Teror Pocong Kiriman (Part 4)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
5 April 2020 22:40 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Teror pocong kiriman, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Teror pocong kiriman, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
“Hah? Angga kerasukan? Kok bisa pak?” Ucap Hanum tak bisa menahan keterkejutannya.
ADVERTISEMENT
“Iya Maaf Num bapak baru bisa ngabarin hari ini. Karena bapak nggak ingin mengganggu kegiatan KKN kamu,” Hanum menghela nafas Panjang. Menatap layar ponsel sejenak. Lalu kembali meneruskan pembicaraannya. “Kapan itu pak? Dan bagaimana itu bisa terjadi?”
“Yah, kamis pekan lalu.”
‘Berarti enam hari yang lalu?!’ Batin Hanum kemudian.
Dengan suara khasnya yang berat, Pak Saiful mulai menceritakan apa yang terjadi malam itu.
***
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter.com/chillbanana313]
Angga melotot menatap ketiganya dengan mulut tertutup rapat, hanya saja terdengar suara geraman dari sana. Sontak ketiga orang itu beranjak dari posisi duduknya.
“Loh Ngga? Kok sudah bangun?” Tanya Pak Saiful. Pria Paruh baya itu mencoba mendekati Angga, namun langsung ditahan oleh Pak Hasan.
ADVERTISEMENT
“Jangan Pul. Jangan dekati dia.”
Pak Hasan langsung bisa menyadari apa yang terjadi pada Angga. Seolah bisa membaca pikiran Pak Saiful dan Bu Sri yang menatapnya heran, Pak Hasan meneruskan ucapannya.
“Dia bukan Angga.”
“Maksud kamu?” Pak Saiful masih berusaha berpikir positif.
“Apa kalian belum juga menyadarinya. Coba lihat baik-baik.” Peringat Hasan kemudian. Ketiganya menatap Angga yang masih berdiri kaku ditempatnya. Benar saja, setelah diamati baik-baik pemuda yang ada dihadapan mereka ini tidak terlihat seperti Angga lagi.
Mata yang melotot itu perlahan berubah warna menjadi kemerah-merahan, tulang pipi mengeras hingga menampakkan urat-urat saraf disekitar wajah, dan anehnya lagi raut mukanya berubah menjadi terlihat lebih tua.
Tiba-tiba saja sudut bibir Angga sedikit tertarik ke atas, menampakkan sebuah seringai mengerikan. Dan benar saja, Angga langsung mengamuk dan mulai membanting barang-barang sekitarnya.
ADVERTISEMENT
“Astaghfirullah Angga.” Bu Sri menangkupkan kedua tangannya dimulut melihat kelakuan anaknya.
“Mbak Sri, cepat cari bantuan dari warga diluar!” Pinta Pak Hasan cepat. Bu Sri menggangguk dan langsung menuju pintu keluar. Menyadari itu Angga malah berusaha mengejar Bu Sri. Bahkan ia sempat menjambak rambut ibunya sendiri, namun berhasil dipisahkan oleh Pak Saiful dan Pak Hasan.
Bu Sri menangis. Namun kembali Pak Hasan menyuruhnya untuk segera menjauhi Angga dan keluar meminta bantuan. Sementara itu kedua lelaki paruh baya itu berusaha menahan Angga sekuat tenaga, meski mereka kewalahan dengan tenaga Angga yang berubah menjadi luar biasa.
Ilustrasi bu Sri menangis, dok: pixabay
Tak lama kemudian Bu Sri datang Bersama Pak RT dan beberapa tetangga. Meski awalnya sempat kebingungan dengan apa yang terjadi, namun para warga yang ada di TKP langsung sigap menolong Pak Saiful dan Pak Hasan yang sedang menahan Angga.
ADVERTISEMENT
“Kenapa ini pak?” Tanya Pak RT disela-sela membantu menahan salah satu tangan Angga.
“Ini pak, ponakan saya kesurupan.” Jawab Pak Hasan dengan nafas terengah-engah.
Pak RT yang mengerti langsung menyuruh salah satu warga untuk segera memanggil Pak Heru, orang yang dianggap berpengalaman menangani hal-hal semacam ini. Kebetulan Pak Heru juga tinggal di kompleksnya.
Lalu datanglah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan yang terlihat masih memakai kaos dan sarung mendekati mereka. Ia adalah Pak Heru. Tanpa banyak bicara Pak Heru langsung menempelkan telapak tangan didahi Angga, yang mana membuat pemuda itu berteriak lebih histeris dari sebelumnya. Angga meronta lebih keras berusaha melepaskan diri.
Mulut Pak Heru tampak bergerak-gerak cepat, ntah merapal mantra ataupun suatu doa. Yang jelas setelah itu tubuh Angga berangsur-angsur menjadi lemah.
ADVERTISEMENT
Pak Heru pun menyuruh orang-orang melepaskan Angga, mereka pun saling berpandangan. Ragu. Namun Pak Heru meyakinkan bahkan semua akan baik-baik saja.
Dilihatnya Angga masih terbaring dan terdiam. Namun matanya masih melotot, tak berkedip barang sedetik pun. Pak Heru duduk bersila diikuti dengan Angga yang kini ikut duduk bersila juga dihadapan Pak Heru.
Kepala Angga tertunduk sembari kembali mengeluarkan geraman. Pak Heru kembali merapalkan sesuatu. Setelah itu terjadilah komunikasi diantara mereka. Pak Heru mulai menginterogasi makhluk yang merasuki tubuh Angga.
“Siapa kamu?," Tanya Pak Heru dengan logat khas Madura.
“Wardi.”
“Apa tujuanmu merasuki tubuh anak ini?,"
((Angga menggeram))
Lagi Pak Heru merapal sesuatu membuat Angga semakin menggeram seperti menahan rasa sakit.
ADVERTISEMENT
“Jangan diteruskan. Aku hanya disuruh saja,"
((Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penyusunan bahasa, karena tidak terlalu fasih bahasa madura)).
Dok: Twitter/chillbanana313
Pak Heru berusaha menyuruh Angga mengatakan siapa yang menyuruhnya, namun makhluk yang mendiami tubuh Angga tetap bersikeras tak mau mengaku. Bahkan mengancam, jika Pak Heru tetap memaksa, maka ia akan terus mendiami tubuh Angga selama mungkin.
Pak Heru tampak menyeka peluh disekitar dahi, seolah memang terjadi pergulatan tak kasat mata yang terjadi didalam sana. Sekitar setengah jam kemudian Angga tiba-tiba ambruk begitu saja. Pak Saiful dan Bu Sri yang khawatir kembali mendekati Angga yang pingsan.
Dari sana Pak Heru langsung memberi penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. Jadi sosok yang merasuki Angga memanglah berwujud pocong. Memang ada seseorang yang mengirim pocong itu untuk mengganggu keluarga Pak Saiful dan Bu Sri.
ADVERTISEMENT
Bahkan orang yang menyuruh pocong itu sempat memberi pesan, jika ingin gangguan berakhir. Pak Saiful dan Bu Sri harus mengirim sejumlah uang dan menanamnya disekitar pohon beringin di suatu tempat.
Pak Saiful dan Bu Sri saling berpandangan heran. Yang benar saja, keluarga mereka diganggu hal tak kasat mata hanya karena ada yang ingin memeras mereka?
Bersambung...