Bioetanol dari Sorgum Bisa Turunkan Konsumsi Minyak Bumi

9 April 2017 11:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tanaman Sorgum (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Tanaman Sorgum (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Ketergantungan Indonesia terhadap minyak saat ini masih tinggi, sehingga Pemerintah menargetkan bauran energi minyak bumi turun dari sekitar 40 persen menjadi hanya 25 persen tahun 2025. Salah satunya dengan pengembangan Energi Baru Terarukan (EBT) seperti bioetanol yang potensi pengembangannya besar dan produktifitasnya tinggi.
ADVERTISEMENT
"Tahun ini kebutuhan minyak sekitar 1,6 juta barel per hari (bph). Meski tahun 2025 baurannya diturunkan menjadi hanya 25 persen, tetapi volumenya meningkat menjadi sekitar 1,9 juta bph. Padahal produksi minyak kita kurang dari 800 ribu bph, itupun masih ada yang diekspor," ujar Kepala Balitbang ESDM, Sutijastoto melalui keterangan resmi yang dikutip kumparan (kumparan.com), Minggu (9/4).
Sutijastoto menjelaskan, bioetanol dari sorgum potensinya sangat besar, karena mudah didapatkan. Untuk diketahui, sorgum adalah salah satu makanan pokok dari jenis rumput-rumputan seperti padi, jagung dan gandum. Tanaman ini mirip tanaman jagung, namun tumbuh lebih tinggi.
"Walaupun secara volume, kalau dibandingkan dengan tebu lebih sedikit produktifitasnya untuk menghasilkan bioetanol, tetapi karena bisa dipanen 3 kali setahun, maka produktifitasnya bisa melebih tebu dalam setahun. Itu yang kita olah batangnya, bijinya kita olah untuk pangan. Inilah potensi energi yang bisa disinergikan dengan pangan," ungkap Sutijastoto ketika memberi paparan pada Seminar Nasional: "Menuju Indonesia Adidaya, Menjawab Tantangan Energi, Air dan Pangan Masa Depan" di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
Sutijastoto mewakili Kementerian ESDM juga telah melakukan rapat kerja dengan Tim Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta dalam rangka kerjasama pengembangan bioetanol. Pengembangan bioetanol tersebut telah dimulai dengan penanaman sorgum dan kemiri sunan di kebun percobaan di Bantul, DIY Yogyakarta, dengan pembiayaan APBN. Untuk penerangan di kebon biofuel tersebut menggunakan energi surya.
Saat ini sedang dilakukan kajian keekonomian untuk komersialisasi fasilitas pengolahan bioetanol berkapasitas 30 ribu kilo liter per tahun, yang hasilnya dapat digunakan sebagai campuran BBM.
Sutijastoto menuturkan, dengan skema ini, apabila dilakukan di wilayah yang masih terpencil dengan infrastruktur terbatas seperti di Timur Indonesia, maka dapat membuat biaya pokok penyediaan BBM lebih efisien.