6 Orang Amerika Ubah Pikirannya dan Percaya Bahaya Global Warming

22 Februari 2018 2:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Global Warming (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Global Warming (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Global warming atau pemanasan global merupakan naiknya suhu permukaan bumi yang disebabkan oleh emisi gas, efek rumah kaca seperti karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer.
ADVERTISEMENT
Tentu pemanasan global membawa dampak negatif bagi lingkungan seperti melelehnya es di seluruh bagian dunia, maraknya badai yang terjadi, kegagalan panen yang luar biasa, dan banyak spesies baik flora maupun fauna yang akan punah.
Dilansir New York Times, Rabu (21/2), Direktur Program Yale, Anthony Leiserowitz, mengatakan pandangan orang Amerika tentang pemanasan global sudah berfluktuasi selama bertahun-tahun. Hal itu dikarenakan semakin banyak orang Amerika yang mulai sadar dengan perubahan iklim.
Hampir 70 persen orang Amerika meyakini bahwa penyebab utama perubahan iklim adalah akibat aktivitas manusia. Tingkat kekhawatiran masyarakat Amerika terhadap global warming meningkat 20 persen. Namun tak semuanya langsung percaya akan fenomena tersebut, seperti enam orang berikut ini:
Ilustrasi global warming. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi global warming. (Foto: Shutterstock)
1. Jenniver Rukavina
ADVERTISEMENT
Ahli meteorologi, Jenniver Rukavina, merupakan salah satu orang yang tidak mempercayai adanya pemanasan global. Namun pandangan itu berubah tatkala pada tahun 2008 ia menghadiri pertemuan yang membahas tentang kondisi iklim dan cuaca di bumi.
Pertemuan itu terjadi di Colorado, Amerika Serikat, dan dihadiri oleh berbagai ilmuwan yang menyampaikan pandangan mereka masing-masing terhadap dampak buruk dari fenomena pemanasan global.
Setelah mendengar paparan dari para ilmuwan tentang global warming, Rukavina menyadari bahwa global warming ada dan membuatnya berubah pikiran. Wanita berusia 38 tahun ini juga tidak peduli terhadap pandangan masyarakat lainnya yang masih tidak mempercayai tentang adanya pemanasan global.
"Yang paling penting bagi saya adalah mampu mempersiapkan mereka untuk perubahan yang terbentang di depan,” kata Rukavina.
ADVERTISEMENT
2. Stanley Sturgill
Pensiunan penambang batu bara, Stanley Sturgill, merupakan salah satu orang yang sudah menyadari akan bahaya global warming yang terjadi. Hal itu ia sadari ketika masih bekerja sebagai inspektur tambang batu bara federal.
Sturgill sendiri telah mempelajari tentang pemanasan global sejak awal tahun 1990. Namun, ia lebih memilih diam karena pada saat itu takut kehilangan pekerjaannya.
"Ketika dia mengerti sepenuhnya bagaimana manusia merusak lingkungan. Tapi dia tetap diam dalam masalah ini,” kata Sturgill.
Sampai pada akhirnya Sturgill mengambil langkah pensiun dini setelah bekerja hampir 41 tahun di perusahaan batu bara. Setelah pensiun, Sturgill memilih menjadi aktivis lingkungan dan menyadarkan masyarakat akan bahayanya pemanasan global.
ADVERTISEMENT
Sturgill memberikan pidatonya di depan publik ketika diundang menjadi pembicara di acara yang diadakan oleh Environmental Protection Agency di Charleston. Sturgill juga menjadi pembicara dalam acara yang bertajuk 'Iklim Rakyat' pada maret 2014 di New York.
"Saya tahu kami mencemari bumi, tapi butuh waktu untuk memahami sepenuhnya apa yang terjadi di sekitar," imbuhnya.
3. Valencia Gunder
Pegiat komunitas, Valencia Gunder, yang lahir di Kota Liberty, Miami, menilai menangani permasalahan sosial jauh lebih penting dibanding dengan masalah lain. Hal itu cukup menjadi alasan mengingat Kota Liberty merupakan salah satu kota termiskin di Miami.
"Anda tidak akan mendengar orang berbicara tentang perubahan iklim,” kata Gunder.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, Kota Liberty menjadi perhatian tersendiri bagi para pengembang. Pengembang tersebut bahkan rela menanamkan modal untuk membangun tempat tersebut. Sampai pada akhirnya pada tahun 2016, Gunder mendengar istilah perubahan iklim di bumi.
