Teluh: Kamu Harus Mati (Part 5)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
28 September 2021 20:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ilmu hitam, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ilmu hitam, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Transient Ischemic Attak, lebih dikenal dengan istilah stroke, begitulah vonis yang dijatuhkan padanya.
ADVERTISEMENT
"Buk, suami ibu terkena stroke ringan dan ada kemungkinan sementara waktu ini beliau akan lumpuh, saat ini kita sama-sama berdoa agar pasien cepat diberikan kesembuhan," terang dokter itu secara detail kepada Kami.
Tak khayal pnjelasan itu hanya kami balas dengan isak tangis yang alami menetes. Kucoba tegar, menenangkan ibu mertua yang sepertinya tidak dapat membendung perasaanya lagi.
Kupeluk dia.
"Sabar buk, Mas Wanto pasti sembuh," kataku menenangkan, walau sebenarnya aku jauh lebih terpukul.
Sekitar jam 11 kurang, aku meminta izin untuk meninggalkan mereka berdua, rencananya aku akan pulang sebentar ke rumah, ke tempat yang mungkin menjadi sarang dari segala permasalahan yang ada.
Berada sendiri di rumah terkutuk itu sungguh sangat tidak menyenangkan, belum lama aku masuk ke dalam, suara gedoran sudah menyapa dari bagain dapur.
ADVERTISEMENT
Belum lagi aroma busuk yang berasal dari dalam kamar, dimana kasur itupun masih bercecer kotoran yang sudah dihinggapi oleh lalat dan serangga lain.
Apa daya, aku harus bertanggung jawab terhadap kondisi rumah, belum lagi persedian baju ganti Mas Wanto memang sudah habis. Kubuang jauh rasa takut itu dan memulai pengabdian menjadi istri yang baik.
Hari mulai sore, dan aku masih tertahan, beragam pekerjaan masih menumpuk, seolah menunggu untuk dieksekusi. Extra kukerahkan tenaga dengan harapan sebelum senja aku sudah menyelesaikan semua tugas dan bisa bergegas kembali ke Rumah sakit.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/nyata74042956]
Retncana awal yang kurancang kenyataannya berbanding terbalik dengan realita. Aku seperti tersihir larut pada aktivitas. Setelah menyelesaikan masakan yang nanti akan kami makan di RS, mataku menilik singkat ke jam dinding yang telah berada di angka 6.
ADVERTISEMENT
Seketika itu juga Nyali besar yang entah dari mana datangnya kini hilang bak menghianati diri ku, tetiba aku merinding bahkan sebelum rumah itu kembali terbangun tuk menakuti.
Rasanya belum sampai semenit rasa takut ini muncul, raungan sudah kembali terdengar dari dalam kamar itu,
Argg... Arg......
Pintu itu juga mulai bergetar,
Brakk... Brak... Brak..
Terlihat jelas pegangan pintu itu naik turun, seakan ada orang yang ingin memaksa membukanya.
Baru saja kubalikan badan, bersiap mengambil ancang-ancang kabur, langkahku malah mundur, dan membuatku jatuh terpingkal.
Ilustrasi terjatuh, dok: pixabay
Hari itu kali pertama mataku menyaksikan langsung sosok putih terbalut kain kafan yang teramat jorok, wajahnya hitam dipenuhi borok dan nanah.
"Pocong!!!" teriakku.
"Tenang.. Tenang.. Rin," kataku dalam hati mencoba melawan rasa takut.
ADVERTISEMENT
Bau teramat busuk kental tercium dari sosok itu. Mata kami lama saling beradu pandang, bukan karena keberanian, tubuhku serasa kaku, bahkan lisan ayat suci yang kuucapkan seperti tersangkut di tenggorokan dan tak mampu keluar dari mulut ini.
Belum juga sosok pocong musnah dari hadapanku, kini kurasakan sepasang tangan menyentuh leherku, entah siapa sosok yang ada di sana, tangan itu merambat pelan sebelum akhirnya mengencangkan cengkramannya. Nafasku terengah menahan rasa sesak dan sakit atas cekikan itu.
Sosok itu menempelkan kepalanya tepat di telingaku, sembari tertawa bahagia atas rasa sakit yang kurasakan.
Sayup dia berbisik kepada ku
"Kamu harus mati!"
Suara Adzan Isya mulai berkumandang, seketika itu juga kedua sosok goib itu musnah,
ADVERTISEMENT
"Astagfirullah.. Astagfirullah.." lisanku tak berhenti mengucap, aku berterima kasih atas perlindungan yang masih diberikan padaku.
Segeraku berdiri, mengambil perlangkapan yang akan kubawa ke Rumah sakit. Langkahku sigap mematikan semua listrik dan langsung mengunci rumah, sambil menunggu ojek online yang telah kupesan, sengaja aku menyambangi salah satu tetangga dengan alasan menitipkan kunci.
Padahal jujur aku sudah tidak memiliki keberanian walau hanya berdiri di depan gerbang rumah itu. Sepuluh menit berselang ojek pesananku telah datang, dan kami langsung menuju ke RS.
Sebelum keluar dari komplek menuju ke arah jalan raya, pandanganku tidak sengaja menatap sosok seorang wanita, dia berdiri pas di samping gapura komplek, bulu kudukku merinding, saat itu aku baru sadar sosok wanita itu ternyata merupakan perempuan sinting yang dulu pernah menggedor gerbang rumahku.
ADVERTISEMENT
Sekilas kulihat dia tersenyum padaku, dan tatapan matanya tajam mengikuti arah lajur kendaraan kami. Tatapan yang penuh dengan Dendam, itulah yang kurasa saat menatap wajahnya.
Suara langkah menggema di sepinya malam, seorang wanita berjalan menelusuri lorong panjang yang akan mengantarkannya ke bangsal, tempat bagi mereka para penginap.
Ilustrasi memasak, dok: pixabay
Mata tajam menatap lurus ke ujung lorong itu, tangannya terlihat penuh menenteng beberapa tas, dia berjalan agak sedikit berlari, melangkah cepat menelusuri lorong yang sedari tadi ingin menelannya dalam kesesatan.
Sesaat berlalu dia merasa tenang karena sudah berada di depan pintu tempat di mana suaminya sedang dirawat.
"Assalamwualaikum,"
Kata wanita yang bernama Karina itu masuk ke dalam ruangan.
"Maaf buk, Aku telat," kataku kepada Ibu mertua yang masih setia menemani Mas Wanto di sana.
ADVERTISEMENT
"Kamu ngapain aja? kok lama? Ibu jadi khawatir," balasnya.
Raut wajah wanita tua itu sunguh memelas, terlihat lelah. Enggan kuceritakan apa yang terjadi hari ini, mengingat kondisi Mas Wanto yang belum membaik, tak inginku menambah beban pikiran di antara kami pada malam ini.
"Bersihin rumah Buk, sama buatin makanan,"
Kugelar tikar kecil dan langsung kusajikan masakan yang telah kupersiapkan.
"Ibu makan dulu ya, terus istrahat, biar saya yang jaga Mas Wanto,"
Tiada bantahan, ibu terlihat lahap memakan masakanku.
Tak lama berselang ibu mertuaku terlihat sudah tertidur, hanya beralaskan tikar tipis. Ruangan ini bukan ruangan Vip, ada dua kasur lain yang menganggur, sempat ku memita agar beliau tidur di salah 1 kasur itu, namun ditolak olehnya.
ADVERTISEMENT
Bersambung...