Jepang dengan Potensi Kekuatan Militer Barunya

Asmiati Malik PhD
International Relations - International Political Economist - Young Scholars Initiative - Senior researcher at AsianScenarios - Dosen Hubungan Internasional Universitas Bakrie
Konten dari Pengguna
22 April 2018 9:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asmiati Malik PhD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jepang dengan Potensi Kekuatan Militer Barunya
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Illustrasi, Tank Jepang, Sumber: AP Photo
Jepang dibawah pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe, kembali mewacanakan untuk merevisi isi Konstitusi Artikel 9 tentang klausa perdamaian yang berisi menolak hak Jepang untuk berperang dan melarang Jepang untuk membangun kekuatan perang. Peraturan ini muncul setelah Amerika menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki ketika perang dua ke-2, yang memaksa Jepang menyerah pada saat itu.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi pemerintahan Shinzo Abe dan partai pendukungnya Liberal Democratic Party sudah mengajukan revisi Konsitusi, yang intinya Angkatan Militer Pertahanan (Self-Defence Forces) akan mengambil tindakan yang dianggap dibutuhkan untuk menjaga pertahanan. Perubahan ini akan berlaku di tahun 2020, dimana Jepang berhak untuk melengkapi dirinya dengan angkatan dan perangkat perang untuk tujuan menjaga diri dari ancaman.
Kebijakan Jepang ini tidak lepas dari dukungan Amerika Serikat dibawah pemerintahan Donald Trump yang mendukung Jepang dan Korea Selatan untuk membeli senjata dari Amerika untuk melengkapi persenjataannya. Anggaran militer petahanan Jepang sendiri tidak main-main, di tahun 2018, mereka menganggarkan 637 trilliun, yang diduka akan melonjak drastis di tahun 2020 mendatang.
Kebijakan Jepang ini tidak lepas dari tekanan negara tetangga seperti Korea Utara yang gencar melaksanakan uji missil ke wilayah perairan Jepang. Serta munculnya kekuatan militer Tiongkok yang sudah luar biasa. Agresi angkatan militer Tiongkok di wilayah perbatasan Jepang juga membuat Tokyo khawatir. Disamping itu Jepang juga memiliki sengketa wilayah dengan Tiongkok di pulau Sengkaku, serta sengketa wilayah dengan Korea Selatan di Pulau Dokdo, dan sengketa wilayah Etorufu (bagian luar Hokkaido) dengan Rusia. Kondisi ini sepertinya memaksa Jepang untuk melengkapi dirinya dengan angkatan perang dan alat perang yang canggih.
ADVERTISEMENT
Jepang sendiri telah membeli senjata misil yang ditujukan untuk menangkal acanman misil Korea Utara yang senilai 133 juta US Dolar atau setara dengan 1.8 triliun Rupiah.
Bendera Jepang (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Jepang (Foto: Pixabay)
Dengan kekuatan militer baru Jepang, akan membawa suasana baru di Asia Pasifik. Terlebih lagi Amerika dibawah pemerintahan Trump, gencar membuat kebijakan ekonomi yang memantik perang dagang dengan Tiongkok. Ketidak sukaan pemerintahan Trump pada Tiongkok bisa memperjelas peta politik di Asia Pasifik, dimana Jepang dan Korea Selatan merupakan sekutu tetap Amerika.
Yang menarik untuk dicermati adalah, inisiasi pertemuan perundingan/diplomasi antara Amerika dan Korea Utara dengan perginya Mike Pompeo ke Pyongyang. Pompoe sendiri dulu sempat menjabat sebagai Direktur CIA sebelum diangkat menjadi Menteri Luar Negeri menggantikan Rex Tillerson. Pertemuan Pompeo dengan Kim Joon Un bisa membuka babak baru politik di wilayah Asia Pasifik. Meskipun kecil kemungkinan Korea Utara akan berbalik arah mendukung Amerika, terbukti dengan lawatannya baru-baru ini ke Beijing, seolah-olah menegaskan pentingnya Tiongkok untuk Pyongyang.
ADVERTISEMENT
Denuklirisasi Korea Utara sangat penting untuk Jepang, mengingat begitu dekatnya Korea Utara ke wilayah Jepang. Dilain pihak, munculnya kekuatan perang Jepang membuat negara-negara yang terlibat di perang dunia ke 2, merasa Jepang bisa saja menjadi ancaman mengingat angresi perangnya dimasa lalu.
Kita berharap saja semoga hal itu tidak terjadi lagi, apalagi menimpa Indonesia.