Quo Vadis Jabatan Staf Khusus Presiden?

Egi Purnomo Aji
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan kota Yogyakarta
Konten dari Pengguna
8 Juni 2020 6:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Egi Purnomo Aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Staf Khusus Presiden Jokowi
zoom-in-whitePerbesar
Staf Khusus Presiden Jokowi
ADVERTISEMENT
Dalam konstitusi Republik Indonesia (RI) tidak ada satupun Pasal ataupun regulasi terkait pembentukan Jabatan Staf Khusus Presiden (JSKP), tapi berdasarkan kewenangan Presiden, JSKP dapat dilahirkan dengan adanya regulasi berupa Undang-Undang baru.
ADVERTISEMENT
Kewenangan Presiden dalam Undang-Undang Dasar 1945
Kewenangan Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) diatur dalam Pasal 4 terkait kekuasaan pemerintahan, Pasal 5, Pasal 20 ayat (2),(4), dan (5) terkait kekuasaan pembentukan UU, Pasal 10 terkait kekuasaan atas angkatan darat, laut dan udara, Pasal 11 terkait kekuasaan menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian internasional, Pasal 12 terkait keadaan bahaya, Pasal 13 terkait pengangkatan duta dan konsul, Pasal 14 terkait grasi, amnesti, dan abolisi, Pasal 14 tentang pemberian gelar, tanda jasa dan kehormatan, pasal 17 terkait kekuasaan presiden dalam membentuk kementerian negara, serta Pasal 22 terkait kekuasaan pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Kewenangan Presiden terkait kepala pemerintahan dapat terlihat dalam Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Maksud dari “Kekuasaan pemerintahan” tersebut adalah kekuasaan eksekutif. Kekuasaan eksekutif dan penyelenggaraan pemerintahan dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum dan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus. Kekuasaan pemerintahan yang bersifat khusus adalah penyelenggaraan tugas dan wewenang pemerintahan yang secara konstitusional ada pada presiden pribadi yang memiliki sifat prerogative dibidang pemerintahan. (Bagir, 2003:122-123)
ADVERTISEMENT
Presiden sebagai kepala pemerintahan menjalankan kekuasaan eksekutif dan juga sebagai kepala administratif mempunyai tugas dan wewenang yang sangat luas ruang lingkupnya, sebagaimana penjabaran diatas, tugas dan wewenang ini memungkinkan untuk menjadi semakin luas sejalan dengan meluasnya tugas-tugas dan wewenang negara atau pemerintah, terutama dalam menjalankan fungsinya mensejahterakan rakyat. Hal ini dapat menyebabkan tugas dan wewenang Presiden yang tidak diatur secara tersurat/tegas dalam UUD dapat dilakukan Presiden. Walaupun tugas dan wewenang Presiden tidak diatur secara tegas oleh UUD, Presiden dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak boleh bertentangan dengan UUD.
Quo Vadis Jabatan Staf Khusus Presiden?
Jabatan staf khusus presiden masuk kedalam kekuasaan pemerintahan eksekutif bersifat khusus yang mana Presiden pribadi yang memiliki hak prerogative membentuk/memutuskan. Dalam konstitusi RI tidak ada satupun pasal ataupun regulasi terkait pembentukan JSKP, tapi berdasarkan kekuasaan Presiden, JSKP dapat dilahirkan dengan adanya regulasi berupa UU baru, yang kemudian masuk kedalam bagian lembaga-lembaga negara baru yang berupa dewan “Council” (Asshiddiqie: vii-viii). Di Negara Indonesia, kecenderungan munculnya lembaga-lembaga negara baru terjadi sebagai konsekuensi dilakukannya perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945. Lembaga-lembaga baru itu biasa dikenal dengan istilah state auxiliary organs atau state auxiliary institutions yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai lembaga negara bantu dan merupakan lembaga negara yang bersifat sebagai penunjang. Pada dasarnya kelahiran lembaga-lembaga negara penunjang tersebut sebagian besar berfungsi sebagai pengawas kinerja lembaga negara yang ada dan merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap lembaga-lembaga pengawas yang ada. Akan tetapi berbeda dengan lembaga bantu JSKP yang dibentuk Presiden ini.
ADVERTISEMENT
Awal mulanya JSKP yaitu pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri dan Wakilnya Hamzah Haz yang mengangkat Suharso Monoarfa menjadi staf khususnya, hal ini atas dasar Keputusan Presiden (keppres) RI Nomor 29 Tahun 2002, kemudian dikuatkan di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan dikeluarkannya beberapa Peraturan Presiden (perpres) tentang staf khusus antara lain: Perpres Nomor 40 Tahun 2005, Perpres Nomor 97 Tahun 2007, Perpres Nomor 9 Tahun 2008, Perpres Nomor 3 Tahun 2011, Perpres Nomor. 17 Tahun 2012. Kemudian disempurnakan dimasa pemerintahan Presiden Jokowi melalui Perpres Nomor 9 Tahun 2018.
