, seseorang yang ia kenal, Sapto. Rekan sesama sopir di yayasan itu yang sekarang menjadi sopir pribadi sekaligus asisten Mbah Putri.
“Dari sini biar aku yang bawa,” ucap Sapto yang menghampiri Aki,
“Terus Mbah Putri?,”
“Yah kamu yang bawa, ayo cepetan turun. Sudah enggak ada waktu. Dan nanti kau ikutin bus ini di belakang yah,” Aki menuruti permintaan Sapto tanpa bertanya lebih lanjut.
Namun Aki sedikit takut, karena semenjak kejadian itu, ini kali pertama dia bertemu lagi dengan mbah Putri.
ADVERTISEMENT
“Selamat malam, mbah," Aki langsung masuk kedalam mobil dan duduk di kursi pengemudi.
Mbah putri tidak menjawab apa pun, dia hanya diam. Bus pun melaju dengan kecepatan yang lumayan tinggi, begitu pula mobil sedan yang dikemudikan aki.
Di perempatan lampu merah, bus yang seharusnya lurus menuju rumah mbah putri, tiba-tiba berbelok ke arah kiri yang membuat Aki bingung.
“Apa Sapto salah jalan?,” bisik Aki pelan pada dirinya sendiri.
“Sudah ikuti saja,” bentak Mbah dari kursi belakang yang langsung dituruti Aki.
Bus melaju semakin jauh meninggalkan kota. Malam semakin gelap, bus perlahan memasuki area hutan yang sangat terpelosok. Hutan yang begitu jauh dari pemukiman warga, dan hutan yang senantiasa menyimpan berjuta misteri di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Aki menyadari sesuatu, itu adalah hutan tempat di mana aki menyaksikan kejadian yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.
Para gadis yang tertidur pulas itu, tak pernah menyadari jika jalur bus yang mereka tumpangi bukan menuju tempat yang mereka bayangkan. Melainkan perjalanan panjang mereka menuju maut yang siap menjemput.
Bus berhenti tepat di belokan hutan yang dulu Mbah datangi, firasat aki benar. Para gadis itu akan dibawa masuk ke hutan dan menjadi santapan mahluk hitam itu.
“Andai kamu tidak cerewet dan menceritakan semua ini kepada kakakmu itu, sudah pasti posisi Sapto akan menjadi milikmu,”
Ucap mbah seraya Aki melihat Sapto masuk ke dalam hutan sendiri dan meninggalkan bus di tepi jalan. Aki diam, dia tidak menjawab. Dia tersadar jika mbah bukanlah orang sembarangan, bukan orang kaya biasa yang selama ini orang-orang bicarakan.
ADVERTISEMENT
Ada rahasia besar yang mengikuti perjalanan hidupnya. Sapto keluar dari hutan dan naik kembali ke dalam bus, disitu aki lihat Sapto menggiring para gadis itu masuk ke hutan satu persatu. Aki yang menyaksikan kejadian itu langsung menyadari sesuatu.
Para gadis itu akan ditumbalkan kepada mahluk itu. Aki gusar, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menyaksikan kejadian itu, mbah putri yang melihat gerak-gerik aki geram, seraya berkata,
Ayo turun, biar kau saksikan sendiri bagaimana ritual itu!. Mungkin ini akan menjadi pengalaman terakhirmu berada di dunia busuk ini!,” Aki enggan, dia tak mau terlibat lebih jauh. Namun sorot mata mbah yang ia lihat dari kaca spion membuatnya tak kuasa menolak.
Ilustrasi bus di hutan, dok: pixabay
Mereka berdua turun dan masuk ke hutan, berjalan lumayan jauh menuju tempat yang tak pernah ia sadari akan mengantarkannya kepada kematian para gadis itu. Aki mengikuti mbah dari belakang, tanpa ada pencahayaan sedikitpun.
ADVERTISEMENT
Aki hanya mencoba mengikuti suara langkah mbah yang menginjak dedaunan kering.
Kress,” suara daun kering berbelok ke arah kanan, Aki ikuti itu namun suara langkah itu semakin cepat, aki berusaha mengikuti semakin cepat…
Semakin cepat....
dan semakin cepat hingga tak ada suara langkah yang terdengar lagi.
Aki tersesat.
Bersambung...