Konten dari Pengguna

Cukai Minuman Berpemanis di Indonesia: Urgensi Peran Pajak dalam Kesehatan

Edwin Aqil
International Tax & Transfer Pricing Associate
24 Juni 2024 18:59 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edwin Aqil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi minuman berpemanis. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minuman berpemanis. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia patut cemas dengan tingkat prevalensi diabetes yang terus meningkat. Data dari International Diabetes Federation (IDF) mengungkapkan jumlah penyandang diabetes di Indonesia pada tahun 2021 mencapai jumlah 19,47 juta orang, meningkat sebesar 167% dibanding tahun 2011 dengan jumlah 7,29 juta orang. IDF memproyeksikan prevalensi diabetes akan terus meningkat hingga 28,57 juta orang pada tahun 2045 jika tidak terdapat intervensi.
ADVERTISEMENT
Tidak tanggung-tanggung, meningkatnya prevalensi diabetes di Indonesia juga turut menyebabkan pengeluaran negara yang membengkak. Selama tahun 2018-2022, biaya klaim untuk peserta BPJS Kesehatan penyandang diabetes naik dari Rp4,9 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp6,4 triliun pada tahun 2022.
Menteri Kesehatan Indonesia mengimbuhkan bahwa diabetes merupakan mother of all disease, seperti jantung, stroke, dan ginjal. Klaim BPJS Kesehatan dari penyakit-penyakit ini juga tinggi jumlahnya mencapai Rp17,54 triliun pada tahun 2022.
Bukan tanpa sebab, peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia ternyata banyak diakibatkan dari gaya hidup tidak sehat masyarakat dalam mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Studi Vasanti et al (2010) menunjukkan bahwa seseorang yang mengonsumsi MBDK 1-2 kali sehari memiliki risiko 26% lebih besar terkena diabetes tipe 2 dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsi atau satu kali mengonsumsi dalam sehari. Ironisnya, Kementerian Kesehatan mencatat 61,3% penduduk Indonesia mengonsumsi MDBK lebih dari satu kali per hari pada 2018.
ADVERTISEMENT
Berkaitan dengan itu, sudah sepatutnya bagi negara untuk melakukan intervensi untuk menyelamatkan masa depan bangsa dan menangkap momen Bonus Demografi 2030 yang sehat. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan memaksimalkan fungsi perpajakan.
Mardiasmo (2011) dalam Putro (2019) menuturkan fungsi pajak dapat terbagi menjadi dua yang terdiri atas fungsi budgetair dan regulerend. Fungsi budgetair adalah pungutan secara paksa yang bertujuan untuk menghimpun dana. Di sisi lain, fungsi regulerend adalah pajak digunakan mengatur dalam bidang sosial-ekonomi dan mengatasi eksternalitas negatif melalui kurva permintaan-penawaran (Rosdiana dan Irianto, 2014).
Dua fungsi tersebut pada dasarnya terkandung dalam kebijakan cukai. Pemerintah sendiri telah mempersiapkan kebijakan cukai MBDK untuk segera diimplementasi.
Literatur dari World Bank (2020) menyatakan bahwa cukai MBDK yang dirancang dengan baik dapat mendorong perusahaan untuk reformulasi produk dengan mengurangi kandungan gula pada MBDK. Sementara itu, riset dari CISDI (2022) memberikan bukti implementasi cukai MBDK dapat menggeser perilaku masyarakat untuk beralih mengonsumsi air putih.
ADVERTISEMENT

Peran Pajak dan Pentingnya Alokasi Anggaran untuk Kesehatan

Tidak hanya mengubah permintaan dan penawaran saja, pajak merupakan instrumen penting untuk membangun SDM yang sehat dan berkualitas. Inisiatif reformasi kesehatan dari pemerintah patut diapresiasi, program percepatan penurunan stunting, perbaikan gizi, penanganan diabetes, dan lainnya tentu akan menjadi lebih inklusif jika diikuti dengan intervensi fiskal.
Melihat gambaran anggaran alokasi kesehatan Indonesia, tercatat sejak tahun 2017 hingga tahun 2022, realisasi anggaran kesehatan dari pemerintah mengalami tren kenaikan. Jumlahnya mencapai Rp92,2 triliun pada tahun 2017 hingga hingga Rp255,3 triliun pada tahun 2022. Pemerintah telah memasukkan kesehatan menjadi prioritas pembangunan nasional melalui Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022.
Meskipun terus meningkat, Asian Development Bank (ADB) mengungkapkan bahwa indeks kesehatan Indonesia memiliki indeks 57,7, masih di bawah Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Indeks yang serupa juga terlihat pada penyakit diabetes, Indonesia merupakan negara dengan penyandang diabetes tertinggi di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Faktanya, Thailand dan Vietnam merupakan negara yang memiliki pungutan cukai yang variatif sebesar 21 dan 16 jenis objek kena cukai, termasuk cukai minuman berpemanis. Sementara Indonesia hanya memiliki 3 jenis objek kena cukai.
Sederhananya, pemerintah Thailand dan Vietnam memiliki intervensi fiskal yang kuat untuk menginternalisasi eksternalitas negatif atas konsumsi minuman berpemanis. Di Thailand, cukai MBDK menurunkan konsumsi secara masif pada anak-anak berusia 6-14 tahun. Di sisi lain, kedua negara tersebut juga telah menggagas anggaran kesehatan berkelanjutan yang masif, seperti anggaran promosi kesehatan, pelayanan preventif, dan lainnya.
Hadirnya kebijakan cukai MBDK seharusnya memberikan angin segar untuk percepatan peningkatan sektor kesehatan, terkhusus penanganan diabetes dan penyakit terkait lainnya. Pajak dapat menjadi penopang anggaran untuk penanganan diabetes dan memaksimalkan fungsi regulerend sebagaimana tertuang dalam kebijakan cukai MBDK
ADVERTISEMENT
Agar lebih efektif, alokasi anggaran untuk kesehatan yang presisi diharapkan dapat mempercepat inisiatif reformasi kesehatan pemerintah. Penerimaan cukai MBDK dapat dialokasikan untuk penanganan diabetes, perbaikan gizi, peningkatan akses kesehatan dan lain-lain.

Tantangan Implementasi dan Alternatif Solusi

Kendati demikian, kebijakan baru ini pada dasarnya juga memiliki tantangan dalam implementasinya. Cukai MBDK memerlukan database yang kuat terkait kandungan jumlah gula ataupun jenis minuman yang beredar di pasar. Database yang kuat ini akan mempermudah proses pengawasan oleh pemerintah.
Integrasi data dari perusahaan yang memproduksi MBDK beserta kandungan gulanya ke dalam database DJP merupakan langkah yang dapat diambil. Terlebih, saat ini DJP telah memiliki core tax system yang sudah sepatutnya dapat mempermudah proses pengawasan.
ADVERTISEMENT
Tantangan lain hadir jika masyarakat mengalihkan konsumsinya dengan membeli minuman berpemanis yang tidak digolongkan sebagai MBDK. Untuk itu, pemerintah harus memastikan kerangka kebijakan ini bisa mengatasi leakage yang mungkin muncul saat implementasi kebijakan.
Pada akhirnya, keberhasilan dari kebijakan ini tidak hanya bergantung pada pemerintah. Namun, juga bergantung pada kesadaran atas kesehatan oleh masyarakat. Langkah-langkah seperti sosialisasi kesehatan beserta programnya, dapat diambil oleh pemerintah sebagai langkah pendukung.