Pandemi COVID-19 di Indonesia Menurun, Apa Kabar Perkembangan UMKM di Indonesia?

Dwi Sulistyorini
Undergraduate Economics Student at University of Indonesia
Konten dari Pengguna
28 November 2021 20:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Sulistyorini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pixabay

UMKM di Indonesia selama Pandemi Covid-19

ADVERTISEMENT
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau biasa disingkat sebagai UMKM memiliki peran yang vital bagi perekonomian Indonesia, khususnya di masa pandemi ini. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, UMKM merupakan kelompok usaha yang dikelola oleh orang atau suatu badan usaha tertentu, misalnya pedagang asongan, warung makan, toko kelontong, pedagang baju, jasa pencuci motor dan mobil, serta masih banyak lainnya.
ADVERTISEMENT
Jumlah dan kontribusi UMKM di Indonesia dapat dikatakan tidak sedikit, jumlahnya mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07 persen atau senilai Rp 8.573,89 triliun berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM) pada Maret 2021.
Namun tidak dipungkiri bahwa hadirnya pandemi Covid-19 di Indonesia membuat hampir seluruh UMKM terdampak. UMKM di Indonesia cukup rentan karena sangat didominasi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil yang jumlahnya mencapai 64,13 juta atau sekitar 99,92 persen dari keseluruhan sektor yang ada.
Pada survei Komunitas UMKM Naik Kelas bulan April 2020, disebutkan bahwa 83% UMKM berpotensi gulung tikar. Hasil rilis dari Katadata Insight Center (KIC) juga menunjukkan bahwa mayoritas UMKM sebanyak 82,9 persen merasakan dampak buruk dari pandemi dan hanya 5,9 persen yang merasakan pertumbuhan positif.
ADVERTISEMENT
Pandemi bukan suatu hal yang mudah bagi UMKM di Indonesia, hasil survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Bappenas, dan World Bank memperlihatkan bahwa pandemi mengakibatkan banyak UMKM kesulitan dalam hal finansial khususnya pelunasan pinjaman dan menutup variable cost seperti biaya untuk membeli gas, membayar tagihan listrik, dan membayar upah karyawan.
Hal lainnya yang membuat pandemi terasa sangat menyulitkan bagi UMKM adalah sulitnya mendapatkan bahan baku, memperoleh modal, pelanggan yang menurun, distribusi dan produksi terhambat, serta keputusan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) harus dilakukan.

Bantuan Pemerintah untuk UMKM di Indonesia

Melihat hal tersebut pemerintah tidak tinggal diam, pemerintah mengusahakan melakukan penyediaan stimulus melalui berbagai kebijakan seperti tambahan bantuan modal, restrukturisasi pinjaman, keringanan pembayaran tagihan listrik, dan kebijakan pembiayaan lainnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah juga membuat kebijakan khusus yang dinamakan Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang salah satunya ditujukan untuk pemulihan UMKM Indonesia. Pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 123,5 triliun atau 17,7 persen dari total anggaran sebesar Rp 695,2 triliun yang dikeluarkan untuk penanganan Covid-19 nasional tahun 2020.
Tetapi kelemahannya yaitu program PEN UMKM yang dikeluarkan oleh pemerintah ini bersifat “cost deferral” atau penundaan biaya, sehingga baru dapat dinikmati oleh UMKM dengan status formal yaitu UMKM yang telah memiliki pinjaman perbankan dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini membuat program tidak merata dan tidak menyasar UMKM yang berskala kecil, padahal mayoritas UMKM Indonesia didominasi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil dengan status informal (tidak berbadan hukum).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, KemenkopUKM juga menghadirkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) UMKM atau Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) yaitu bantuan dana yang diberikan oleh KemenkopUMKM dalam membantu pelaku UMKM di masa pandemi. BLT yang disalurkan sebesar Rp 1,2 juta per penerima.
Namun pada penerapannya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapatkan bahwa penerima BLT UMKM RP1,2 juta tidak tepat sasaran. BPK menyatakan juga bahwa terdapat 42.487 penerima BPUM dengan total dana hingga Rp 101,0 miliar merupakan pelaku usaha dengan status Aparatur Sipil Negara (ASN), karyawan BUMN dan BUMD, serta TNI/Polri.
Tidak tepatnya sasaran bantuan yang diberikan disebabkan oleh belum adanya database tunggal terkait UMKM di Indonesia dan waktu pendataan serta penyaluran yang sangat terbatas. Namun, survei yang diadakan juga menunjukkan bahwa BLT UMKM cukup membantu untuk digunakan dalam keperluan usaha seperti membeli bahan baku, membayar utang, dan membayar pekerja.
ADVERTISEMENT

Bagaimana kabar UMKM Indonesia saat ini?

Lalu sejalan dengan melandainya kurva kasus baru Covid-19 di Indonesia dan bantuan yang terus dikeluarkan oleh pemerintah, bagaimana keadaan UMKM di Indonesia saat ini?
Berdasarkan survei yang diadakan Komunitas UMKM Naik Kelas pada Maret 2021 menunjukkan bahwa 5,4 persen atau 3,5 juta pelaku UMKM sudah bangkrut dan 43,8 persen masih menunjukkan potensi bangkrut. Kemudian survei yang diadakan lagi pada Agustus 2021 menunjukkan bahwa 19 persen UMK sudah bangkrut atau 11 juta pelaku UMKM sudah benar-benar menutup usahanya, serta masih sekitar 21,4 persen UMKM yang berpotensi menyusul untuk tutup usaha.
Keadaan ini dapat dikatakan lebih berat dibandingkan kondisi UMKM Indonesia saat terpapar krisis moneter 1998. Pada krisis moneter 1998, data BPS menunjukkan hanya 7,42 persen yang akhirnya menutup usahanya.
ADVERTISEMENT
Keterpurukan ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk memperbaiki dan peduli lebih jauh akan perkembangan UMKM di Indonesia sebagai penyumbang yang cukup besar pada PDB Indonesia.
Pemerintah harus lebih peduli untuk menata UMKM di Indonesia lebih baik dengan melakukan pendataan lebih lengkap dari tiap kabupaten, hal ini perlu dilakukan karena pendataan yang buruk membuat program yang diberikan untuk pelaku UMKM menjadi tidak tepat sasaran.
Pemerintah sebaiknya juga melakukan pencerdasan pada pelaku UMKM di Indonesia karena pelaku UMKM khususnya Usaha Mikro dan Usaha Kecil didominasi oleh masyarakat berpendidikan rendah.
Pencerdasan yang dapat dilakukan berupa sosialisasi mengenai UMKM itu sendiri, bagaimana standar restrukturisasi utang agar pelaku UMKM tidak terjebak dengan pinjaman-pinjaman yang berbahaya, dan sosialisasi mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta permodalan pada UMKM.
ADVERTISEMENT