news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Santet Sanak Kadang (Part 1)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
1 Oktober 2020 18:19 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ilmu hitam, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ilmu hitam, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Kali ini Mbah dapat izin menuliskan cerita yang sangat rapi dan detail serta mengandung unsur mistis dan budaya di Nusantara. Seputar Trah Ngadirejo merupakan trah yang sangat dihormati dan disegani oleh beberapa sesepuh spiritual dan budayawan di Nusantara.
ADVERTISEMENT
Karena Suwargi Eyang Ngadirejo sendiri merupakan salah satu pendiri dari beberapa komunitas spiritual dan pendiri sekte kuno yang ada di Nusantara.
Kisah ini bermula dari trah Ngadirejo ke 8, konon menurut jangka, jika melewati trah ke tujuh pasti akan ada saja gonjang-ganjing dan bala bencana. Baik dari dalam maupun dari luar, yang fatalnya biasanya berasal dari dalam.
Cerita ini berawal dari tahun 1990 dan berlangsung hingga sekarang dan peristiwa ini terjadi setelah berpulangnya Suwargi Eyang Ngadirejo ke 8 pada tahun 1987.
Eyang merupakan sosok yang misterius, penuh tanda tanya dan tidak banyak bicara. Bahkan urusan klenik dan kenalan-kenalan beliau yang merupakan penggede pada tahun itu pun beliau tutup rapat.
Karena beliau memilih untuk fokus membuka toko kain di wilayah Passer Baroe. Sedangkan Eyang Putri lebih fokus ke wedding organizer dan kateringnya, yang sangat laris pada masa itu yang bahkan, konon pengantin yang dirias Eyang Putri manglinginya luar biasa, karena Eyang menggunakan make up khusus yang sudah diritualkan.
ADVERTISEMENT
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/greymocil]
Bahkan Suwargi Eyang Putri selalu berpuasa atau lelaku ketika akan ada mantenan. Klien beliau salah satu artis sepuh ternama ibukota. Eyang Putri yang masih merupakan keturunan priyayi dan Eyang Ngadirejo yang juga keturunan peranakan, merupakan pasangan suami istri yang disegani.
Bahkan nama beliau berdua, hingga sekarang pun masih mempunyai kesan mendalam bagi beberapa orang, terutama penganut spiritual, pengobatan alternatif, beberapa budayawan, dan juga sesepuh agama penghayat.
Ya, sedahsyat itu nama beliau berdua, bahkan cucunya pun yang diberi warisan tentang ilmu kebatinan beliau hanya 2 orang, sisanya hanya ketempelan atau lain-lain.
Tapi seiring berjalannya waktu ternyata Eyang kakung memberikan pesan kepada temannya bahwa kunci trah ada pada cucu pertama dari anak laki-laki satu-satunya.
ADVERTISEMENT
Di sinilah babak awal hancurnya Trah Ngadirejo. Pertumpahan darah tiada henti, karma berlanjut dan berlangsung hingga detik ini, ketika saya menuliskan cerita ini.
Ilustrasi tumpah darah, dok: pixabay
Suwargi Eyang mempunyai banyak anak, tapi hanya mempunyai 2 anak laki-laki. Di mana dua anak laki-laki ini mempunyai sifat yang sangat bertolak belakang. Dari dulu Suwargi Eyang selalu berpesan bahwa tidak boleh mencari tau silsilah dan gelar atau apa pun yang berbau trah.
Namun nampaknya pesan Eyang ini menjadi awal mala petaka, perpecahan mulai terjadi. Perebutan trah dan pemegang kunci mulai terjadi, banyak pengakuan mulai muncul ke permukaan.
Perasaan jumawa dan jawara justru timbul dari menantu Eyang yang notabene laki-laki semuanya. Padahal Eyang sudah menitipkan pesan bahwa pemegang kunci trah adalah cucu pertama dari anak laki-laki pertamanya.
ADVERTISEMENT
Namun tidak ada satupun yang mengindahkan hal itu mengingat bahwa semua haus kekuasaan, kejayaan dan kedigdayaan. Hingga suatu hari sepeninggal Eyang Kakung, Eyang Putri memanggil semua anak-anak dan cucunya untuk berkumpul.
"Mas, mbak, kalian kan sudah dewasa, Ibu pengin kalian lebih dewasa dalam menyikapi setiap permasalahan, tidak saling berdebat atau lari ke hal-hal yang dilarang kalian kan masih turunan priyayi, jadi jaga sikap kalian, jangan sampe keblinger, karena bapak sudah nggak ada, dan Ibu rasa kalian semua sudah dewasa, sudah bisa mikir mana yang baik dan buruk, jangan sampe bikin crah," kata Eyang Putri.
"Nggih," jawab kami semua kompak.
Eyang putri merupakan satu-satunya orang yang kami segani setelah berpulangnya Eyang Kakung. Bahkan beberapa tradisi peninggalan Eyang sampai sekarang masih saya lakukan.
ADVERTISEMENT
Kala itu, setelah Eyang memanggil seluruh anak cucunya, di satu sisi ada salah satu dari menantunya yang berniat tidak baik terhadap Eyang Putri.
"Ibu sare aja, sisanya biar kami yang beresin," ucap Bude Ros anak kedua Eyang.
"Iya bu, Ibu sare dulu, jangan dipaksa" kata pakde Ros.
"Enggak, aku enggak apa-apa, cuma sedikit lelah karena masak seharian, maklum, aku sudah mulai tua, sedangkan semua aku yang urus," kata Eyang.
"Lalu gunanya kami ada di sini apa bu, kalau bukan membantu ibu?," tanya tante Ayu kepada Eyang.
"Nanti juga kalian semua tau, apa tujuan kalian semua ngumpul di sini," ucap Eyang.
Malam ini, Eyang Putri harus mengambil sebuah keputusan besar di mana keputusan ini adalah keputusan yang akan disesali eyang detik-detik mangkatnya beliau kelak.
ADVERTISEMENT
Lama sekali Eyang terdiam di dalam kamarnya entah apa yang dilakukan Eyang, tapi sayup-sayup terdengar alunan Gending Jawa dari pendopo belakang rumah Eyang.
Makin lama alunan Gending Jawa semakin riuh terdengar. Biasanya kalau seperti ini akan ada tamu agung atau akan ada bala bencana. Kami semua terdiam dan sontak menghentikan kegiatan apa pun yang sedang kami lakukan.
Tak lama kemudian terdengar nyanyian dari pesinden, disusul dengan aroma wewangian cendana dan kantil yang menyatu seiring dengan datangnya rinai hujan yang turun. Tak ada satupun dari kami yang bergerak. Bahkan kaki yang kesemutan pun kami tahan
Hening
Sunyi
Senyap
Hanya suara hujan dan suara pesinden yang entah datang dari mana. Bahkan di Pendopo itu hanya ada alat-alat karawitan yang sudah tertutup debu.
ADVERTISEMENT
Karena sudah tidak pernah dimainkan lagi sejak Eyang Kakung mangkat.
"Pa, eyang lama banget sih, jangan-jangan eyang pingsan," tanyaku.
"Hush," kata Bude Lin sambil melotot padaku.
Tak lama berselang Eyang keluar dari kamarnya dan meminta kami untuk duduk bareng tapi berdasarkan keluarga inti kami masing-masing. Eyang membagikan beberapa benda peninggalan, yang anehnya hanya papaku lah yang tidak mendapatkan apa pun.
Aku mau protes, tapi aku terlalu kecil ketika itu. Semua anak cucunya mendapatkan bagiannya.
Bersambung...