Berdasarkan semua regulasi yang ada, tidak ada satupun yang mengatur secara rigid terkait wewenang dan kualifikasi pengangkatan JSKP. Walaupun dalam pasal 21 ayat (1) Perpres Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden dinyatakan bahwa “Pengangkatan dan tugas pokok staf khusus Presiden ditetapkan dengan Keppres. Namun, berdasarkan pantauan Indonesian Corruption Watch (ICW) pada 21 April 2020, Keppres mengenai pengangkatan staf khusus Presiden tidak ditemukan di laman setneg.go.id. Hal ini tentunya memunculkan berbagai macam interpretasi publik terhadap masa pemerintahan Presiden Jokowi yang mengangkat para millennial sebagai staf khusus presiden.
ADVERTISEMENT
Jabatan staf khusus presiden adalah lembaga non-struktural yang dibentuk untuk memperlancar pelaksanaan tugas presiden. Wewenang staf khusus sebatas memberi masukan, saran, dan pertimbangan kepada presiden, yang kemarin digaungkan bapak Presiden sebagai teman diskusi. JSKP merupakan lembaga yang tidak dapat dibandingkan secara struktural dengan lembaga pemerintahan lainnya, tetapi dari sisi hak keuangan, dan fasilitas setinggi-tingginya setingkat eselon Ia.
Apakah ini sebanding dengan kinerja yang mereka lakukan? Dari awal dilantik sebagai staf khusus Presiden hingga saat ini, Dapat kita saksikan bersama tidak ada tindakan nyata yang mereka dapat lakukan, kecuali hanya muncul kedepan publik, sekedar orasi normatif semata untuk menarik hati para millennial. Sungguh disayangkan apalagi pada saat pandemik Covid-19 ini, tidak terlihat gestur dari para staf khusus Presiden ini untuk menyampaikan keresahan para millennial. Padahal bisa dikatakan posisi mereka saat ini pemegang previlage (hak istimewa) dilingkaran istana, terkhusus didekat Presiden, seharusnya pada posisi ini mereka dapat menyampaikan aspirasi para millennial pada sesi diskusi, hal ini bisa menjadi prioritas referensi bapak Presiden dalam membuat kebijakan/keputusan.
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu belakangan JSKP sedang menjadi polemik ataupun diskursus dimasyarakat, dikarenakan ada dua staf khusus presiden yang menyatakan mengundurkan diri, diawali oleh Adamas Belva Syah Devara (Belva) dan kemudian Andi Taufan Garuda Putra (Andi), tidak terlalu jelas alasan kenapa mereka mengundurkan diri, akan tetapi sebelum mereka mengundurkan diri terdapat polemik yang berkaitan dengan mereka. Salah satunya polemik Andi staf khusus Presiden yang meminta kepada para Camat untuk bekerjasama dalam penanganan wabah pandemik Covid-19, dalam surat tersebut kop/kepala surat yang digunakan adalah kepala surat Lambang Garuda (Sekretariat Kabinet RI), yang tentunya ini hanya bisa digunakan oleh pejabat negara yang termasuk kedalam struktural pemerintahan.
Harapan Jabatan Staf Khusus Presiden
Menurut hemat penulis, JSKP saat ini yang diatur dalam regulasi yang tidak terlalu rigid, kebanyakan hanya disebutkan atau dijabarkan syarat adminstratif saja, untuk kedepannya harus dibuat regulasi dari Perpres dan Keppres baik wewenang dan kualifikasi pengangkatan Staf Khusus (stafsus) harus jelas/rigid, sehingga menjadi acuan dalam menjalankan tugas pokok maupun dalam menyeleksi stafsus.
ADVERTISEMENT
Kemudian berkaitan dengan polemik salah satu stafsus yaitu polemik Andi atas penggunaan Lambang Garuda dalam suratnya. Ini merupakan sebuah etika yang kurang baik terlebih Andi bukan merupakan pejabat struktural pemerintahan, walaupun, niatnya mulia bekerjasama antar elemen masyarakat baik pemerintah ataupun swasta demi menanggulangi dan memutus rantai penyebaran pandemik Covid-19, hal ini tidaklah dibenarkan karena telah melakukan pelanggaran etika administrasi. Menurut Abdullah bin Mubarak, Ulama sufi, “Kita lebih membutuhkan adab (meski) sedikit, dibanding ilmu (meski) banyak, artinya adab lebih didahulukan daripada ilmu.
Dengan demikian, memperhatikan hal-hal diatas dapat menjadi referensi untuk arah kedepan dalam hal pengangkatan stafsus Presiden baik dilihat dari segi kemampuan serta pengalaman sehingga akan terpilih stafsus yang beradab dan matang akan ilmu serta pengalamannya (mental) dalam pemerintahan, bukan sekedar stafsus untuk mengambil hati millenial.
ADVERTISEMENT