news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Rusin 2 (Part 9)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
17 November 2020 19:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hantu, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hantu, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba pria itu mengikatkan tali sabuk tadi ke leher Novi, persis seperti seorang yang hendak kendat. Ia menyisakan beberapa meter untuk tali kekang yang ia genggam di tangan kiri.
ADVERTISEMENT
Orang-orang di sana heran dengan apa yang dilakukan pak Adi, tak tahu apa maksudnya dan untuk apa semua itu dilakukan. Bibir kering tuanya berkomat-kamit, entah apa yang ia rapalkan hingga dalam sekejap mata Novi terbangun dari tidur panjangnya.
Sangat bisa ditebak, bukan jiwa Novi yang masuk ke dalam raga perempuan itu. Dia semakin menenggelamkan kepalanya sampai batas bawah mata. Matanya melirik, membaca situasi di sekitarnya.
Pak Adi menarik tali kekang itu, Novi menjerit kesakitan, ia mengerang sampai wajahnya berubah merah padam seperti ubi rebus.
Hahahahaha,” aneh, setelah kesakitan sedemikian rupa namun ia kini tertawa keras.
Gobl*k, kamu mau ngapain aku kaya gimana aja anak ini juga bakal ngerasain," ucap arwah ibu Juni dengan tubuh kakak tiri Juni.
ADVERTISEMENT
Ia meludah ke arah pak Adi, syukurlah pria itu sempat mengelak. Pak Adi kembali menarik tali itu dengan lebih kencang, Novi pun menjerit lebih keras, matanya berubah hitam legam begitu pula air yang merendamnya, nampak mengeluarkan uap panas Paklik dan Pakde sedikit memundurkan kakinya, menjauh dari pertunjukan yang sedang dilihatnya itu. Tak pernah sekalipun terpikir oleh mereka hal semenakjubkan ini akan nyata terjadi.
“Ngapain kamu nyampurin urusanku?! Gak akan aku biarin anak temurunnya Julianti hidup normal, semuanya harus jadi mayat hidup atau memilih sendiri untuk menyerahkan nyawanya," tandas ibu Juni.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/itsqiana]
Julianti adalah ibu tiri Juni istri pertama ayah Juni ibu Novi. Pak Adi mendecakkan lidahnya, ia meremehkan ucapan roh jahat itu.
ADVERTISEMENT
“Kamu kira saya bakal biarin hal itu terjadi?,” Novi memberontak, tangannya memegang pinggiran genuk yang memuat tubuhnya. Ia hendak melompat keluar namun segera digagalkan. Berulang kali ia melakukannya, berulang kali pula ia kesakitan karena pak Adi menaburkan garam ke tubuhnya.
Ia seperti terkena percikan bara api di setiap sentuhan garam ke kulitnya.
“Mas Agus tolong adek mas, adek disiksa mas," rintih Novi.
Ia terus menerus merintih dan menangis, memohon pertolongan kepada Agus yang ternyata sedari awal mengintip dari batas dapur dan ruang tengah.
Semua orang memutar kepalanya menengok Agus, pria itu tampak menahan tangis dan amarah. Tangannya menggenggam kuat, ia meremas jari-jari itu hingga semua pembuluh darah di tangannya timbul.
ADVERTISEMENT
Agus berjalan perlahan ke arah meja, orang-orang masih tampak tenang, satupun dari mereka tak ada yang mengetahui amarah sebesar apa yang dipendam oleh Agus melihat istrinya tersiksa.
Tangan kanannya meraih pisau besar dan tajam yang ada di atas meja dapur. Jari-jari itu merambat perlahan agar-orang orang di sekitar tak menyadari pergerakannya, perlahan tapi pasti kuku kuku hitamnya menyentuh gagang pisau tujuannya, kukunya begitu hitam, sepertinya lumpur dari kubangan tadi belum benar-benar ia bersihkan.
Pisau bergagang merah itu pisau khusus yang biasa Juni gunakan untuk memotong daging dan ikan. Agus menggenggamnya sempurna dan segera berlari ke arah Juni untuk menikam gadis itu. Febri yang ada di sebelah Juni menyadari hal itu. Ia segera mengadang Agus, menahan tangannya yang hampir saja melukai Juni. Juni berteriak ketakutan, dia jatuh terjerembab, untunglah ia masih selamat.
