Mengintip Perjuangan Atlet Asian Para Games 2018

Eka Situmorang
Curious soul who loves travelling and food. Mom of one. Travel Blogger. Instagram : ceritaeka. Blog at http://ceritaeka.com and http://ekalagi.com
Konten dari Pengguna
9 Oktober 2018 15:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Desing anak panah melenting memecah kesunyian pagi di Lapangan BBRSBD, Solo. Lajunya konstan menembus udara lalu menghujam tajam pada papan target. Tepat sasaran! Senyum kepuasan terpampang di wajah Ibu Ninik Umardiyani saat ia berjalan tertatih sambil menyeret kaki kanannya untuk mengambil anak panah yang tadi ditembakkan.
Atlet panahan sedang berlatih (Foto: istimewa)
Ditemui seusai latihan, Ibu Ninik, atlet difabel cabang olahraga panahan yang sudah berusia 52 tahun ini mengutarakan harapannya untuk Asian Para Games 2018 pada 6 – 13 Oktober nanti di Jakarta. “Saya ingin mempersembahkan medali buat ibu pertiwi,” ujarnya mantap.
ADVERTISEMENT
Suatu harapan yang beralasan mengingat beliau adalah peraih 2 medali perak pada ASEAN Para Games 2017 yang lalu di Kuala Lumpur, Malaysia.
Diseruduk Bus yang Nyelonong ke dalam Rumah
Ibu Ninik kehilangan kaki kanannya di usia 7 tahun saat berlibur ke rumah nenek di Wonosari. “Kejadiannya begitu cepat, Mbak. Saya lagi duduk di dalam rumah terus tiba-tiba ada bus masuk. Pas saya bangun, saya ada di kolong mobil. Saya mbrangkang (merangkak) keluar terus bingung, kenapa kaki saya enggak ada.” Cerita Ibu Ninik dengan logat Jawanya yang kental. Wajahnya semringah, santai menceritakan apa yang menimpa dirinya tanpa ada rasa penyesalan.
Hal tersebut berkat didikan kedua orang tuanya yang langsung mengambil tindakan cepat dengan mencarikan kaki palsu dan mengarahkannya untuk menjadi atlet.
ADVERTISEMENT
“Saya beruntung, bapak cepat tanggap, Mbak. Saya ada dikasih kegiatan dari kecil, dilatih olahraga dan meraih prestasi. Jadi rasa minder tidak sempat hinggap. Paling waktu puber sempat mikir kira-kira ada cowok yang mau sama saya enggak ya?” Ujarnya sambil terkekeh dan melirik suaminya yang selalu setia menemani latihan.
Saya jadi ikut-ikutan ngikik. Memang ya, di mana-mana persoalan wanita sama saja: pria. Hahaha. “Doakan saya, Mbak. Saya menyenangi panahan karena memanah itu penuh seni.
Panahan itu bukan soal seberapa cepat atau seberapa kuat tapi seberapa bisa kita mengatur ritme hati. Menyelaraskan pikiran, jiwa, dan tubuh agar sejalan sehingga anak panah meliuk ke arah sasaran.” Ujarnya berfilosofi sambil merentangkan busur.
Ninik Umardiyani (Foto: istimewa)
Awalnya Ibu Ninik merupakan atlet cabang olahraga atletik namun seiring bertambahnya usia akhirnya ia beralih ke cabor panahan pada umur 45 tahun. Enggak tanggung-tanggung, langsung menyabet medali perak dan perunggu pada ASEAN Para Games 2011 lalu.
ADVERTISEMENT
Salut, prestasi sungguh tak mengenal usia dan batasan. Kemudian berturut-turut di ASEAN Para Games tahun 2015 dan 2017 medali perak atau perunggu tak pernah lepas dari genggamannya. Tak heran jika di Asian Games 2018 nanti di Jakarta, Ibu Ninik kembali menargetkan untuk mempersembahkan medali. Mari kita dukung!
Atmaji Priambodo – Dari Penjual Koran Menjadi Atlet Berprestasi
Atlet lainnya yang akan berjuang pada Asian Para Games 2018 nanti adalah Atmaji Priambodo. Pria murah senyum yang selalu tertawa manis ini merupakan lifter penyumbang medali perak pada ASEAN Para Games 2017 lalu di Malaysia. Sebelumnya ia juga meraih medali perak di ASEAN Para Games ke-7 di Myanmar dan ASEAN Para Games ke-8 di Singapura.
ADVERTISEMENT
Kisah Atmaji Priambodo menjadi atlet berprestasi yang bahkan sekarang sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil ini boleh dibilang mirip roller coaster. Naik turun bikin perut mules tapi pria yang akrab dipanggil Aji ini membuktikan bahwa determinasi dan kerja keras selalu membuahkan hasil.
