Ada Maulana Syeikh, Selain Hasyim Asyari dan Ahmad Dahlan

Edo Segara Gustanto
Dosen FEBI IIQ An Nur YK, Mahasiswa Doktoral Hukum Ekonomi Syariah UII
Konten dari Pengguna
12 Maret 2024 14:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edo Segara Gustanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Gambar: Website resmi PB Nahdatul Wathan
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Gambar: Website resmi PB Nahdatul Wathan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Maulana Syeikh atau yang dikenal dengan Tuan Guru Kyai Haji (TGKH) Muhammad Zainudin Abdul Madjid, merupakan seorang ulama karismatis dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat dan merupakan pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islam terbesar di provinsi tersebut.
ADVERTISEMENT
Nahdlatul Wathan didirikan pada tahun 1953 oleh TGKH Muhammad Zainudin Abdul Madjid sebagai gerakan Islam yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman agama dan pendidikan di kalangan masyarakat setempat. Organisasi ini telah memainkan peran penting dalam pengembangan pendidikan, kesejahteraan sosial, dan aktivitas keagamaan di wilayah tersebut.
TGKH Muhammad Zainudin Abdul Madjid juga dikenal sebagai tokoh yang berperan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Pulau Lombok serta menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan dan ketidakadilan sosial. Pada tahun 2017, beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia atas kontribusinya yang luar biasa dalam memajukan agama, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya.
Ketokohan dan legacy Maulana Syeikh (TGKH Muhammad Zainudin Abdul Madjid), dibedah dalam acara yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) Yogyakarta pada hari Sabtu, 9 Maret 2024.
ADVERTISEMENT
Acara yang dilakukan secara daring ini menghadirkan penulisnya sendiri, Dr. H. Muslich KS (Dewan Pakar PS2PM Yogyakarta/Dosen UII Yogyakarta), Dr. Yusdani, M.Ag (Direktur PS2PM Yogyakarta/Dosen UII Yogyakarta) dan Prof. TGH. Fakhrurozzi Dahlan (Sekjen Pengurus Besar Nahdatul Wathan/Direktur Pasca Sarjana UIN Mataram) serta Keynote Speaker Prof. Dr. TGH Zainul Arifin Munir (Murid Maulana Syeikh/Guru Besar UIN Mataram).
Perjuangan Selama Kemerdekaan Indonesia
Pada zaman penjajahan, al-Mukarram Maulana Syeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat menggembleng patriot-patriot bangsa yang siap bertempur melawan dan mengusir penjajah.
Secara khusus al-Mukarram Maulana Syeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid bersama guru-guru Madrasah NWDI-NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi nama “Gerakan al-Mujahidin”. Gerakan al-Mujahidin ini bergabung dengan gerakan-gerakan rakyat lainnya di Pulau Lombok untuk bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dan pada tanggal 7 Juli 1946, TGH. Muhammad Faizal Abdul Majid adik kandung Maulana al-Syeikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memimpin penyerbuan tanksi militer NICA di Selong. Namun, dalam penyerbuan ini gugurlah TGH. Muhammad Faisal Abdul Madjid bersama dua orang santri NWDI sebagai Syuhada’ sekaligus sebagai pencipta dan penghias Taman Makam Pahlawan Rinjani Selong, Lombok Timur.
Usulan Dokumentasi Berbentuk Film
Dalam diskusi dan bedah buku "Maulana Syeikh Muhammad Zainudin Abdul Madjid; Sang Penakluk Budaya Cadas Lombok," yang ditulis oleh Muslich KS, atau Romo Muslich yang merupakan sapaan akrab penulis, beliau mengusulkan agar Maulana Syeikh didokumentasikan dalam bentuk film.
Lebih lanjut Romo Muslich mengatakan jika buku yang ditulisnya merupakan upaya keras mengenalkan Ulama-ulama Lombok dengan menggunakan perspektif pendekatan budaya. Di mana TGKH Muhammad Zainudin Abdul Madjid dalam buku tersebut diceritakan berhasil menghapus budaya animisme dan dinamisme dengan menggunakan pendekatan agama.
ADVERTISEMENT
Fikih Budaya dan Pribumisasi Islam
Sementara pembedah kedua, Dr. Yusdani, M.Ag (Direktur PS2PM Yogyakarta/Dosen UII Yogyakarta) mengatakan jika upaya yang dilakukan penulis dengan penulisan buka Maulana Syeikh merupakan sesuatu yang sangat monumental mengingat peran Maulana Syeikh yang cukup besar di Lombok.
"Penulis juga menggunakan pendekatan fikih budaya. Pendekatan fiqh budaya adalah pendekatan dalam studi hukum Islam yang mengambil kira konteks budaya dan tradisi masyarakat dalam merumuskan hukum-hukum agama. Pendekatan fiqh budaya merujuk pada cara pemahaman dan aplikasi hukum Islam yang mempertimbangkan konteks budaya dan sosial suatu masyarakat," ungkap Yusdani.
"Selain menggunakan pendekatan fikih budaya, buku ini juga mengungkap dengan jelas telah terjadi pribumisasi Islam di Lombok. Di mana Maulana Syeikh berhasil menggeser kepercayaan animisme, di mana masyarakat percaya kepada benda-benda tertentu yang memiliki roh atau jiwa dengan pendekatan Islam," tambahnya lagi.
ADVERTISEMENT
5 Fikroh dan Pancalogi Semangat Maulana Syeikh
Pembicara pamungkas, Prof. TGH. Fahrurrozi Dahlan (Sekjend PB Nahdatul Wathan/Guru Besar UIN Mataram) dalam ulasannya, meski tidak pernah bertemu langsung dengan Maulana Syeikh, dalam berbagai kesempatan diceritakan oleh murid-muridnya (termasuk Prof. TGH Zainal Arifin Munir), Maulana Syeikh memang memiliki legacy yang kuat di masyarakat Lombok.
TGH Fahrurozzi Dahlan mengatakan dalam diskusi tersebut, jika dalam dakwah Maulana Syeikh, tergambar 5 fikroh penting, di antaranya adalah: (1). Fikroh Nadhliyah (Kebangkitan), (2). Fikroh Kawniyah (Kebangsaan), (3). Fikroh Siyasi (Politik Kebangsaan), (4). Fikroh Diniyah Islamiyah (Keislaman/Keagamaan), (5). Fikroh Kearifan Lokal (Budaya).
"Selain 5 fikroh di dalam dakwahnya, Maulana Syeikh juga dalam berdakwah menggambarkan 5 semangat dalam dirinya: (1). Semangat Keberagaman, (2). Semangat Ilmu Pengetahuan, (3). Semangat berorganisasi, (4). Semangat bermasyarakat, (5). Semangat berbangsa dan bernegara," ungkap Fahrurozzi.
ADVERTISEMENT
"Selain itu yang sangat krusial dalam kehidupan Maulana Syeikh, dia berhasil menghilangkan jarak dengan masyarakat. Ia menghilangkan jubah dan gelar kebesarannya, demi bisa menghilangkan sekat-sekat agar bisa berdakwah dengan masyarakat Lombok saat itu. Patut diingat, selain KH Hasyim Asyari (Nahdlatul Ulama) dan KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) ada Maulana Syeikh di Lombok dengan Nahdlatul Wathannya," tutup Fahrurozzi.[]