Jatuh Bangun Mengejarmu di Putrajaya, Malaysia

Eka Situmorang
Curious soul who loves travelling and food. Mom of one. Travel Blogger. Instagram : ceritaeka. Blog at http://ceritaeka.com and http://ekalagi.com
Konten dari Pengguna
25 Januari 2019 18:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pagi di Shah Alam terasa sejuk dan segar dengan rintik hujan yang masih menyisakan tetes basah di pucuk-pucuk daun. Mungkin karena Shah Alam ini terletak cukup jauh dari Kuala Lumpur atau kota-kota besar lainnya di Malaysia, sehingga rasanya damai. Tidak bising oleh hiruk pikuk kota.
ADVERTISEMENT
Jadi, sudah beberapa hari saya dan Adrian tinggal di rumah Dianne, salah satu sahabat kami di Shah Alam. Ia bersikeras agar kami menginap di sana selama liburan di Malaysia. "Biar hemat, jangan buang-buang uang enggak perlu." Begitu tulisnya melalui email saat saya memberitahukan rencana liburan kami seminggu lamanya di sana. Jadi, menginaplah kami di Shah Alam dan pergi pulang eksplore Malaysia dari kota satelit ini.
So, mau pusing-pusing (keliling) ke mana kalian hari ini?” tanya Dianne. Tangannya sibuk mengoleskan butter ke atas roti tawar di meja.
“Nampaknya kami mau ke Putrajaya,” kata saya sambil menyesap segelas teh panas yang (tentu saja) sudah disiapkan Dianne sebelumnya. She’s really a good host!
ADVERTISEMENT
Sorry, I can’t entertaint you today. Got work to do. You guys can go there yourselves?” tanya Dianne lagi.
“Ah, don’t worry about us. We can take care ourselves,” jawab Adrian sambil melahap roti isi yang disodorkan Dianne.
Putrajaya, tujuan eksplore kami kali ini. (Foto: Pribadi)
Setelah itu Dianne mengatar kami ke stasiun kereta api dan berpesan agar kami turun di Kelana Jaya, kemudian melanjutkan perjalanan ke Putrajaya menggunakan bus. Kenapa bus? Ya biar hemat dong. Hehehe.
Cara Menuju Putrajaya dari Shah Alam
Menumpang bus Route 4 (R4) saya dan Adrian pun melaju meninggalkan stasiun kereta api Kelana Jaya menuju Puchong dan berakhir di Putrajaya. Namun seperti biasa, walau sudah mengantongi peta dan rute perjalanan, Adrian yang sering kali parno harus memastikan sendiri kalau kami berada di rute yang benar walau bus sudah mulai berjalan pelan. Beruntung kami duduk di kursi depan, persis di dekat pengemudi.
ADVERTISEMENT
“Pakcik, numpang tanya, apa bus ini ke Putrajaya?” tanya Adrian ke pengemudi bus, memastikan rute biar hatinya tenang.
“Oh, tak lewatlah. Ini bus ke Cyberjaya, tak ke Putrajaya," jawab pengemudi bernama Ahmed tersebut, terlihat dari papan nama yang ada di bajunya.
Lalu saya dan Adrian berpandang-pandangan. Lemas. Kami salah naik bus dan sulit untuk kembali karena bus sudah melaju jauh meninggalkan Kelana Jaya. Cyberjaya dan Putrajaya itu kota kembar yang lokasinya berdekatan. Tapi namanya bukan di negara sendiri, salah jurusan bus itu sungguh bikin cemas. Kesasar di Indonesia aja bisa panik, apalagi ini di negara orang... Paniknya dobel!
“Kenapa? You mau pusing ke Putrajaya?” tanya Ahmed begitu melihat wajah kami pucat. Saya dan Adrian mengangguk berbarengan. Terlalu lemas untuk bersuara.
ADVERTISEMENT
“Bus ini memang tak ke Putrajaya tapi lewat jalan dekatnya. Ai tak bisa masuk ke area Putrajaya tapi Ai bisa turunkan you-lah di shelter bus paling dekat dengan Putrajaya. Nanti you tinggal jalan kaki 10 menit saja ke sana,” jelas Ahmed panjang lebar dengan logat Melayunya yang kental bercampur sepatah dua patah kata bahasa Inggris.
Dan senyum lebar pun langsung terpampang kembali di wajah kami begitu mendengar penjelasan Ahmed. Yeay! Enggak jadi kesasar. Yeay! Bisa ke Putrajaya. Dan percakapan kami dengan Ahmed pun berlanjut.
“Dari mana kalian?” ucap Ahmed lagi, mencoba akrab.
“Indonesia, pakcik,” jawab Adrian dengan nada senang. Hilang sudah cemasnya ditelan penjelasan Ahmed yang panjang lebar.
“Ah, kita bersaudara. Satu rumpun!” teriak Ahmed dengan nada riang dan sempat membuat saya bingung. Begitu senangnya pas ketemu sama orang Indonesia?