ADVERTISEMENT
"Perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut menyebabkan masyarakat di tepi pantai harus meninggalkan rumah dan pergi ke pedalaman. Dan masyarakat pedalaman adalah masyarakat berpenghasilan rendah," paparnya.
Melihat kejadian tersebut, Gunder dilatih di CLEO Institue--salah satu kelompok aktivis iklim lokal--dan memberikan penyuluhan terkait perubahan iklim yang terjadi dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam setiap kali seminar yang ia lakukan, Gunder menemukan masyarakat yang sama sekali belum pernah mendengar tentang perubahan iklim yang sedang terjadi.
Badai Irma (Foto: REUTERS/Stephen Yang)
zoom-in-whitePerbesar
Badai Irma (Foto: REUTERS/Stephen Yang)
4. Richard Cizik
Pendeta asal Amerika Richard Cizik merupakan salah satu orang yang dahulu tidak mempercayai global warming adalah hal nyata. Menurutnya, global warming merupakan mitos belaka.
Sampai pada akhirnya pada tahun 2002 silam, kerabatnya meyakinkan dirinya dan meminta ia datang ke salah satu konferensi tentang perubahan iklim. Ketika menghadiri konferensi itu, pandangan Cizik terhadap global warming berubah 180 derajat.
ADVERTISEMENT
“Pandangan (tidak percaya) itu terlepas dari mataku,” kata Richard Cizik.
Ia mulai mengubah gaya hidupnya untuk lebih ramah lingkungan. Langkah itu ia mulai dengan menjual mobil pribadinya dan mendaur ulang rumahnya agar lebih ramah lingkungan.
"Jika Anda tidak pernah mengubah pikiran tentang sesuatu tentang masalah ini (pemanasan global) ,mungkin kita akan mati," katanya.
Cizik tersadar dan berifikir bahwa bumi sudah berubah menuju kondisi yang tidak baik. Melihat kenyataan tersebut, Cizik mulai mendorong teman di kantornya untuk belajar dan memahami tentang perubahan iklim. Namun usaha itu berujung pahit ketika ia justru dikucilkan oleh teman-temannya.
5. Lynne Foster
Lebih dari 25 tahun pasangan suami-istri, Lynne Foster dan Ernie, bekerja sebagai penangkap ikan di Pulau Hatteras bagian utara California. Mereka tinggal dan bermukim di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami hidup di lingkungan alam yang sangat dinamis dan segala sesuatunya terus berubah," kata Foster.
Sampai akhirnya, ia menyadari bahwa alam sudah tidak lagi sehat. Ia harus melihat kenyataan bahwa air di permukaan bibir pantai mulai naik dan banyak pohon yang tumbang.
"Sulit untuk tinggal di sini dan melihat begitu banyak perubahan alam terjadi, dan tidak menyalahkan aktivitas manusia," lanjutnya.
Ironisnya, menurut Foster banyak orang dan masyarakat yang tidak mempercayai bahwa telah terjadi pemanasan global meskipun fakta-faktanya sudah bisa dilihat.
6. Tomas Regalado
Tomas Regalado terpilih menjadi Wali Kota Miami pada November 2009. Namun dalam agenda kerjanya, Regalado tidak sama sekali membahas tentang perubahan iklim yang terjadi.
Menurutnya naiknya permukaan air laut karena pemanasan global adalah sesuatu yang tidak penting. Dia menilai membahas pemanasan global adalah suatu hal yang membuang-buang waktu.
ADVERTISEMENT
Namun, Jose --anak laki-laki Regalado-- menyadarkan ayahnya bahwa pemanasan global adalah sesuatu yang penting untuk dipikirkan. Dalam sebuah momen tersebut, sambil membawa secangkir kopi dan peta, Jose memberitahu ayahnya bahwa dampak pemanasan global sudah cukup membahayakan.
"Saya menyadari bahwa jika ini (pemanasan global) terjadi di suatu tempat, itu bisa terjadi (juga) di sini (Miami)," kata Regalado.
Pandangan Regalado terhadap pemanasan global semakin nyata ketika ia harus melihat Miami kala itu diterjang oleh Badai Irma. Sampai pada akhirnya ia meluncurkan ide untuk mendapatkan obligasi sebesar 400 juta dolar AS atau setara Rp 5 trilliun untuk melindungi kota Miami dari perubahan iklim.