Ganjil-Genap Diperluas: Tak Ada Sistem yang Lebih Canggih?

Konten dari Pengguna
4 Juli 2018 18:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Sari Lorena tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kemacetan hari pertama uji coba Ganjil Genap. (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
zoom-in-whitePerbesar
Kemacetan hari pertama uji coba Ganjil Genap. (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
ADVERTISEMENT
Salah satu percakapan paling hangat adalah soal penerapan ganjil genap di jalan-jalan kita. Tadinya, penerapan ganjil genap ini untuk mendukung Asian Games 2018. Lha, orang lain yang mau olahraga eh satu kota yang repot. Alamak.
ADVERTISEMENT
Dan, ruas yang kena ganjil genap ini tak sedikit. Misalnya, di Jalan Jenderal Gatot Subroto (simpang Kuningan – simpang Slipi), lalu Jalan Jenderal S Parman (simpang Slipi – simpang Tomang) dan Jalan MT Haryono (simpang UKI – simpang Pancoran – simpang Kuningan).
Ada juga di Jalan Jenderal DI Panjaitan (simpang Pemuda – simpang Kalimalang – simpang UKI) dan Jalan Jenderal Ahmad Yani (simpang Perintis – simpang Pemuda) serta Jalan Benyamin Sueb (simpang Benyamin Sueb – Kupingan Ancol).
Lalu, di Jalan Metro Pondok Indah (simpang Kartini – Bundaran Metro Pondok Indah – simpang Pondok Indah – simpang Bungur – simpang Gandaria City – simpang Kebayoran Lama), nyambung dengan Jalan RA Kartini.
ADVERTISEMENT
Memusingkan. Saya rasa pertama-tama, jalan-jalan tikus dan permukiman akan penuh sesak. Kalian pikir, orang akan langsung pindah naik angkutan umum? Belum tentu. Belum tentu selama angkutan umum tak bisa melayani dari door-to-door.
Tentu, kita bukan negara pertama yang memberlakukan ganjil genap. Mexico City juga sudah duluan. Meski orang Mexico City malah membeli mobil bekas dengan pelat berbeda.
Di Paris, juga ada aturan ganjil-genap. Tapi, Paris berbeda karena jaringan kereta bawah tanahnya menggurita. Mungkin, orang Paris tak ada masalah dengan aturan itu.
Di Bogota, Kolombia, katanya ada Peak and Plate. Tujuannya, membatasi volume kendaraan saat jam sibuk. Tapi, ya orang menunda pulang kerja sampai kebijakan itu berakhir. Jadi, ya gak efektif lagi,
ADVERTISEMENT
Dan, di Jakarta, kebijakan itu akan diterapkan lagi. Saya jadi tidak paham. Mana lebih penting: menyukseskan Asian Games atau membiarkan roda perekonomian berputar? Apakah memang sudah dipastikan mobilitas orang tidak terganggu?
Ingat pula, yang terganggu belum tentu hanya mobilitas orang tetapi juga mobilitas barang. Apakah kebijakan ganjil genap itu tidak merugikan? Lebih penting lagi, apakah tidak ada kebijakan lain yang lebih baik? Apa kabar dengan Electronic Road Pricing? Bukankah dengan ERP justru ada solusi lebih baik. Justru akan ada pemasukan untuk kota.
Gimana menurut kalian, teman-teman?