‘Puisi Melawan Covid-19’ Menjadi Catatan Sejarah

Owner METAFORMA CREATIVE COMMUNICATIONS, former journalist, experienced creative director
Konten dari Pengguna
8 Mei 2020 6:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari User Dinonaktifkan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Remmy Novaris DM (kiri) Riri Satria (kanan).
JAKARTA – Puisi bukanlah sekedar bait kata-kata. Puisi adalah sumber sejarah. Betapa dahsyatnya pertempuran Karawang Bekasi karena ada Chairil Anwar yang mengabadikannya melalui puisi. Kisah itu abadi, sekaligus menjadi sumber sejarah. Begitu pun dengan adanya pandemik COVID-19 yang sedang terjadi di negeri ini, sebuah kejadian luar biasa. Kelak suatu saat nanti, karya puisi tentang COVID-19 terdokumentasi dalam sejarah bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Demikian disampaikan Riri Satria Ketua Panitia saatnya mengumumkan call for poems “Puisi Melawan COVID-19” yang diselenggarakan oleh Yayasan Dapur Sastra Jakarta, “Buku kumpulan puisi ini akan menjadi bukti sejarah, bagaimana pandemik CONVID-19 mengobrak-abrik kehidupan masyarakat dan bagaimana suara batin masyarakat menghadapinya. Jadi ini adalah buku penting.” ujar Riri Satria.
Terdapat nama-nama 459 penyair yang puisinya dimuat dalam buku kumpulan puisi bersama “Puisi Melawan COVID-19”. Demikian rilis resmi yang dikeluarkan oleh Yayasan Dapur Sastra Jakarta, No. 03/V/AN/V/2020 tanggal 7 Mei 2020, Jumat (8/5/2020).
Ketua Panitia, Riri Satria, yang menjabat Ketua Dewan Pengarah Yayasan Dapur Sastra Jakarta menjelaskan, “Sampai batas akhir pengumpulan puisi tanggal 31 Maret 2020, terdapat 510 penyair yang mengirimkan puisinya ke panitia.
ADVERTISEMENT
Ini sungguh suatu kejutan, karena hanya dalam waktu 10 hari, kami menerima begitu banyak puisi yang dikirimkan. Ini menunjukkan para penyair memiliki kepedulian yang mendalam tentang wabah COVID-19 ini. Untuk itu, Yayasan Dapur Sastra Jakarta mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para penyair yang mengirimkan puisinya.”
“Kami juga menerima beberapa karya dari para penyair yang berdomisili di luar negeri, bahkan beberapa diantaranya adalah warga negara asing (WNA) namun menuliskan puisinya dalam Bahasa Indonesia. Kami juga menerima kiriman puisi dari para tenaga medis, peneliti, dan relawan COVID-19. Kami mengucapkan terima kasih banyak atas perhatian dan keikutsertaannya. Tetapi walaupun demikian, kami tidak membedakan dalam proses evaluasi, kami perlakukan sama” kata Riri melanjutkan.
ADVERTISEMENT
Ketua Tim Kurator, penyair senior Remmy Novaris DM, juga menjabat sebagai Ketua Yayasan menjelaskan bahwa terdapat tiga proses evaluasi terhadap semua karya puisi yang masuk.
“Pertama, evaluasi terhadap dokumen yang dikirimkan. Ada penyair yang mengirimkan puisinya dalam bentuk PDF bahkan JPG. Ini tentu menyebabkan kendala teknis bagi panitia untuk memprosesnya lebih lanjut. Padahal dalam pengumuman call for poems sudah dijelaskan bahwa dokumen dikirim dalam bentuk dokumen DOC. Maka, dengan berat hati, dokumen yang dikirimkan selain format DOC tidak kami proses. Proses pertama ini membuat Rissa Churria dan Nunung Noor El Niel sibuk sekali karena rupanya masih banyak penyair yang gagap teknologi, tidak terbiasa mengirim e-mail, dan sebagainya.”
“Kedua, evaluasi kepatuhan (compliance) terhadap aturan penulisan. Panitia membatasi satu puisi memiliki panjang maksimal 35 baris termasuk baris spasi, seperti yang tertulis pada pengumuman call for poems. Ini bertujuan agar tidak terjadi dominasi puisi dalam buku kumpulan puisi bersama. Seorang penyair mendapatkan jatah yang sama dalam buku ini, yaitu satu halaman. Maka, dengan berat hati, puisi yang memiliki panjang lebih dari 35 baris, tidak kami proses lebih lanjut”, papr Remmy.
ADVERTISEMENT
“Ketiga, evaluasi kesesuaian topik (relevance). Proses ini dilakukan oleh tim kurator puisi yang melakukan evaluasi yang intensif terhadap kesesuaian topik dan kaidah puitika sebuah karya.” Demikian Remmy menutup penjelasan proses evaluasi.
Lebih lanjut Riri Satria menjelaskan, “Pada pengumuman call for poems disebutkan bahwa panitia akan memilih 150 puisi untuk dimuat pada buku kumpulan puisi melawan COVID-19 ini. Tetapi setelah membaca dan mengevaluasi semua puisi yang masuk, akhirnya panitia memutuskan untuk tidak membatasi jumlah puisi, melainkan membuka ruang untuk semua puisi memenuhi syarat untuk dimuat pada buku ini. Akhirnya, setelah melakukan evaluasi, panitia memutuskan 459 puisi (kiriman 459 penyair) yang dimuat pada buku kumpulan puisi ini.”
Remmy juga memberikan apresiasi kepada para penyair muda yang berani mengirimkan karyanya untuk diseleksi. “Keberanian mereka perlu diapresiasi, walaupun dari sisi penulisan masih harus dibenahi. Tetapi banyak yang bagus juga, dan Dapur Sastra Jakarta memberi ruang untuk mereka”.
ADVERTISEMENT
Panitia dari Yayasan Dapur Sastra Jakarta terdiri dari Riri Satria (Ketua Panitia, Ketua Dewan Pengawasan Yayasan), Rissa Churria (Sekretaris Panitia), Bayu Winarno (Operasional), Salimi Ahmad (Pendukung), Veronika Ninik (Pendukung), serta Yoevita Soekotjo (Pendukung). Sedangkan tim evaluasi atau kurator adalah Remmy Novaris DM (penyair senior, Ketua Yayasan Dapur Sastra Jakarta), Conie Sema (penulis dan aktivis teater senior dari Lampung), serta Nunung Noor El Niel (penyair senior dari Denpasar, Bali). Sementara itu Dr. Irawan S. Wiraatmaja (penyair senior, mantan Kepala Arsip Negara RI) dan Dr. Sunu Wasono (dosen Program Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia) bertindak sebagai penasihat.
Yayasan Dapur Sastra Jakarta didirikan melalui Akta Notaris Eko Putranto, SH. No 13, Tanggal 27 Agustus 2019 serta Keputusan Menteri Hukum Dan HAM RI No AHU-0012537.AH.01.04, memiliki visi untuk menjadi wadah pembelajaran para penulis pemula di Indonesia, sekaligus menyediakan ruang untuk para penulis senior. Aktivitasnya meliputi forum diskusi sastra, pendidikan dan pelatihan sastra, kunjungan wisata sastra, dan sebagainya. Sejak tahun 2016, setiap tahun Dapur Sastra Jakarta mengadakan Lomba Penulisan Kreatif dan pemenangnya diajak mengunjungi Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) di Bali dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh Yayasan. (*/EQ)
ADVERTISEMENT