Aji terserang polio di usia 9 bulan sehingga fungsi kedua kakinya menjadi terbatas. “Namanya di desa, Mbak, orang tua saya enggak tahu apa itu vaksin. Kata ibu suatu hari saya panas lalu besoknya enggak seaktif biasanya.”
Namun, kondisi tersebut tidak membuatnya minder, ia terima sebagai suratan dari Yang Maha Kuasa. “Ya diketawain ajalah, Mbak. Namanya hidup,” jawabnya sambil terkekeh saat ditanya apakah ia sempat merasa minder atau tidak.
ADVERTISEMENT
Untuk menyambung hidup, Aji berjualan koran di pinggir jalan Kota Sragen. Di tengah panas terik ia menjajakan surat kabar dikawani debu dan asap knalpot. Tanpa mengeluh, tanpa mempertanyakan takdir walaupun jauh di dalam hati ia memendam keinginan untuk bisa melakukan sesuatu yang lebih.
Berkenalan dengan Angkat Beban
Suatu kali Aji memperhatikan beberapa orang difabel keluar masuk dari suatu sasana. Wajah mereka terlihat berbeda setiap kali keluar dari sana. Ada sorot semangat juga kebahagiaan yang terpancar dari mata-mata mereka. Hal itu menggugah Aji untuk mencari tahu.
“Awalnya malu, Mbak, tapi saya lihat orang-orang kok seneng masuk ke sasana. Ternyata di sana mereka latihan angkat beban. Tidur telentang lalu angkat barbel sambil teriak-teriak. Kok kayaknya enak bisa teriak-teriak tanpa disangka gila atau marah-marah.” Aji mengisahkan perkenalan pertamanya dengan angkat besi, masih dengan wajahnya yang penuh senyum.
ADVERTISEMENT
Raut wajahnya yang komikal membuat saya jadi sedikit sulit membayangkan Aji berteriak-teriak marah, lha wong wajahnya selalu terlihat ramah begitu. Hehehe. “Akhirnya saya ikut-ikutan latihan. Sampe diajak latihan ke Solo juga,” Aji melanjutkan kisahnya. “Tapi berhubung enggak punya uang buat ongkos ke sana, saya batal ikut.”
“Lalu gimana, Mas?” Tanya saya penasaran berharap ia segera melanjutkan kisahnya. “Ya, balik jualan koran lagi, Mbak. Orang kayak saya kalau enggak kerja ya enggak makan. Tapi saya punya tekat, saya mesti punya ongkos buat latihan ke Solo.”
Atmaji Priambodo (Foto: istimewa)
Tekatnya membuahkan hasil. Aji mampu mengumpulkan sejumlah uang dan di tahun 2009 pergi ke Solo untuk mulai latihan. Dua tahun kemudian ia dipilih untuk mengikuti ASEAN Para Games ke-6 yang diselenggarakan di Solo, kota tempatnya berlatih selama ini. Ia tidak langsung menang di kejuaran antarnegara pertamanya tersebut tapi ia tidak kecewa.
ADVERTISEMENT
Pengalaman pertamanya bertanding itu menjadi cambuk untuk berlatih lebih keras. Terbukti di tahun 2014, Aji mampu meraih perak di ASEAN Para Games ke-7 di Myanmar.
Diangkat Menjadi PNS
Berbekal prestasinya meraih medali perak di kejuaraan antarnegara tersebut, Aji melamar menjadi PNS melalui jalur atlet di tahun 2015. Semua berkas yang diminta ia penuhi dan ia pun diterima! Awalnya Aji kaget bukan kepalang tapi tak henti-hentinya ia mensyukuri nikmat yang ia raih.
“Gusti Allah itu baik, Mbak. Bayangin, orang kayak saya yang kakinya enggak bisa dipake buat lari bisa bawa medali. Terus sekarang jadi PNS. Saya enggak mikir lagi mau makan apa. Negara memperhatikan jadi saya bisa fokus untuk latihan.” Dan Aji pun membuktikan kiprahnya lagi dengan mempersembahkan medali perak lainnya pada ASEAN Para Games ke-8 yang berlangsung di tanggal 3-9 Desember 2015 di Singapura.
ADVERTISEMENT
“Doakan saya bisa gigit medali, ya, Mbak!” Tutup Aji dengan semangat. Permintaannya saya iyakan dengan membalas high five-nya.
---------
Asian Paragames 2018 ke-3 akan dilaksanakan di Jakarta pada 6-13 Oktober 2018. Terdapat 18 cabang olahraga yang akan dilombakan dan diikuti oleh 43 negara. Ayo kita dukung dan ramaikan pesta olahraga manusia-manusia berprestasi yang tidak menyerah pada keadaan. Kamu mau nonton cabang olahraga apa?