Reaktif Rapid Test COVID-19, Kenapa Harus Takut

Dwi Novia Puspitasari
Pranata Humas Penyelia, Biro Komunikasi Publik, Umum dan Kesekretariatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional
Konten dari Pengguna
24 November 2020 16:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Novia Puspitasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rapid Test COVID-19 di Kebun Raya Cibodas (Dwi)
zoom-in-whitePerbesar
Rapid Test COVID-19 di Kebun Raya Cibodas (Dwi)
ADVERTISEMENT
Takut dan cemas adalah perasaan yang kita sering kita rasakan saat kita menghadapi masalah. Ke dua rasa ini pun sering muncul pada kebanyakan orang saat diminta untuk Rapid test COVID-19. Mereka sebenarnya takut bukan karena jarumnya atau alatnya tetapi lebih pada hasilnya. Saat saya mengobrol dengan rekan maupun tetangga sekitar rumah, mereka takut tes COVID-19 karena takut hasilnya nanti reaktif. Padahal saat itu kebanyakan alat yang digunakan adalah dengan menggunakan rapid test.
ADVERTISEMENT
Saking takutnya saat mau di rapid, ada rekan saya yang tegang, muka pucat dan sampai ada yang benar-benar pergi menghindar dan tidak mau untuk rapid test. Padahal seperti yang disampaikan oleh Rini Sunardi selaku Teknisi Laboratorium Klinik Keluarga Cigombong bahwa rapid test itu digunakan untuk mendeteksi sejak dini mengenai terpapar atau tidaknya kita dengan virus itu. Jadi dengan tes tersebut justru membuat kita lebih tenang dan penanganan lebih cepat. Tetapi memang kita tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti seperti apa yang kita lakukan. Karena sifat dan pikiran setiap manusia itu berbeda dan tidak sama
Banyak dari mereka yang takut jika hasilnya reaktif maka mereka harus tes swab lagi, bayar lagi, tidak akan bisa bekerja lagi, harus isolasi dan dijauhi oleh rekan maupun tetangga. Padahal jika kita reaktif saat rapid test itu belum tentu kita positif COVID-19. Maka perlu dilakukan PCR test dimana PCR ini biasanya lebih valid untuk mendeteksi seseorang itu positif COVID-19 atau tidak. Memang untuk melakukan PCR test kita harus mengeluarkan dana yang cukup besar. Namun di situ kita dapat mengetahui dengan jelas apakah kita postif COVID-19 atau tidak.
ADVERTISEMENT
Jadi reaktif rapid test itu belum tentu negatif COVID-19 dan begitu pun sebaliknya. Untuk mengetahui lebih pastinya kita bisa melakukan tes dengan PCR test. Rini menyampaikan jika kita tidak usah khawatir dengan hasil PCR test. Jika kita postif COVID-19 kita harus rileks, berfikir positif. Karena jika kita sudah mulai down maka daya tahan tubuh kita akan semakin menurun dan si virus tersebut akan senang untuk menggerogoti tubuh kita. Dan akhirnya banyak penyakit lain yang bermunculan yang bisa mengakibatkan kematian.
Seperti yang dijelaskan oleh Rini, saat kita tahu kita positif maka tinggal laporan saja kepada satgas COVID-19 yang ada di instansi kita atau ke puskesmas terdekat. Nanti akan ada petugas yang datang dan mengecek. Kita juga dapat melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari dengan tetap mematuhi SOP yang ada. Kita harus banyak istirahat, sering berjemur, olahraga, banyak minum vitamin dan makan makanan bergizi. Dan satu yang pasti kita tidak boleh down atau berfikir negatif. Semakin kita berfikir negatif maka kesembuhan akan jauh dari kita begitu sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Saat ini stigma masyarakat tentang COVID-19 itu suatu penyakit mematikan dan suatu aib. Tetapi di sisi lain banyak juga sebagian masyarakat justru acuh dengan bahayanya COVID-19. Mereka justru menganggap bahwa COVID-19 itu tidak nyata. Sehingga banyak dari mereka yang abai dengan protokol kesehatan. Padahal saat ini justru kita harus lebih waspada dengan COVID-19 karena penyebarannya sudah tidak terbendung lagi. Kenapa ada masyarakat yang terlalu takut dan ada yang acuh dengan COVID-19?. Menurut saya hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dan edukasi dari semua kalangan baik pemerintah pusat, daerah, desa dan instansi terkait lainnya. Memang betul jika saat ini msayarakat sudah melek teknologi. Ada media elektronik seperti televisi dan media sosial lainnya yang dapat mereka gunakan untuk mendapatkan informasi. Tetapi hal ini masih kurang cukup karena masyarakat tidak mau tahu dan percaya dengan kejadian yang ada di televisi.
ADVERTISEMENT
Masyarakat akan lebh percaya jika ada di bukti nyata. Mereka akan takut jika sudah ada dari keluarga atau tetangga mereka yang kena virus tersebut. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi yang menyeluruh serta melibatkan pemuka agama atau opinion leader. Dengan begitu mereka akan percaya adanya virus tersebut.
Jadi Covid-19 itu ada dan nyata, maka kita harus tetap waspada dan jangan takut secara berlebihan. Kita harus yakin bahwa Tuhan memberikan suatu penyakit pastinya akan ada obatnya. Jangan takut untuk mengikuti rapid test COVID-19. Karena dengan tes tersebut kita akan menjadi tenang dan penanganannya akan semakin cepat. Kita harus tetap mematuhi 3 M, memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Kita juga wajib waspada karena yang mematuhi protokol saja masih bisa kena apalagi yang abai. Karena COVID-19 ada di sekitar diri kita dan bisa jadi kita juga sebagai pembawanya.
ADVERTISEMENT