Teluh: Kamu Harus Mati (Part 3)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
23 September 2021 20:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ilmu Hitam, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ilmu Hitam, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Lena sempat terlihat membaik, pasca kepulanganya dari RS, namun semenjak saat itu Lena mulai bertingkah aneh, di mana sering kupergoki dia berbicara sendiri, dan bila malam tiba, dia kembali demam.
ADVERTISEMENT
Mulutnya mengerang seperti menahan rasa sakit.
"Akit.. akit..tolongin ena nda,"
Sakitnya Lena tidak sepenuhnya membawa bencana, layaknya seorang Ayah, Mas Wanto sigap merawat Lena, malah bisa dikatakan sikapnya melunak kepadaku, dan kami bahu membahu dalam merawat Lena, dengan kata lain hubungan kami yang sedang di ujung tanduk, dapat berangsur membaik.
Mas Wanto yang sebelumnya malas untuk membicarakan hal hal mistis, malah meminta izin padaku untuk membawa Lena menemui salah seorang ustad di daerah itu.
Malam itu juga kami membawa Lena menjumpai ustad itu (sebut saja namanya Maliq). Mas Wanto menjelaskan maksud dan tujuan kami menjumpai Ustad Maliq secara detail, termasuk hal-hal ganjil yang terjadi kepada kami.
Lama menanti, Mas Wanto akhirnya keluar bersama Ustad Maliq. Aku yang sedari tadi khawatir akan keadan Lena, langsung melayangkan pertanyaan ke Mas Wanto.
ADVERTISEMENT
"Lena bagaimana mas?"
Mas Wanto mengangkat tangannya sembari memberikan isyarat agar aku tidak bertanya dulu kepada dia atau kepada Ustad Maliq.
Mereka duduk di tempat yang berbeda, saat itu sudah tengah malam, dan akupun sudah ditingal oleh bu Marni, dengan nada bicara yang bisa dikatakan pelan, kulihat mereka serius berbicara, Ustad Maliq tampak memberikan wejangan. Tak lama berselang Ustad Maliq berdiri dan masuk ke dalam rmh.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/nyata74042956]
Kesempatan itu langsung kugunakan untuk membrodol Mas Wanto dengan pertanyaan yang sama.
Mas Wanto hanya berkata singkat,
"Nanti kujelaskan di rumah,"
Ustad Maliq kembali keluar dengan membawakan sebotol air, diberikannya botol itu ke Mas Wanto, dan setelah menerima botol itu Mas Wanto pun berpamitan pulang.
ADVERTISEMENT
"Loh... Lena bagaimana?" tanyaku kepada mereka.
Biar Lena istrahat di sini, besok kalian jemput dia, kata Ustad Maliq menjawab pertanyaanku.
"Dek, nanti sampai rumah kamu kemas keperluan kita ya, besok Mas antar kamu dan Lena pulang dulu ke rumah Bapak," kata Mas Wanto padaku.
Lebih jauh dia melanjutkan perkataannya.
"Kamu gak usah banyak tanya dulu, nanti kalau akar masalahnya sudah selesai Mas janji pasti akan jemput kalian,"
Sesampainya di rumah, aku tidak mau berdebat dan hanya menuruti apa yang sudah diamanahkan Mas Wanto, Kuambil beberapa potong baju dan mulai menatanya di tas yang akan kami bawa pulang.
Ilustrasi rumah sepi, dok: pixabay
Tidak ada pembicaraan lanjutan pada malam itu, terlebih Mas Wanto langsung terkapar diranjang, raut lelah terpampang di wajahnya.
ADVERTISEMENT
Ku cium kening nya.
"Terima kasih untuk semua ya mas," kataku padanya.
Tepat di jam 8 pagi, kami sudah menyantroni rumah Ustad Maliq, tanpa banyak berbasa basi kami langsung membawa Lena dan berpamitan kepada beliau.
Mas Wanto turut serta mengantarkan kami kembali, selama di perjalanan dia mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Teluh," katanya padaku.
Dituturkannya apa yang disampaikan Ustad Maliq, bawasaanya saat ini ada orang yang tidak suka dengan kami, dan mengirimkan Teluh kepada keluarga kecil kami.
Aku shock mendengar penjelasanya Mas Wanto, sempat kutanya apa wanita sinting itu ada hubungan dengan semua ini.
Mas Wanto tampak diam sejenak.
"Tidak baik ber prasangka buruk," jawabnya padaku.
Mas Wanto mengatakan wanita itu memiliki kelainan alias orang gila dan merupakan warga sekitar kampung sekitar. Cukup aneh mendengar penuturan Mas Wanto, belum lagi saat aku menanya soal kamar dan kejadian yang kualami.
Ilustrasi gangguan jiwa, dok: pixabay
Hanya gudang biasa, tidak ada apa-apa, dia memperbolehkan aku melihatnya apabila masalah ini sudah terselesaikan.
ADVERTISEMENT
"Perihal kejadian mistis yang kamu alami. Wallahualam, hanya Tuhan yang Maha Mengetahui," katanya kembali melanjutkan percakapan kami.
Matahari yang bersinar mundur terganti pekatnya malam, kabut sesekali tampak menghalangi perjalanan.
Di bangku belakang kulihat Lena pulas tertidur, dia tampak baikan, tak terdengar lagi suara mengerang kesakitan dari mulutnya seperti beberapa hari lalu.
Bahasan seputar permasalahan klenik yang sudah tidak dapat kami cerna dengan akal sehat, perlahan berubah menjadi obrolan ringan tentang rencana indah Mas Wanto tentang kehidupan kami.
Menjelang subuh kami sampai di rumah, kehadiran kami yang tiba-tiba, membuat Bapak dan adikku kaget, belum lagi tradisi masyarakat kampung, bila ada yang kembali, maka warga lain jua akan datang bertamu.
Seperti saat itu, beberapa warga yang masih berjaga di pos ronda, datang ke rumah, menyalami kami dan menanyakan prihal kepulangan kami yang dadakan.
ADVERTISEMENT
Bersambung...