Menuju Putrajaya (Foto: Pribadi)
Hangatnya Sapaan Saudara Serumpun
ADVERTISEMENT
Lalu tak dinyana, Ahmed menyambar mic yang ada di dashboard bus dan mulai berbicara. Saya pikir ia akan memberitahukan rute perjalanan busnya seperti pilot-pilot yang menyapa penumpangnya di pesawat. Ternyata dugaan saya salah. Um, kata-kata Ahmed berikutnya justru membuat saya salah tingkah....
Pakcik, makcik sekalian. Kite kedatangan tamu spesial hari ini. Saudare jauh satu rumpun dari Indonesia ada di bus kita hendak pusing-pusing ke Putrajaya. Biar ramai, tak rindu kampungnya saudare kite ini, ai putarkan lagu dari tanah air mereke. Lagunye comel (imut), saya pun suke.” Begitu Ahmed memberikan pengumuman. Binar matanya terlihat cemerlang dengan senyum yang mengembang lebar.
Sungguh, ketulusannya membuat hati saya tersentuh. Saya dan Adrian ternganga, enggak menyangka mendapat perlakuan seperti ini. Astaga, kami merasa kalau kami hanya sekadar turis yang menumpang perjalanan di dalam bus, namun bagi Ahmed kami adalah saudara jauh satu rumpun yang wajib disambut ramah. Dan... Sudut mata saya sedikit basah demi mendapat sambutan hangat seperti itu.
ADVERTISEMENT
Lalu Ahmed melirik kami sekilas. Mematikan musik di dalam busnya dan menggantinya dengan sebuah lagu yang melodinya terdengar familiar. Saya yang tadinya mellow terbawa suasana, lalu batal galau begitu mendengar lagu yang diputarkan Ahmed... Apalagi begitu mendengar liriknya, tawa saya dan Adrian pun pecah.
Jatuh bangun aku mengejarmu..
Namun dirimu tak mau mengerti...
Kubawakan segenggam cinta..
Namun kau meminta diriku membawakan bulan ke pangkuanmu..
Hahaha. Kirain mau diputarkan lagu apa ternyata lagu dangdut! Memang sih, enggak bisa dipungkiri lagu dangdut itu kental dengan musik melayu jadi banyak diterima juga oleh masyarakat Malaysia. Namun kata-kata Ahmed sebelumnya itu lho, yang bilang supaya kami enggak rindu Indonesia. Saya kira ia akan memutarkan lagu Indonesia Raya atau lagunya Sheila on 7 bukan lagunya Meggi Z. Hihihi
ADVERTISEMENT
Tapi tetap saja saya sangat mengapresiasi perlakuan Ahmed ke kami. Rasanya hangat jika di negara orang kita bertemu orang yang ramah dan memperlakukan kita seperti kerabat dekat bukan orang asing yang tak sengaja bertemu.
Kurang lebih satu jam perjalanan kami tempuh dari Kelana Jaya hingga Putrajaya dengan ditemani lagu-lagu dangdut koleksi playlist-nya Ahmed. Satu jam yang riuh karena tempo dan irama lagu dangdut yang diputar Ahmed sungguh bikin pengen goyang. Hahaha. Begitu Ahmed menyilakan kami turun di halte bus terdekat kami pun jalan kaki menuju ke Putrajaya.
Apa saja yang bisa dilihat di Putrajaya?
Jadi, Putrajaya adalah kota pemerintahan Malaysia. Twinning dengan Cyberjaya yang merupakan kota pendidikan. Lokasi dua kota tersebut sekitar 1 jam saja dari Kuala Lumpur. Segala macam urusan pemerintahan dipusatkan di Putrajaya untuk mengurangi kemacetan di Kuala Lumpur sekaligus mempermudah masyarakat yang ingin melakukan kegiatan terkait pemerintahan. Kantor kementrian, pengurusan paspor, pembayaran pajak, dan lain sebagainya, ngumpul jadi satu. Tak heran, salah satu bangunan yang ikonik di Putrajaya adalah Kantor Perdana Menteri Malaysia.
Kantor Perdana Menteri Malaysia yang ada di Putrajaya selalu ramai dikunjungi oleh turis. (Foto: Pribadi)
Terdapat sebuah masjid yang cantik dengan warna dominan merah muda persis di depan kantor Perdana Menteri dan danau buatan yang ada di Putrajaya.
Masjid Putrajaya (Foto: Pribadi)
Selain itu pengunjung juga bisa menikmati pemandangan dengan berlayar menyeberangi danau dengan kapal-kapal kayu kecil yang cantik ini.
ADVERTISEMENT
Kalau lapar bisa mampir sejenak ke dalam Alamanda mal atau duduk-duduk di food court yang menghadap ke danau. Jika ada waktu lebih dan ingin belanja arang bermerek bisa juga mampir ke IOI City Mall yang terhubung langsung dengan Le Meridien Hotel.
Puas hati kami pusing-pusing di Putrajaya hari itu. Satu hari yang menyenangkan, terlepas dari sering panasnya hubungan Indonesia-Malaysia namun hari itu hati saya dan Adrian hangat oleh sapaan akrab saudara serumpun.
Salam,