Melihat Peluang dan Tantangan Industri Perbankan Indonesia

25 Agustus 2017 15:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi investasi (Foto: Stevepb via Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi investasi (Foto: Stevepb via Pixabay)
ADVERTISEMENT
Marjin yang tinggi, pasar yang besar dengan penetrasi perbankan yang masih rendah, serta pertumbuhan ekonomi yang sehat merupakan alasan utama Indonesia dianggap sebagai salah satu pasar paling menarik bagi institusi keuangan di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Lembaga pemeringkat global Moody's baru-baru ini mengubah outlook-nya terhadap sistem perbankan Indonesia menjadi positif dari stabil, karena melihat perbaikan dalam kinerja pemerintah, kualitas aset dan kelayakan kredit.
Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo, menilai margin atau profitabilitas perbankan belum akan menurun dalam waktu dekat.
"Kelebihan pembiayaan masih terbatas dan jika semua bank tumbuh dengan cepat, akan dibutuhkan paling tidak lima tahun bagi pasar untuk menyesuaikan," jelas Kartika seperti dikutip dari CNBC.com, Jumat (25/8).
Sementara itu, Survei Perbankan Indonesia yang dilakukan lembaga konsultansi PwC pada 2017, menyebutkan risiko makro ekonomi dan kredit masih mengancam industri perbankan.
Fauzi Ichsan, Ketua Lembaga Simpanan Indonesia, menanggapi survei itu dan menyebutkan risiko perbankan sudah menurun, didukung dengan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga komoditas yang sehat.
ADVERTISEMENT
Ichsan menambahkan, peringkat investment grade (layak investasi) dari lembaga pemeringkat global S&P sudah menjadi dasar kepercayaan yang kuat terhadap ekonomi.
Industri perbankan Indonesia memang menarik, namun tantangannya juga tidak mudah, di antaranya jumlah bank yang cukup banyak dan mulai bangkitnya perusahaan teknologi keuangan.
Sebagai informasi, jumlah bank di Indonesia memang cukup banyak, sekitar 120 bank.
Menurut Kartika, Indonesia harus memiliki target 50 sampai 60 bank dalam jangka panjang.
"Investor seperti Jepang, China dan Taiwan, sebenarnya bersedia untuk membeli dan mengintegrasikan lebih banyak bank di Indonesia," tuturnya.
Pemerintah juga berencana mengkonsolidasikan sektor ini melalui merger dan akuisisi, untuk menciptakan sistem perbankan yang lebih kuat dan lebih efisien.
Presiden Joko Widodo memiliki target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Sebagian besar pertumbuhan itu bisa berasal dari teknologi keuangan. Menurut Laporan McKinsey tentang digitalisasi Indonesia, perusahaan fintech dapat menyumbang hingga 10 persen produk domestik bruto (PDB) ke ekonomi Indonesia pada tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Ichsan mengatakan, akan sulit membayangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 7 sampai 8 persen dalam beberapa tahun ke depan, sehingga pemerintah harus mengandalkan pembangunan infrastruktur dan ketika sampai ke sektor perbankan, fintech dapat memfasilitasi pertumbuhan.
Maraknya perusahaan fintech semakin intensif dan menantang ruang perbankan tradisional, namun menurut Kartika ini bisa menjadi peluang bank untuk menggenjot pertumbuhan.
Menurutnya, bank besar dapat memanfaatkan teknologi dan mengubah cara memelihara hubungan dengan nasabah, manajemen risiko dan bahkan tujuan.
Menurutnya, akan jauh lebih efisien bagi bank untuk berinvestasi di perusahaan fintech daripada membangun sendiri mulaidari nol.
Vera Eve Lim, Direktur Keuangan Bank Danamon, menekankan pentingnya kolaborasi dengan perusahaan fintech dan banknya benar-benar berusaha menggunakan teknologi untuk meningkatkan analisis data dan otomatisasi proses.
ADVERTISEMENT