Pamungkas

Pamungkas: Kita Butuh Alam

EcoNusa
Yayasan EcoNusa memperkenalkan Papua lebih dekat dalam sebuah film yang bercerita soal budaya Papua.
29 November 2021 14:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyanyi Pamungkas tampil dalam konser Rockin Paradise Gelora Muda yang disiarkan secara daring . Foto: Dok. Yayasan EcoNusa
zoom-in-whitePerbesar
Penyanyi Pamungkas tampil dalam konser Rockin Paradise Gelora Muda yang disiarkan secara daring . Foto: Dok. Yayasan EcoNusa
ADVERTISEMENT
Berdialog dan menyatu dengan alam menjadi salah satu sumber inspirasi dalam berkarya. Alam memberikan keheningan dan kejernihan berpikir yang tak bisa dihadirkan oleh suasana perkotaan yang selalu menuntut orang untuk melaju dengan cepat.
ADVERTISEMENT
Tak terkecuali bagi Rizki Rahmahadian Pamungkas. Musikus yang dikenal dengan nama Pamungkas ini mengakui bahwa alam berperan penting dalam proses kreatifnya saat menciptakan lagu.
“Saya menemukan sesuatu bahwa ternyata menyatu dekat dengan alam itu sama dengan mengingatkan kembali ‘akar’ manusia itu seperti apa,” kata Pamungkas pada Minggu (17/10).
Pamungkas menjadi salah satu musikus yang terlibat dalam konser Rockin’ Paradise Gelora Muda yang diselenggarakan oleh EcoNusa. Konser yang ditayangkan di YouTube EcoNusa TV pada 23 Oktober 2021 tersebut mengajak kaum muda untuk menjaga hutan khususnya yang ada di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku. Pertunjukan ini juga menghadirkan Dira, Marcello Tahitoe, Nikita Becker, Vicky Salamor, dan The Bakuucakar.
Saat proses penulisan album Flying Solo (2019), Pam, sapaan karib Pamungkas, mengasingkan dirinya dari riuh Ibu Kota. Ia memilih Pulau Bali sebagai tempat suaka yang dapat memberikan ketenangan agar ia bisa berpikir jernih untuk menggarap album. Pam menjelajahi hutan dan pantai di Bali dan menghasilkan 11 lagu di album ketiga yang mengusung tema cinta, self love, dan kesendirian.
ADVERTISEMENT
Menurut Pam, saat berinteraksi secara intens dengan alam, terutama hutan, ia tak lagi merasakan kegelisahan dan pikiran negatif. Perasaan terasing yang ia rasakan pun hilang seketika. Ia beranggapan bahwa hutan tidak sekadar kumpulan pohon di suatu area, melainkan simbol keteguhan.
“Jadi dengan adanya media sosial dan kita jarang bertemu dengan orang lain, sering menyudutkan diri sendiri untuk berpikir bahwa ‘Kok gue sendirian, ya’. Saat itulah kita sebenarnya butuh alam. Jadi, dekatlah dengan alam. Apalagi generasi gue, dengan adanya alam mungkin akan lebih seimbang hidupnya,” ujar Pam.
Sayangnya kelestarian alam tengah terusik. Pembangunan yang semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi justru tak bersahabat dengan alam. Hutan yang menjadi rumah bagi jutaan makhluk hidup dipandang sebagai salah satu pundi-pundi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Pengrusakan alam yang terus berlanjut sejak revolusi industri membawa konsekuensi berupa krisis iklim. Bila tak dikendalikan, kenaikan suhu bumi akan berdampak pada kepunahan jutaan makhluk hidup, begitu juga dengan manusia. “Gue bukan ahli, tapi melihat ini sebagai hukum sebab-akibat. Dalam kehidupan sehari-hari, kalau lo gak bersihin kamar gak akan nyaman, banyak debu, dan menimbulkan penyakit,” kata Pam.
Menurut Pam, kepedulian terhadap alam harus timbul dari diri sendiri dengan terbuka terhadap berbagai informasi. Sebagai negara dengan hutan hujan terluas ketiga di dunia, harapan terakhir hutan yang lestari berada di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku dengan luas hutan lebih dari 38 juta hektar.
“Saya harap hutan di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku tetap bertahan,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten