Susuk (Bagian 10)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
2 Agustus 2020 20:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ilmu hitam, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ilmu hitam, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Ya lu bloon, celap celup sembarangan, pake pengaman makanya, gak cerdas sama sekali," kataku
ADVERTISEMENT
"Sekarang, di mana bayi itu?" tanyaku mendadak.
Aku melihat wajah mereka pias
"Lu dari mana tau tentang bayi Mbuk?," tanya mas Wisnu.
"Gak perlu kalian tau gue tau dari mana, sekarang gue cuma mau tau, bayinya ada di mana?," ucapku menegaskan.
"Di rumah orang tua Shinta, tadi kami udah liat bayinya kok," cicit Nath.
"Sekarang anterin gue kesana, sekarang ya, gak pake nanti dan gak pake banyak tanya, nanti kalian semua tau jawabanya, dan biarin gue tidur selama perjalanan, gue masih ngantuk," kataku sambil menaruh gelas di meja.
Benar saja selama 3 jam perjalanan ke rumah Shinta akupun tertidur, untung saja jalanan cukup lengang, tidak padat merayap seperti biasanya.
Kemudian sampailah kami di rumah Shinta, dari kejauhan aku bisa melihat wajah Aki dari Shinta atau buyut dari itu memendam amarah.
ADVERTISEMENT
Ya, iu semua memang tidak 100% kesalahan Shinta, ada pak Brata yang turut andil, baik secara disadari maupun tidak disadari. Aku pun tau jika bukan karena pamannya, mungkin Aki Awi (nama aki/kakek Shinta) sudah mencincang pak Brata. Aku sih tidak peduli, karena yang aku pedulikan hanyalah bayi Shinta.
Bayi tidak bersalah yang harus menanggung kedunguan kedua orangtuanya, hingga menyebabkan dia tinggal di antara 2 alam, 2 dimensi.
Untungnya Shinta masih punya pikiran untuk menyerahkan bayinya kepada orangtuanya.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/greymocil]
Andai bayi itu tidak diserahkan, aku tidak bisa membayangkan, akan seperti apa nasibnya. Kami pun turun dari mobil, aku menyalami Aki Awi, Aki Awi ini adalah teman kakekku, jadi sedikit banyak aku pun tau bagaimana dan seperti apa sepak terjang beliau.
ADVERTISEMENT
"Waaah kedatengan tamu agung, mari neng masuk, lama nggak ketemu," ucap Aki Awi.
"Aku sekarang di Kalimantan Ki, jadi aku udah jarang pulang, ini juga bisa pulang karena mendadak, eh malah reunian sama Aki," selorohku.
"Hahahaha Neng mah bisa aja, itu temennya yang cewek diajak masuk neng, dari baunya sepertinya Aki tau," ucap Aki Awi.
Ilustrasi kakek-kakek, dok: pixabay
"Nanti saja Ki, biarkan dia sendiri yang bertanya, aku tau aki penasaran, tapi bukannya ada yang lebih penting lagi Ki?," Ucapku kemudian.
"Hahahaha klo bicara sama kamu itu sama kaya bicara dengan alm kakek kamu, kalo enggak pake seloka/sanepo, to the point," kata Aki Awi.
"Yee aki, namanya juga cucunya, nanti kalau gak mirip malah bingung, aku ini cucu siapa," candaku dan disambut gelak tawa banyak orang.
ADVERTISEMENT
Aku tau Aki Iwa pasti mengenal apa yang menutup diri Nath, tapi aku juga tau bahwa Nath blom waktunya untuk tau dan fokus kami saat itu adalah ke bayi Shinta.
Bayi yang tidak bersalah, yang menanggung akibat perbuatan dungu kedua orangtuanya. Bayi yang masih harus diselamatkan dari pengikut kedua sekte kuno, agar tidak menimbulkan gesekan yang lebih parah lagi.
Kami pun dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah, hanya saja kali ini mas Wisnu dan pak Brata tidak diperkenankan untuk ikut masuk.
Jujur ketika pertama kali aku melihat bayi itu, aku jatuh hati, bagaimana tidak, perpaduan Indonesia - Belanda - Pakistan
"Tampan sekali," ucapku.
Manik mata berwarna hijau itu membiusku, rahangnya yang tegas seperti pak Brata, dan mata yang teduh seperti Shinta. Bayi ini benar-benar memiliki keunggulan fisik kedua orangtuanya. Hanya saja, dia belum 100% manusia seutuhnya.
ADVERTISEMENT
Tanpa tanya, ibunya Shinta bercerita, bahwa Shinta hanya menyerahkan bayi itu, memberikan nomor telepon kami berlima, dan memberi tahu siapa ayah bayi ini, untuk kemudian dia kembali lagi ke pilihannya.
Ilustrasi bayi laki-laki, dok: pixabay
Shinta, perjanjianmu memakan dirimu dan anakmu,
"Aki, aku gak tau bagaimana caranya agar dia menjadi 100% manusia ki," ucapku
"Ini urusanku dan ayah bayi ini, itupun jika istrinya mau menerima bayi ini, jika tidak, biarkan ini menjadi urusanku," kata Aki Awi.
"Apa tidak ada cara lain Ki?," tanyaku.
"Tidak ada neng, cukup doakan Aki, apapun yang terbaik nantinya," kata Aki Awi lagi kepadaku.
"Yasudah ki, mari kita keluar rumah, kita bicarakan bersama, agar ada solusinya, walau bagaimanapun bayi itu tidak salah," ucapku.
ADVERTISEMENT
Kemudian kami pun keluar dari rumah. Aki Awi menjelaskan semuanya kepada kami semua. Pak Brata yang nampak shock, meminta waktu hingga besok sore, karena ia tidak yakin istrinya akan setuju.
Diam-diam, tanpa sepengetahuan mereka aku memberitahu istri pak Brata. Aku tahu istrinya adalah orang yang bijak dan dewasa, bahkan ia hanya kekanakan jika hal itu sudah mengganggunya.
Karena dari beberapa kali pak Brata selingkuh, hanya perselingkuhan Shinta dan pak Brata yang membuat dia nekat. Aku meminta istri pak Brata untuk menenangkan diri tapi dia bilang padaku jika ternyata dia baru saja mendarat di Jakarta.
Aku melihat pak Brata yang kebingungan.
"Lu itu kebiasaan, kalo bikin masalah selalu orang lain yg nyelesein, makanya kaya gini sekarang kebingungan sendiri, lu ambil wudhu, minta ampun sama Tuhan, minta maaf sama nyokap lu, sama mertua lu, sama istri lu, kalo Tuhan berkehendak, pasti semua akan baik-baik aja, cuma lu kadang overthinking, jadi ribet sendiri," celetukku.
ADVERTISEMENT
Bersambung...