ADVERTISEMENT
“Sadar mas sadar !!!,” bentak Febri pada Agus yang kesetanan.
Pakde dan Paklik segera membantu Febri, mereka mencoba melumpuhkan Agus dan merebut pisau dari tangannya. Namun entah Agus mendapat tenaga ekstra dari mana hingga ia mampu membuat Febri terpental. Dan ketika ia hendak melepaskan diri dari cengkeraman Paklik dan Pakde, pisau itu tak sengaja menusuk pinggang kiri Paklik yang berada di sisi kanan Agus.
Darah merembes keluar dari bekas tusukan itu, begitupun dengan pisaunya yang berlumuran darah. Agus yang melihat darah semakin menjadi-jadi, ia mengayunkan pisau itu ke arah Pakde, namun Febri ternyata lebih sigap, ia segera bangun dan menepis tangan Agus.
"Klotak," pisau itu terlepas dari genggaman Agus, terlempar jauh hingga menghantam dinding kamar mandi. Febri dan Pakde segera membekuknya, menyeret Agus ke dalam kamar mandi serta merta menguncinya.
Ilustrasi penusukan, dok: pixabay
Mei menangisi ayahnya, ia berusaha menahan laju darah yang terus mengalir keluar itu. Nampaknya Paklik tak sadarkan diri. Juni segera mengantar mereka dengan mobilnya menuju Puskesmas. Sepanjang perjalanan Juni yang begitu diliputi rasa bersalah terus saja menangis dan memohon maaf pada ibu Mei dan Mei yang juga tengah menangis memeluk Paklik. Maklum saja, pria itu sudah seperti ayah Juni sendiri, menggantikan posisi ayah Juni.
ADVERTISEMENT
“Maafin Juni om maafin Juni,"Juni terus saja menangis.
Sesampainya di Puskesmas Paklik segera mendapat pertolongan, untunglah lukanya tak terlalu dalam, begitupun organ dalamnya tak ada yang ikut tergores.
Ibu Mei memeluk Juni
“Jun om mu gapapa nak, jangan khawatir ya, sekarang kamu pulang dulu sayang, kasihan bude sendirian," tutur Bulik meyakinkan Juni bahwa suaminya baik-baik saja.
Juni enggan untuk pulang, namun ibu Mei memaksanya mengingat hanya Ibu Febri seorang dirilah yang menjaga Merry kini. Meskipun ada pula Febri dan ayahnya di sana namun mereka disibukkan oleh keributan di belakang yang dibuat Agus.
Lepasin sialan!, keparat!, bajingan buka pintunya!,” terdengar jelas teriakan pria itu, ia meronta-ronta meminta untuk dilepaskan dan tak dikurung.
ADVERTISEMENT
“Akan kubunuh kalian semua bajingan!,” Agus semakin menjadi jadi, kakinya mendobrak-dobrak pintu kamar mandi yang hanya terbuat dari atom itu hingga jebol.
Ia berhasil lolos dan mengamuk kembali hingga membuat tiga pria yang menghadangnya kewalahan. Ya, Pak Adi, Febri beserta Pakde mencoba menangkap Agus kembali.
Entah asupan energi darimana yang ia dapatkan hingga bisa melawan tiga orang sekaligus, namun tetap saja, ia dapat dikalahkan.
Novi nampak tersenyum simpul, salah satu sudut bibirnya meninggi, begitu keji ia berbahagia dengan situasi ini. Agus segera diikat tali tambang oleh mereka kemudian dimasukkan ke genuk satunya, Febri yang begitu kesal segera mengguyurnya bertubi-tubi dengan berember ember air.
Ilustrasi air di ember, dok: pixabay
Pak Adi duduk bersila di depan kedua genuk berisi manusia itu. Ia melipat tangannya ke depan dada sembari terus merapalkan doa. Beberapa menit setelahnya, tubuhnya menegang, matanya terus tertutup begitupun dengan keringat yang mulai keluar dari tiap pori-pori tubuhnya.
ADVERTISEMENT
Saat itu pula wajah Novi yang dikendalikan arwah ibu Juni menunjukkan raut tak senang, ia seperti geram melihat Pak Adi yang berusaha mengembalikan sukma Novi.
Bersambung...