news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Terperosok: Awal Perjalanan (Part 1)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
6 April 2022 20:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gunung horor, dok: Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gunung horor, dok: Pribadi
ADVERTISEMENT
September 2014
Waktu yang cocok untuk kita menikmati keindahan alam di atas gunung, maka dari itu aku membuat agenda untuk mendaki ke gunung Semeru bersama 2 teman baikku yang juga mempunyai hobi yang sama dalam bidang pendakian.
ADVERTISEMENT
Dani dan Yudi, mereka adalah temanku semenjak SMA ya meskipun kami beda sekolah tapi kami tinggal satu kosan. Tapi kini kami tinggal berjauhan karena beda kota tapi itu tidak membuat kami putus persaudaraan justru malah sebaliknya.
Sering kali aku berkunjung ke rumah Yudi yang orang tuanya juga sudah begitu akrab denganku begitu juga dengan Dani, tidak jarang juga mereka berdua yang berkunjung ke rumahku dan kedatangan mereka juga selalu disapa hangat oleh orang tuaku, bisa dibilang kami ini adalah saudara tapi beda orang tua.
Sejak tahun 2009 kami bertiga sering menjajaki gunung-gunung yang ada di pulau Jawa kalau sama-sama ada waktu luang. Bukannya ada waktu luang sih malahan kami selalu mencari waktu luang.
ADVERTISEMENT
Mungkin kami sudah melanggar salah satu pantangan dalam hal pendakian yaitu jumlah ganjil tapi mitos itu tidak begitu kami hiraukan karena bagi kami adalah niat dan tujuan dan syukurlah selama kami bertiga menjajaki beberapa gunung tidak pernah ada hal buruk yang menimpa kami, ada sih tapi tidak terlalu serius dan itu masih bisa diselesaikan dengan mudah tapi tidak dengan hal buruk yang menimpaku ketika mendaki ke Gunung Semeru waktu itu.
Sebuah kejadian yang menurutku aneh tapi itu terasa sangat nyata, dimana waktu itu tanpa sengaja aku hampir terperosok di jalur blank 75.
[Cerita diadaptasi dari Twitter/fidimuhammad_]
(Sabtu 6 September 2014)
Kami bersepakat untuk bertemu di sebuah kota tempat kami bertiga sekolah dulu yaitu kota Jombang, Jawa timur dan titik kumpulnya adalah di rumah Yudi.
ADVERTISEMENT
Bagi kami bertiga rumah Yudi adalah bascamp karena setiap kali kami akan pergi mendaki gunung rumah Yudi lah yang selalu kami pilih sebagai titik kumpul, selain tempatnya strategis orang tua Yudi juga sudah menganggap kami seperti anak sendiri.
Setelah berkumpul kami langsung menaiki motor untuk berangkat ke Gunung Semeru dan tidak lupa bersalaman dengan orang tua Yudi untuk pamit dan meminta doa restunya.
Dani mengendarai motor bututnya sendiri sedangkan aku berboncengan dengan Yudi.
Yaa.. Dani memang selalu begitu setiap mendaki, dia lebih suka mengendarai motor butunya sendiri dari pada dibonceng. Katanya, meskipun butut tapi motor itulah yang selalu mengantar Dani kemanapun dia pergi.
Ilustrasi motor tua, dok: Pribadi
Singkat cerita...
Sore itu kami bertiga sampai di desa terakhir yaitu Ranu pani, sebuah desa yang membuatku merasa nyaman ketika aku menginjakan kaki disana sampai-sampai aku mempunyai fikiran,
ADVERTISEMENT
“Andaikan aku tinggal di desa ini pasti setiap hari aku akan merasakan kesejukan alam yang asri”.
Kedatangan kami sore itu disapa hangat oleh penjaga parkir yang terletak di sebelah lapangan luas yang kalau sore hari selalu ramai oleh anak-anak bermain bola, setelah motor sudah kami titipkan di tempat parkir kami berjalan melewati anak-anak yang sedang bermain bola itu untuk menuju ke basecamp.
Sesampai di bascamp ternyata tidak ada yang berubah, bangunan basecamp masih sama seperti awal aku ke sini pada tahun 2010 lalu namun kali ini suasana semakin ramai oleh pendaki.
Ini bukan pendakian pertamaku ke gunung Semeru begitupun Yudi dan Dani, ini sudah ketiga kalinya aku menjajaki alam gunung Semeru tapi 2 pendakian sebelumnya kami tidak sampai ke puncak Mahameru.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2010 kami hanya mendaki sampai di Ranu kumbolo dan di tahun 2012 kami bisa sedikit keatas ke Kalimati tapi, kali ini kami bertiga bertekad untuk menginjakan kaki di tanah tertinggi Jawa yaitu Mahameru.
Kurang lebih 15 menit lamanya kami mengurus simaksi, mulai dari mengisi formulir dan yang terakhir membayar tiket sebesar Rp.17.500 per hari. Setelah selesai kami langsung memulai perjalanan sore itu juga.
Di awal-awal perjalanan jalalnya masih sama, yaitu jalan aspal yang menurun hingga sampai di pintu gerbang pendakian baru kemudian jalannya berupa tanah dan menanjak.
Sambil berjalan aku membayangkan bagaimana rasanya berdiri di puncak Mahameru nanti, tentunya hal pertama yang akan aku lakukan nanti adalah bersujud syukur, yaa meskipun belum tentu aku akan kuat untuk menggapai Mahameru.
ADVERTISEMENT
Selangkah demi selangkah jalan berpaving dan dominan menanjak ini kami lalui hingga tidak terasa sampailah kami di pos peristirahatan pertama, sesampai di situ kami istirahat di dalam bangunan shelter dan menyempatkan untuk membuat kopi.
Kegiatan membuat kopi di perjalanan ini rutin kami lakukan setiap kali mendaki dengan tujuan agar perjalanannya bisa dinikmati dengan adanya kopi di selah-selahnya, disisi lain waktu itu kami juga sedang menunggu habis waktu maghrib.
Bersambung...