Masyarakat adat Suku Moi- EcoNusa

Pencabutan Izin Perusahaan Harus Diikuti Pengembalian Hak Masyarakat Adat

EcoNusa
Yayasan EcoNusa memperkenalkan Papua lebih dekat dalam sebuah film yang bercerita soal budaya Papua.
11 Januari 2022 19:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masyarakat adat Suku Moi di Kabupaten Sorong, Papua Barat. Foto: EcoNusa
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat adat Suku Moi di Kabupaten Sorong, Papua Barat. Foto: EcoNusa
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut izin-izin pertambangan, kehutanan, dan penggunaan lahan negara yang dinilai bermasalah. Ini dilakukan untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar merata, transparan, adil, dan mengoreksi ketimpangan dan kerusakan alam.
ADVERTISEMENT
“Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut,” kata Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis, 6 Januari 2022, seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet RI.
CEO Yayasan EcoNusa, Bustar Maitar, menyambut baik langkah Presiden Jokowi yang mencabut izin yang bermasalah. “Ini adalah langkah tepat yang dilakukan pemerintah. Saya yakin masih banyak lagi izin-izin yang bermasalah,” katanya.
Menurut Bustar, pemerintah harus mengevaluasi perizinan lebih menyeluruh. Tidak hanya izin perkebunan sawit, tetapi juga hak pengusahaan hutan (HPH), hutan tanaman industri (HTI), dan pertambangan.
Pendiri Yayasan EcoNusa, Bustar Maitar, memaparkan kondisi Papua. Foto: Mirsan Simamora/kumparan
Dari pengalaman EcoNusa bersama Pemerintah Provinsi Papua Barat saat mereview izin perkebunan sawit, banyak sekali perusahaan yang merugikan lingkungan dan kekayaan negara, bahkan ada yang tidak bayar pajak. Dari sekitar 650 ribu hektar lahan yang diberikan izin konsesinya kepada 24 perusahaan sawit, hanya 17 ribu hektar yang membayar pajak.
ADVERTISEMENT
“Tidak hanya itu, izin-izin bermasalah tersebut telah merampas hak-hak masyarakat adat. Hampir semua izin hanya mengincar pengambilan kayu tanpa komitmen yang jelas untuk pengembangan, bahkan mengabaikan hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.
Menurut Bustar, momentum pencabutan izin oleh Presiden Jokowi ini harus diikuti dengan upaya pengakuan hak-hak masyarakat adat, memaksimalkan potensi, dan peran mereka. Ini dilakukan untuk memperkuat ekonomi masyarakat, bukan malah dialokasikan lagi untuk izin lainnya. “Kami mendorong evaluasi perizinan dilakukan di seluruh Indonesia,” kata Bustar.
Tutupan hutan di Malaumkarta Raya, Provinsi Papua Barat. Foto: Dok. Yayasan EcoNusa/Moch. Fikri
Berdasarkan instruksi Presiden Jokowi, pemerintah mencabut 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batubara (minerba) yang tidak pernah menyampaikan rencana kerja. Selain itu, pemerintah juga mencabut 192 izin perusahaan yang bergerak di sektor kehutanan dengan luas total 3.126.439 hektar, karena perusahaan tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan menelantarkan lahan.
ADVERTISEMENT
Hak guna usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34,448 hektar juga dicabut. Dari luasan tersebut, sebanyak 25.128 hektar dimiliki oleh 12 badan hukum dan sisanya seluas 9.320 hektar dimiliki oleh 24 badan hukum.
“Izin yang sudah bertahun-tahun telah diberikan tetapi tidak dikerjakan, ini menyebabkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ujar Jokowi.
Presiden Joko Widodo berjalan di kawasan hutan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Menurut Jokowi, pembenahan dan penertiban izin tersebut merupakan bagian integral dari perbaikan tata kelola pemberian izin pertambangan, kehutanan, dan perizinan lainnya. Pemerintah memberikan kemudahan izin usaha yang transparan dan akuntabel, tetapi jika izin-izin tersebut disalahgunakan, pasti akan dicabut.
“Kita harus memegang amanat konstitusi bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” kata Jokowi.
ADVERTISEMENT
Di saat yang sama, pemerintah berjanji akan memberikan kesempatan pemerataan pemanfaatan aset bagi kelompok-kelompok masyarakat dan organisasi sosial keagamaan yang produktif. Termasuk kelompok petani dan pesantren yang bisa bermitra dengan perusahaan yang kredibel dan berpengalaman.
“Indonesia terbuka bagi para investor yang kredibel, yang memiliki rekam jejak dan reputasi yang baik, serta memiliki komitmen untuk ikut menyejahterakan rakyat dan menjaga kelestarian alam,” tuturnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten