Meramal Bisnis Modern Internasional Setelah 7-Eleven Gulung Tikar

14 Juli 2017 8:16 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seven Eleven ditutup. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seven Eleven ditutup. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
PT Modern Internasional Tbk (MDRN) selaku induk usaha telah menutup seluruh gerai 7-Eleven (Sevel) pada 30 Juni 2017 lalu. MDRN beralasan penutupan itu karena adanya keterbatasan sumber daya perseroan untuk mengoperasikan tempat nongkrong yang sempat populer di kalangan anak muda tersebut.
ADVERTISEMENT
Setelah 7-Eleven gulung tikar, belum jelas bagaimana nasib bisnis Modern Internasional ke depannya. Perusahaan sebelumnya telah bertemu Direksi Bursa Efek Indonesia (BEI), dan mengungkapkan mereka tidak ingin sahamnya dihapus atau delisting.
Analis Investa Saran Mandiri, Hans Kwee menilai, memang selama ini 7-Eleven adalah kontributor terbesar untuk pendapatan perusahaan.
"Kalau kita lihat kejatuhan bisnis Sevel, kelihatannya ada indikasi masalah internal perusahaan juga. Terlepas dari itu, setelah 7-Eleven tutup, dia kan masih punya bisnis lain yaitu peralatan kesehatan medis dan peralatan percetakan," ujar Hans kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (14/7).
Kedua lini bisnis tersebut memang sudah dijalankan sebelum mengelola waralaba 7-Eleven. Perseroan membawahi distributor peralatan kesehatan medis di bawah merek Shimadzu dan Sirona Dental Imaging. Adapun lini usaha distribusi document management solution merek Ricoh dan Fujifilm dijalankan oleh entitas anak MDRN PT Modern Data Solusi.
ADVERTISEMENT
Menurut Hans, di bisnis percetakan sendiri, sudah ada pemain yang cukup besar, yaitu PT Astra Graphia Tbk. Sehingga MDRN harus memutar otak agar bisa bersaing.
"Astra Graphia itu cukup kuat di printing. Apalagi sekarang industri printing sedang decline (penurunan) karena banyak orang sudah beralih dari kertas ke elektronik (less paper)," papar Hans .
Hans menuturkan, memang industri berubah sangat cepat karena teknologi yang juga berkembang sangat pesat. Menurunnya bisnis ritel karena tren e-commerce, bahkan merosotnya bisnis taksi karena munculnya aplikasi transportasi online adalah beberapa contoh nyata. Hal ini harus menjadi perhatian MDRN jika ingin beralih fokus bisnis ke depannya.
"Saya memang tidak tahu nanti ke depannya bisnis dia bagaimana. Tapi jika memang ingin menyelamatkan keuangan perusahaan akibat kerugian yang lalu, dia bisa saja diakuisisi perusahaan lain, salah satunya bisa dengan skema backdoor listing (akuisisi perusahaan non Tbk terhadap perusahaan publik)," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui, dalam dua tahun terakhir, MDRN mengantongi penjualan sebesar Rp 1,23 triliun pada 2015 dan Rp 891,42 miliar pada 2016. Tanpa memperhitungkan penjualan barang dagangan dan jasa produk 7-Eleven, pendapatan MDRN menjadi sebesar Rp 341,88 miliar pada 2015 dan Rp 189,6 miliar pada 2016.
Dari total penjualan tersebut, kontribusi penjualan alat kesehatan mencapai 13,14 persen atau senilai Rp 117,18 miliar pada 2016. Kontribusi penjualan alat kesehatan itu meningkat dibandingkan dengan capaian 2015 yang tercatat sebesar 10,27 persen atau senilai Rp 126,22 miliar.
Dalam 3 bulan pertama di tahun 2017 atau kuartal I-2017, induk usaha 7-Eleven, PT Modern International Tbk (MDRN) mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 447,932 miliar. Padahal, di periode yang sama tahun sebelumnya, perseroan masih meraup untung sebesar Rp 21,704 miliar.
ADVERTISEMENT
Penyebab kerugian tersebut karena angka penjualan yang anjlok. Di kuartal I-2017, perseroan mencatat angka penjualan sebesar Rp 138,62 miliar. Angka tersebut merosot sekitar 37,18 persen dari perolehan angka penjualan di periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 220,66 miliar.
Perseroan juga menanggung beban penjualan, beban umum dan administrasi, dan beban operasi lain-lain sehingga menggerus laba operasi. Bahkan, perseroan tidak mencatatkan laba operasi melainkan rugi operasi sebesar Rp 432,02 miliar di kuartal I-2017. Padahal, di periode yang sama tahun sebelumnya, perseroan masih mencatatkan laba operasi Rp 44,3 miliar.
Sejalan dengan kinerja keuangan yang meredup, total aset perseroan juga merosot dari Rp 1,98 triliun di kuartal I-2016 menjadi Rp 1,23 triliun di kuartal I-2017.
ADVERTISEMENT
Modern Internasional rencananya akan menggelar paparan publik (public expose) hari ini, untuk menjelaskan terkait bisnis perseroan ke depannya.